Rabu, 26 Agustus 2015

Gawat, Rp10 Triliun Anggaran Aceh Diduga Diselewengkan

okezone.com

Jum'at, 28 Februari 2014 - 20:06 wib

Salman Mandira : Jurnalis

BANDA ACEH - Aceh dinilai belum bebas dari korupsi, terlebih dengan melimpahnya dana yang diperoleh provinsi itu. Dalam kurun empat tahun terakhir, ditemukan 2.399 kasus dugaan penyimpangan anggaran, dengan potensi kerugian negara mencapai Rp10,3 triliun.

Temuan tersebut diungkapkan Seknas Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) berdasarkan rekapitulasi hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap keuangan Aceh periode 2009-2013.

Direktur Investigasi dan Advokasi Seknas FITRA, Uchok Sky Khadafi, memerinci untuk level Pemprov Aceh ditemukan 331 kasus dugaan penyimpangan anggaran dengan potensi kerugian negara senilai Rp7,4 triliun. Sedangkan pada level 23 pemerintah kabupaten/kota di Aceh, total uang daerah yang diselewengkan mencapai Rp2,94 triliun dari 2.068 kasus.

Banyaknya kasus penyimpangan ini, kata dia, karena tak ditindaklanjuti oleh aparat hukum, Pemprov, maupun pemerintah kabupaten/kota atas hasil audit yang rutin dilakukan BPK. “Sehingga, kasus-kasus dari tahun 2009-2013 semakin menumpuk, dan menjadikan hasil audit BPK hanya dianggap sampah oleh Pemda,” ujar Uchok yang didampingi Koordinator Gerakan Antikorupsi (GeRAK) Aceh, Askhalani, dalam konferensi pers di Hotel Grand Nanggroe, Banda Aceh, Jumat (28/2/2014).

Kalau dilihat berdasarkan kabupaten/kota, sebutnya, penyelewengan anggaran paling tinggi terjadi di Aceh Utara dengan total dugaan penyimpangan mencapai Rp1,4 triliun dari 143 kasus. Disusul Aceh Timur dan Bireun masing-masing sebesar Rp132 miliar dari 82 dan 83 kasus, Simeulu Rp123 miliar dari 89 kasus, serta Aceh Tenggara senilai Rp113 miliar dengan 86 kasus.

Menurutnya, modus yang dilakukan pelaku untuk menyelewengkan anggaran tersebut dengan menyiasati perjalanan dinas atau perjalana fiktif, penerimaan dana hibah dan bantuan kepada pemerintah desa namun tidak dipertanggungjawabkan perimaannya. Selanjutnya penggelambungan biaya pengadaan alat-alat kesehatan, belanja sosial tak disampaikan kepada yang berhak, dan pemberian dana hibah yang terus-menerus kepada organisasi atau yayasan yang sama.

GeRAK mencatat dalam kurun 2010-2013 ada 11 organisasi dan yayasan yang menerima dana hibah dari Pemerintah Aceh secara terus-menerus. Kemudian ada 11 partai politik di parlemen Aceh yang menerima sumbangan dari APBD, tapi belum membuat laporan pertanggungjawaban. Selanjutnya realisasi belanja hibah kepada instansi vertikal belum dipertanggungjawabkan kepada Menteri Dalam Negeri dan Menteri Keuangan.

Uchok menambahkan, tingginya angka penyimpangan anggaran di Aceh juga dipengaruhi mahalnya biaya pribadi wakil rakyat yang dibebankan kepada keuangan daerah. Misalnya untuk premi asuransi bagi 69 Dewan Perwakilan Rakyat Aceh pada 2013 yang mencapai Rp3 miliar atau Rp44,8 juta per orang. Jumlah ini meningkat dari tahun sebelumnya yang hanya Rp2 miliar.

FITRA dan GeRAK Aceh meminta penegak hukum dapat mengusut tuntas temuan-temuan BPK tersebut, karena kalau tidak kasus-serupa akan terus bertambah. Ia menilai lemahnya penegakan hukum di Aceh selama ini karena lembaga vertikal seperti kepolisian dan kejaksaan sudah diperdaya dengan alokasi anggaran dari pemerintah daerah yang seharusnya tak boleh mereka terima.

“Lembaga-lembaga vertikal mendapat alokasi anggaran dari daerah, sehingga menghambat pemberantasan korupsi. Padahal, lembaga vertikal seperti kejaksaan, kepolisian tidak boleh menerima dana dari daerah karena sudah ada alokasi dari pusat,” ujar Askhalani, Koordinator GeRAK Aceh.
(ris)

1 komentar:

  1. Masukkan komentar Anda... Kabupaten Aceh Tenggara tahun 2009-2013 penyelewengan anggaran senilai Rp 113 Miliar dengan 86 kasus.

    Lari kemana kasusnya?...
    Dari 86 kasus, kok tidak ada satupun yang di proses hukum?...

    BalasHapus