Kamis, 02 Januari 2014

Polisi belum Minta Audit Dugaan Korupsi di Distan

Serambi Indonesia

Jumat, 3 Januari 2014 10:13 WIB

BANDA ACEH - Kepala Bidang (Kabid) Investigasi Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Aceh, Sudiro Ak CFE mengatakan, hingga kemarin Polresta Banda Aceh belum meminta Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) mengaudit kerugian negara dalam perkara dugaan korupsi proyek pengadaan 98 unit traktor untuk beberapa kabupaten/kota di Aceh 2013 oleh Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan (Distan) Aceh.
Sudiro menyampaikan hal ini ketika menjawab wartawan kemarin menanggapi pernyataan Kasat Reskrim Polresta, Kompol Erlin Tangjaya yang mengatakan kasus itu sedang dalam penyelidikan polisi, sedangkan jumlah kerugian negara masih menunggu hasil audit BPKP, seperti diberitakan sejumlah media massa, termasuk Serambi kemarin. “Pihak Polresta memang ada berkoordinasi dengan kami tentang penanganan perkara ini, tapi mereka belum menyurati kami untuk minta mengaudit investigasi maupun mengaudit penghitungan kerugian negara. Jika mereka sudah meminta audit, maka kami meminta mereka menggelar perkara ini di BPKP, sekaligus mereka menyerahkan dokumen terkait agar bisa kami audit,” kata Sudiro.
Ia tambahkan, penyidik polisi maupun jaksa tidak harus meminta mereka membantu audit investigasi ketika perkara sedang dalam proses penyelidikan, jika sanggup mereka lakukan sendiri. Tapi penyidik harus meminta pihak BPKP untuk mengaudit kerugian negara dalam perkara korupsi. Salah satu tujuannya adalah sebagai dasar menetapkan seseorang menjadi tersangka.
“Dalam mengaudit kerugian negara ini, kami juga menggunakan ahli di luar BPKP. Untuk proyek pengadaan traktor ini, misalnya, kami harus menggunakan ahli yang bisa menilai traktor itu sesuai spesifikasi atau tidak. Kerugian negara bisa terjadi, jika barang tersebut tidak sesuai spesifikasi atau di bawah spesifikasi yang telah ditetapkan dalam kontrak,” jelasnya.
Namun, ia ingatkan bahwa tidak sesuai spesifikasi dengan kontrak pertama bisa saja dianggap tak merugikan negara, asalkan ada contract change order (CCO) atau perubahan tawaran kontrak yang dituangkan dalam addendum (perubahan kontrak kerja).
Sedangkan harga perkiraan sendiri (HPS) dalam proyek ini yang disebut-sebut menggunakan HPS 2012, kata Sudiro, HPS lama itu masih bisa saja digunakan, jika masih sesuai dengan 2013.
“Tetapi jika tak sesuai lagi, maka dalam HPS itu tinggal ditambah saja persennya sesuai nilai inflasi pada tahun berjalan ini. Adapun dugaan kerugian negara seperti disebutkan GeRAK Aceh itu merupakan hitungan mereka sendiri. Misalnya, menghitung nilai kontrak Rp 33,9 miliar dikurangi dana yang habis untuk pengadaan itu, misalnya Rp 26,1 sehingga sisa ini yang dianggap kerugian negara. Tapi kalau kami kan tak bisa seperti itu langsung,” ujarnya.
Sebagaimana diberitakan Serambi kemarin, Distan Aceh diduga terjerat korupsi dengan indikasi kuat merugikan keuangan negara miliaran rupiah dalam proyek pengadaan 98 unit traktor karena barangnya diduga tak sesuai spesifikasi.
Menanggapi hal ini, Kadistan Aceh, Ir Razali Adami menegaskan, proses pengadaan 98 traktor itu sudah memenuhi ketentuan Perpres Nomor 70 Tahun 2012 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah, maupun ketentuan dari Balai Besar Pengujian Alat Mesin Pertanian Kementerian Pertanian yang mengatur tentang pengadaan alat mekanisasi pertanian.
Dalam pelaksanaan proyek APBA 2013 dengan pagu anggaran Rp 39,2 miliar itu, spesifikasi dimasukkan ke dalam persyaratan, mengacu pada enam merek dan jenis traktor yang lolos uji Balai Besar Pengujian Alat Mesin Pertanian Kementerian Pertanian, yakni Yanmar, Kubota, Iseki, MS, Ford, dan John Deere. (sal)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar