Jumat, 28 Maret 2014 09:31 WIB
SUBULUSSALAM – Sebesar Rp 14 miliar dana bantuan sosial (Bansos)
atau hibah yang masuk dalam Anggaran Pendapatan Belanja Kota (APBK)
Subulussalam tahun 2014 dipastikan tidak akan dicairkan. Pasalnya,
penganggaran dana Bansos tersebut tidak melalui prosedur sebagaimana
tercantum dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011 yang
diperbarui dengan Permendagri Nomor 39 Tahun 2011 tentang Pemberian
Bansos dan Hibah.
Informasi tidak akan dicairkannya dana Bansos dan hibah tersebut diperoleh Serambi dari Kepala Dinas Pendapatan Pengelolaan Kekayaan dan Keuangan Daerah (DPPKKD) Kota Subulussalam, Drs Salbunis, Kamis (27/3).
Menurut Salbunis sesuai Permendagri pengalokasian dana Bansos atau hibah harus melalui tahapan penganggaran yang diawali usulan. Dicontohkan, sebuah organisasi atau kelompok masyarakat harus mengusulkan dana terkait sebelum masuk dalam KUA PPAS. Lalu, wali kota akan mengarahkan usulan itu ke SKPK terkait untuk diverifikasi dan dievaluasi sehingga keluarlah rekomendasi layak atau tidaknya diberi bantuan.
Kemudian, dengan rekomendasi ini maka pemerintah memplot dana ke dalam KUA PPAS agar dapat masuk dalam RAPBK. Tetapi untuk dana hibah dan Bansos di Kota Subulussalam pada tahun 2014 tanpa melalui proses tersebut. Karenanya, Salbunis menyatakan tidak akan mau mengambil resiko dengan mencairkan dana terkait karena rawan berurusan dengan penegak hukum.
”Bukan hanya ditunda tapi untuk dana hibah dan Bansos tidak akan kami cairkan, sebab proses penganggarannya bermasalah. Kalau kami cairkan bisa-bisa bermasalah dengan penegak hukum. Kalaupun ada dicairkan mungkin hanya untuk lima organisasi yang diperbolehkan oleh Mendagri seperti KONI, PGRI, KNPI, Pramuka, dan PMI,” kata Salbunis.
Sedangkan menyangkut dana aspirasi anggota DPRK yang berada di dinas lain, Salbunis mengaku bahwa itu bukan dana hibah atau Bansos, melainkan program. Pun demikain ketika ditanyakan bukankah bertentangan juga jika dana aspirasi para wakil rakyat tersebut digunakan untuk kepentingan politik, Salbunis mengatakan tidak bisa berkomentar banyak.
Secara terpisah, aktivis Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Aceh Community Care (ACC) Naswardi menyorot penggunaan dana aspirasi para anggota DPRK Subulussalam tahun 2014 yang membengkak hingga Rp 2 miliar per orang. Ia menduga kenaikan dana aspirasi secara fantastis tersebut sebagai salah satu modus para elit politik yang duduk di parlemen Subulussalam untuk meraih suara menjelang pemilu 9 April mendatang.
Terhadap hal ini, Naswardi meminta aparat penegak hukum untuk mengevaluasi dan mengaudit program dana aspirasi anggota DPRK Subulussalam tersebut.
“Kami dapat informasi banyak program yang berasal dari dana aspirasi namun diberikan kepada kelompok tertentu dengan tujuan politik jelang pemilu. Ini jelas salah karena uang itu bukan orang pribadi atau kelompom tertentu tapi uang rakyat, harusnya semua rakyat bisa menikmati tanpa ada embel-embel. Jadi kami minta aparat penegak hukum untuk mengawasi dan mengaudit dana aspirasi anggota DPRK di Subulussalam,” pungkas Naswardi.(kh)
Informasi tidak akan dicairkannya dana Bansos dan hibah tersebut diperoleh Serambi dari Kepala Dinas Pendapatan Pengelolaan Kekayaan dan Keuangan Daerah (DPPKKD) Kota Subulussalam, Drs Salbunis, Kamis (27/3).
Menurut Salbunis sesuai Permendagri pengalokasian dana Bansos atau hibah harus melalui tahapan penganggaran yang diawali usulan. Dicontohkan, sebuah organisasi atau kelompok masyarakat harus mengusulkan dana terkait sebelum masuk dalam KUA PPAS. Lalu, wali kota akan mengarahkan usulan itu ke SKPK terkait untuk diverifikasi dan dievaluasi sehingga keluarlah rekomendasi layak atau tidaknya diberi bantuan.
Kemudian, dengan rekomendasi ini maka pemerintah memplot dana ke dalam KUA PPAS agar dapat masuk dalam RAPBK. Tetapi untuk dana hibah dan Bansos di Kota Subulussalam pada tahun 2014 tanpa melalui proses tersebut. Karenanya, Salbunis menyatakan tidak akan mau mengambil resiko dengan mencairkan dana terkait karena rawan berurusan dengan penegak hukum.
”Bukan hanya ditunda tapi untuk dana hibah dan Bansos tidak akan kami cairkan, sebab proses penganggarannya bermasalah. Kalau kami cairkan bisa-bisa bermasalah dengan penegak hukum. Kalaupun ada dicairkan mungkin hanya untuk lima organisasi yang diperbolehkan oleh Mendagri seperti KONI, PGRI, KNPI, Pramuka, dan PMI,” kata Salbunis.
Sedangkan menyangkut dana aspirasi anggota DPRK yang berada di dinas lain, Salbunis mengaku bahwa itu bukan dana hibah atau Bansos, melainkan program. Pun demikain ketika ditanyakan bukankah bertentangan juga jika dana aspirasi para wakil rakyat tersebut digunakan untuk kepentingan politik, Salbunis mengatakan tidak bisa berkomentar banyak.
Secara terpisah, aktivis Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Aceh Community Care (ACC) Naswardi menyorot penggunaan dana aspirasi para anggota DPRK Subulussalam tahun 2014 yang membengkak hingga Rp 2 miliar per orang. Ia menduga kenaikan dana aspirasi secara fantastis tersebut sebagai salah satu modus para elit politik yang duduk di parlemen Subulussalam untuk meraih suara menjelang pemilu 9 April mendatang.
Terhadap hal ini, Naswardi meminta aparat penegak hukum untuk mengevaluasi dan mengaudit program dana aspirasi anggota DPRK Subulussalam tersebut.
“Kami dapat informasi banyak program yang berasal dari dana aspirasi namun diberikan kepada kelompok tertentu dengan tujuan politik jelang pemilu. Ini jelas salah karena uang itu bukan orang pribadi atau kelompom tertentu tapi uang rakyat, harusnya semua rakyat bisa menikmati tanpa ada embel-embel. Jadi kami minta aparat penegak hukum untuk mengawasi dan mengaudit dana aspirasi anggota DPRK di Subulussalam,” pungkas Naswardi.(kh)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar