Selasa, 29 Januari 2013

Mantan Humas Kejati Disebut Terima Fee

Serambi Indonesia

Rabu, 12 Desember 2012 10:12 WIB
 


* Terungkap dalam Sidang Zul Namploh
* Dibantah Konsultan Pengawas


BANDA ACEH - Kamal Farza SH, pengacara Sekretaris Dinas Pendidikan (Sekdisdik) Aceh, Zulkifli Saidi alias Zul Namploh (50) mempertanyakan kebenaran laporan yang menyebutkan mantan Kasi Penkum/Humas Kejati Aceh, Ali Rasab Lubis SH menerima fee Rp 60 juta dari Kuasa Direktur CV Devela Industri, Wardi B selaku konsultan pengawas proyek pembangunan 10 rumah guru terpencil di Aceh Selatan. Namun, Wardi membantah perihal ini.

Kamal mempertanyakan hal itu saat sesi akhir pemeriksaan saksi Wardi B dalam sidang lanjutan di Pengadilan Negeri (PN) Tipikor Banda Aceh, Selasa (11/12) atas perkara dugaan korupsi pembangunan rumah guru terpencil di 17 kabupaten/kota di Aceh pada 2009.

Terdakwa I perkara ini Sekdisdik Aceh Zul Namploh selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dan terdakwa II Ir Syahrul Amri (56) selaku Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK).

“Pernahkan saksi membuat surat pernyataan di atas materai bahwa mendapatkan proyek ini di Aceh Selatan bukan dari PPTK dan KPA, melainkan dari Kasi Humas Kejati Aceh Ali Rasab Lubis. Kemudian saudara bersama Direktur CV Devela Industri T Saudi menyerahkan fee kepada Ali Rasab Rp 60 juta,” tanya Kamal.

Wardi terlihat sempat berpikir sejenak, kurang jelas dan berbelit menjawab pertanyaan ini, tetapi intinya membantah. Kemudian ia mengatakan hanya menyerahkan Rp 90 juta kepada T Saudi sebagai Direktur CV Devela Industri selaku perusahaan pemenang proyek itu. Kamal yang ingin mempertegas hal ini diminta oleh hakim Ketua Taswir MH tak mempertanyakan hal itu lagi. “Yang penting tadi, saudara saksi sudah mengakui surat pernyataannya,” tegas Taswir, sambil mempersilakan Kamal mempertanyakan hal lain.

Kemudian Kamal tak bertanya lagi karena sebelumnya pengacara Zul Namploh bernama Ahmad Benyamin SH juga sudah bertanya. Giliran pengacara Ir Syahrul bernama Basrun Yusuf SH dan Syamsul Rizal SH bertanya, Basrun mempertegas apakah saat menyerahkan dokumen pembangunan 10 rumah itu ke PPTK, saksi Wardi menyerahkan data riil bahwa rumah guru di Aceh Selatan belum rampung? bahkan ada satu tak dibangun sama sekali atau menyerahkan progres seakan pembangunan itu sudah rampung 100 persen, termasuk dibuktikan tanda tangan panitia pemeriksa barang atau diistilahkan provisional hand over (PHO).

Terhadap pertanyaan ini, Wardi yang sebelumnya mengatakan pengajuan dokumen 100 persen ini disuruh PPTK karena sudah akhir 2009 agar dana bisa cair semua, mulai memberi keterangan berbeda dengan sebelumnya. Ia mengatakan, dirinya yang mengajukan progress 100 persen agar dana cair semua, padahal pembangunan rumah baru sekitar 80 persen.

“Ya, saya membayar panitia PHO Rp 2 juta. Katanya untuk uang administrasi, tidak hanya saya, semua rekanan membayar Rp 2 juta untuk administrasi ini,” jelas Wardi.

Hakim Taswir didampingi hakim anggota, Abu Hanifah MH dan Syaiful SH mempersilakan terdakwa Zul menanggapi keterangan saksi Wardi. Ia hanya mempertegas kenal dengan Wardi setelah adanya temuan Inspektorat Aceh bahwa proyek itu bermasalah.

Sedangkan kewenangan KPA menandatangani surat perintah membayar (SPM) karena syarat pengamprahan 100 persen sudah lengkap, seperti sudah ada tandatangan panitia pemeriksa barang. Begitu juga Syahrul menandatangani progress proyek itu sudah rampung 100 persen karena sudah ada tanda tangan panitia berwenang lainnya, seperti Konsultan Pengawas dan Panitia PHO.

Sidang dimulai sekitar pukul 10.30 WIB, hingga malam tadi masih berlangsung. Jaksa Helmi dan Mairia Evita Ayu kemarin menyiapkan 23 saksi, termasuk mantan Kadisdik Aceh Mohd Ilyas. Sedangkan malam tadi, informasinya mantan Kadisdik Aceh Bakhtiar Ishak sedang diperiksa.

Proyek APBA 2009 dengan pagu Rp 20 miliar lebih ini terjadi kerugian negara hampir Rp 1,5 miliar sesuai surat Inspektur Aceh, 12 September 2012. Nilai kontrak untuk satu rumah antara Rp 70-90 Juta. (sal)

Editor : bakri

Tidak ada komentar:

Posting Komentar