Selasa, 29 Januari 2013

Ahli: Pemeriksa Barang Harus Bertanggungjawab

Serambi Indonesia

Rabu, 23 Januari 2013 13:55 WIB
* Sidang Lanjutan Zul Namploh

BANDA ACEH - Ahli hukum pidana, Dr Chairul Huda SH MH mengatakan perkara korupsi tidak boleh hanya meminta pertanggungjawaban hukum kepada seseorang saja, padahal perbuatan patut diduga dilakukan bersama. Karena itu, ia menilai prematur tuntutan atau putusan nanti, jika hanya terhadap satu atau dua terdakwa, padahal perbuatan korupsi dilakukan bersama-sama.

Chairul menyampaikan hal itu ketika menjadi ahli yang dihadirkan pengacara Sekdisdik Aceh, Zulkifli Saidi alias Zul Namploh (50) pada sidang lanjutan di Pengadilan Negeri (PN)/Tipikor Banda Aceh, Selasa (22/1). Sedangkan keterangan tersebut ketika menjawab pertanyaan pengacara Zulkifli bernama Ahmad Benyamin SH.

Didampingi rekannya Kamal Farza SH, Ahmad menanyakan hal itu untuk mengaitkan dengan perkara dugaan korupsi proyek pembangunan rumah dinas guru terpencil di 18 kabupaten/kota di Aceh. Pasalnya, jaksa hanya menghadirkan kliennya sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sebagai terdakwa I dan Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK), Ir Ir Syahrul Amri (56) sebagai terdakwa II, padahal pengacara menilai kontraktor, konsultan pengawas, dan panitia pemeriksa barang yang memanipulasi data, tanpa diketahui KPA dan PPTK.

“Pertanggungjawaban terhadap dugaan korupsi harus dimulai dari hulu hingga ke hilir. Tidak boleh dugaan perbuatan dilakukan dari hulu, misalnya oleh kontraktor, konsultan pengawas, dan panitia pemeriksa barang, tetapi hanya diminta pertanggungjawaban kepada atasannya. Penyalahgunaan kewenangan oleh masing-masing ini sehingga menyebabkan kerugian negara harus dipertanggungjawabkan oleh semuanya,” kata Chairul.

Dosen Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) ini juga menyebutkan penyalahgunaan kewenangan atau kelalaian juga dibagi dua, yaitu disengaja atau tidak, sehingga menimbulkan kerugian negara. Disengaja, misalnya seseorang sudah mengetahui perbuatan itu dapat menimbulkan kerugian negara, tetapi tetap dilaksanakan atau tidak dicegah.

“Itu harus dipertanggungjawabkan sebagai perbuatan korupsi. Tetapi ada kelalaian merugikan negara, tetapi tidak disengaja. Misalnya, hakim dalam menggunakan mobil dinas lupa mencabut kunci sehingga mobil dicuri. Itu harus dipertanggungjawabkan karena kelalaiannya, tetapi bukan karena kelalaian disengaja sehingga menimbulkan kerugian negara atau korupsi yang harus dipertanggungjawabkan,” jelas Chairul.

Selanjutnya, giliran Jaksa Penuntut Umum (JPU) bertanya. Jaksa juga harus bertanya tentang pendapat ahli, tidak boleh bertanya pendapat ahli terhadap kasus sedang disidangkan. Karena itu, JPU Helmi Aziz SH dalam pertanyaannya juga mengilustrasikan ketika pekerjaan baru selesai 70 persen, tetapi sudah dibayar 100 persen karena perbuatan manipulasi dokumen oleh pemangku kekuasaan sehingga negara dirugikan, apakah dapat dikatakan korupsi?

“Ya, pada saat itu terjadi korupsi. Tetapi jika bangunan belum rampung dan dana tidak dicairkan 100 persen, maka tak terjadi korupsi. Tetapi rekanan telah melakukan wanprestasi atau ingkar janji yang bisa dipersoalkan secara perdata,” sebutnya. 

Terdakwa II, Ir Syahrul Amri didampingi pengacaranya Basrun SH dan Samsul Bahri SH juga menghadirkan ahli kontrak dan pengadaan barang, Razali ST. Majelis hakim diketuai Taswir MH dibantu hakim anggota Abu Hanifah MH dan Syaiful SH memutuskan sidang lanjutan dengan agenda pemeriksaan terdakwa, Selasa (29/1).(sal)

Editor : bakri

Tidak ada komentar:

Posting Komentar