Rabu, 30 Januari 2013 10:54 WIB
* Syahrul Amri 7,5 Tahun
BANDA ACEH - Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Aceh dan Kejari Banda Aceh menuntut Sekretaris Dinas Pendidikan (Sekdisdik) Aceh, Zulkifli Saidi alias Zul Namploh (50) delapan tahun penjara, denda Rp 500 juta atau bisa diganti kurungan tambahan (subsider) tiga bulan kurungan. Selain itu, dibebankan membayar uang pengganti sesuai sisa jumlah kerugian negara, yaitu Rp 1 miliar lebih.
JPU dalam tuntutannya pada sidang lanjutan di Pengadilan Negeri (PN)/Tipikor Banda Aceh, Selasa (29/1), menilai terdakwa I Zul, selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dalam proyek pembangunan rumah dinas guru terpencil di 18 kabupaten/kota di Aceh terlibat korupsi dalam proyek tersebut. Begitu juga terdakwa II, Ir Syahrul Amri (56) selaku Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) dalam proyek itu.
Namun, tuntutan terhadap Syahrul lebih rendah, yakni 7,5 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider tiga bulan kurungan, tanpa dituntut membayar uang pengganti. Awalnya, JPU Helmi Aziz SH, Iqbal SH, dan Endy SH membacakan requistor tuntutan ratusan halaman itu secara bergiliran.
Intinya, fakta hukum terungkap, kedua terdakwa sesuai peran masing-masing mengetahui bahwa proyek itu hampir di semua kabupaten/kota belum rampung 100 persen. Namun, keduanya menyetujui berita acara pemeriksaan barang yang sebetulnya tidak diperiksa panitia, melainkan para kontraktor/konsultan pengawas selaku rekanan hanya menyerahkan dokumen seakan-akan pembangunan itu sudah sepenuhnya rampung.
Terdakwa Zul selaku KPA juga menandatangani surat perintah membayar (SPM), sehingga proyek itu terbayar 100 persen, padahal belum rampung.
Bahkan enam rumah, yaitu tiga di Singkil dan masing-masing satu rumah di Aceh Barat, Aceh Selatan, dan Simeulue tidak dibangun sama sekali. Total kerugian proyek APBA 2009 dengan pagu Rp 20 miliar lebih ini hampir Rp 1,5 miliar. Hal ini sesuai surat Inspektur Aceh 12 September 2012, namun jaksa telah menyita kerugian negara dari rekanan Rp 356.537.700, termasuk pengembalian kerugian dari rumah tak dibangun di empat kabupaten itu.
Adapun kontraktor, konsultan pengawas, dan panitia pemeriksa barang belum dijadikan terdakwa. Helmi justru mengutip keterangan ahli hukum pidana yang dihadirkan pengacara terdakwa, yaitu Dr Chairul Huda SH MH. Menurutnya, kerugian negara tak terjadi jika tidak ada pembayaran 100 persen.
Kedua terdakwa tampak tersentak mendengar tuntutan jaksa, terutama Zul Namploh, karena selain dituntut delapan tahun juga dituntut membayar sisa kerugian negara Rp 1 miliar lebih. Jika tidak membayar apabila putusan sudah berkekuatan hukum tetap, maka harta bendanya akan disita untuk dilelang sesuai jumlah itu. Bahkan, apabila tak cukup, Zul harus menjalani penjara tambahan empat tahun lagi.
Sidang tersebut dimulai sekitar pukul 12.00 WIB, berlangsung kira-kira 90 menit. Majelis hakim diketuai Taswir MH yang dibantu hakim anggota Abu Hanifah MH dan Syaiful SH memutuskan sidang lanjutan pada Rabu (6/2) dengan agenda pembelaan (pleidoi) terdakwa dan pengacara masing-masing.(sal)
BANDA ACEH - Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Aceh dan Kejari Banda Aceh menuntut Sekretaris Dinas Pendidikan (Sekdisdik) Aceh, Zulkifli Saidi alias Zul Namploh (50) delapan tahun penjara, denda Rp 500 juta atau bisa diganti kurungan tambahan (subsider) tiga bulan kurungan. Selain itu, dibebankan membayar uang pengganti sesuai sisa jumlah kerugian negara, yaitu Rp 1 miliar lebih.
JPU dalam tuntutannya pada sidang lanjutan di Pengadilan Negeri (PN)/Tipikor Banda Aceh, Selasa (29/1), menilai terdakwa I Zul, selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dalam proyek pembangunan rumah dinas guru terpencil di 18 kabupaten/kota di Aceh terlibat korupsi dalam proyek tersebut. Begitu juga terdakwa II, Ir Syahrul Amri (56) selaku Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) dalam proyek itu.
Namun, tuntutan terhadap Syahrul lebih rendah, yakni 7,5 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider tiga bulan kurungan, tanpa dituntut membayar uang pengganti. Awalnya, JPU Helmi Aziz SH, Iqbal SH, dan Endy SH membacakan requistor tuntutan ratusan halaman itu secara bergiliran.
Intinya, fakta hukum terungkap, kedua terdakwa sesuai peran masing-masing mengetahui bahwa proyek itu hampir di semua kabupaten/kota belum rampung 100 persen. Namun, keduanya menyetujui berita acara pemeriksaan barang yang sebetulnya tidak diperiksa panitia, melainkan para kontraktor/konsultan pengawas selaku rekanan hanya menyerahkan dokumen seakan-akan pembangunan itu sudah sepenuhnya rampung.
Terdakwa Zul selaku KPA juga menandatangani surat perintah membayar (SPM), sehingga proyek itu terbayar 100 persen, padahal belum rampung.
Bahkan enam rumah, yaitu tiga di Singkil dan masing-masing satu rumah di Aceh Barat, Aceh Selatan, dan Simeulue tidak dibangun sama sekali. Total kerugian proyek APBA 2009 dengan pagu Rp 20 miliar lebih ini hampir Rp 1,5 miliar. Hal ini sesuai surat Inspektur Aceh 12 September 2012, namun jaksa telah menyita kerugian negara dari rekanan Rp 356.537.700, termasuk pengembalian kerugian dari rumah tak dibangun di empat kabupaten itu.
Adapun kontraktor, konsultan pengawas, dan panitia pemeriksa barang belum dijadikan terdakwa. Helmi justru mengutip keterangan ahli hukum pidana yang dihadirkan pengacara terdakwa, yaitu Dr Chairul Huda SH MH. Menurutnya, kerugian negara tak terjadi jika tidak ada pembayaran 100 persen.
Kedua terdakwa tampak tersentak mendengar tuntutan jaksa, terutama Zul Namploh, karena selain dituntut delapan tahun juga dituntut membayar sisa kerugian negara Rp 1 miliar lebih. Jika tidak membayar apabila putusan sudah berkekuatan hukum tetap, maka harta bendanya akan disita untuk dilelang sesuai jumlah itu. Bahkan, apabila tak cukup, Zul harus menjalani penjara tambahan empat tahun lagi.
Sidang tersebut dimulai sekitar pukul 12.00 WIB, berlangsung kira-kira 90 menit. Majelis hakim diketuai Taswir MH yang dibantu hakim anggota Abu Hanifah MH dan Syaiful SH memutuskan sidang lanjutan pada Rabu (6/2) dengan agenda pembelaan (pleidoi) terdakwa dan pengacara masing-masing.(sal)
Editor : bakri
Tidak ada komentar:
Posting Komentar