Selasa, 29 Januari 2013

Kejari Lhokseumawe Tetapkan Dua Tersangka Baru Kasus Dugaan Korupsi Alat Kesehatan

LHOKSEUMAWE – Kejaksaan Negeri Lhokseumawe secara resmi menetapkan dua tersangka baru pada kasus dugaan korupsi pengadaan alat kesehatan di Dinas Kesehatan Lhokseumawe, Jumat, 11 Januari 2013.

Kedua tersangka tersebut yaitu Kuasa Bendahara Umum Daerah (BUD) Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPKAD) Lhokseumawe tahun 2011 Helma Faidar, dan Direktur Utama PT Kana Farma Indonesia Husaini Setiawan, selaku pelaksana proyek.

Kepala Kejaksaan Negeri Lhokseumawe, Royani, kepada ATJEHPOSTcom mengatakan, penetapan kedua nama tersebut berdasarkan pengembangan dari keterangan sejumlah saksi. Selain itu juga berdasarkan pemeriksaan dokumen barang bukti yang dilakukan oleh Jaksa Penyidik dan Jaksa Peneliti (P16).
Hasil penelusuran administrasi yang dilakukan katanya, indikasi korupsi pengadaan alat kesehatan tersebut tidak terlepas dari peranan kuasa BUD.

“Setelah kita pelajari, kita kumpulkan barang bukti dan sejumlah keterangan dari para saksi-saksi yaitu mulai distributor dan beberapa orang lainnya, secara resmi hari ini kita menetapkan kedua nama tersebut sebagai tersangka baru pada kasus korupsi pengadaan alat kesehatan Kota Lhokseumawe, setelah sebelumnya masih diperiksa sebagai saksi,” kata Royani.

Dengan munculnya dua nama tersangka baru itu, kata Royani, Kejaksaan Negeri Lhokseumawe secara resmi telah menetapkan tiga tersangka pada kasus dugaan korupsi pengadaan alat kesehatan Kota Lhokseumawe, setelah sebelumnya hanya menetapkan Kepala Dinas Kesehatan, Sarjani Yunus.

Menurutnya ketiga tersangka tersebut, memiliki kaitan satu sama lain untuk melakukan proses pencairan dana pelaksanaan pengadaan alat kesehatan sebesar Rp 4,8 miliar.

“Setelah kami lakukan pengembangan penyidikan, pihak rekanan PT. Kana Farma Indonesia layak dimintakan keterangan karena pencairan pada saat itu sudah seratus persen dilakukan, sementara prestasi pekerja belum mencapai. 

Dan dalam persetujuan pencairannya itu disetujui oleh Kuasa BUD. Sehingga kuasa BUD saat itu menandatangani SP2D (Surat Perintah Pencairan Dana) yang belum memiliki kelengkapan administrasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yaitu belum ada berita acara pemeriksaan barang dan penerimaan barang pada saat itu,” ujarnya.[] (ihn)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar