Selasa, 05 Februari 2013

Mantan Bupati Disebut Perintahkan Cairkan Dana

Serambi Indonesia

Rabu, 23 Januari 2013 10:28 WIB

* Proyek belum Rampung
230113_7.jpg
Mantan Bupati Aceh Barat Daya, Akmal Ibrahim hadir sebagai saksi kasus dugaan korupsi proyek pembangunan saluran pembuang dan pengeringan rawa dalam sidang di Pengadilan Negeri/Tipikor, Banda Aceh, Selasa (22/1). SERAMBI/M ANSHAR


BANDA ACEH - Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN)/Tipikor Banda Aceh, Selasa (22/1), menggelar sidang lanjutan dugaan korupsi proyek pembangunan saluran pembuang dan pengeringan rawa areal perkebunan rakyat di Kecamatan Babahrot dan Kecamatan Kuala Batee, Abdya pada tahun 2007.

Mukhlis Mukhtar, pengacara terdakwa Ir Said Wazir (60) dan Ir Musyawir (48) mempertanyakan kepada mantan bupati Abdya, Akmal Ibrahim (saksi) tentang kebenaran keterangan Sekda Abdya ketika itu, M Nafis Manaf bahwa Akmal yang memerintahkan Sekda mencairkan uang muka 20 persen, yaitu Rp 800 juta kepada rekanan PT Harris Makmur Sejati (HMS), padahal proyek tahap pertama belum rampung.

Mukhlis membacakan isi BAP M Nafis. Intinya ia menyebutkan pencairan dana itu atas perintah Bupati Akmal, padahal PT HMS belum memenuhi syarat. “Ketika itu bupati mengatakan cairkan saja. Saya kan bupati, saya yang bertanggung jawab,” kata Mukhlis mengutip isi BAP itu. Kemudian hakim Ketua Taswir MH mempersilakan Akmal menjawab hal tersebut. “Itu terlalu mengada-ngada,” jawab Akmal.

Sebelumnya, hakim lebih banyak mempertanyakan kepada Akmal tentang alasan kenapa PT HMS bisa menjadi rekanan tanpa proses lelang, padahal nilai kontrak proyek ini Rp 4 miliar sehingga harus dilelang sesuai Keppres Nomor 80 tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa.

Bahkan, kalau pun tidak dilelang, PT HMS itu tidak bisa menjalankan proyek dimaksud karena semua dokumen diajukan Presiden Direktur itu, Rafli Harris (berkas terpisah) sudah habis masa berlaku, yaitu dokumen domisili perusahaan, sertifikat badan usaha jasa pelaksana konstruksi, tanda anggota Gapensi, izin usaha jasa konstruksi nasional, dan sertifikat Kadin.

Akmal mengatakan tidak mengetahui tentang dokumen itu. “Saya hanya memerintahkan perusahaan menjalankan ini adalah perusahaan yang bonafit, memiliki semua alat-alat berat untuk pengerjaan. Persoalan tidak ditender, ini proyek swakelola melalui Dinas PU,” jelas Akmal. (sal)

Kerugian Sudah Dikembalikan

DITANYA hakim tentang kerugian negara dalam proyek ini, Akmal berpendapat meski PT HMS sudah menarik uang tahap pertama Rp 800 juta (20 persen) dan volume pekerjaan belum tercapai sesuai jumlah uang itu dan PT HMS menghilang, tetapi kerugian negara tak ada lagi karena telah dikembalikan. Adapun bangunan tersebut sudah rampung dibangun kembali oleh kelompok tani (seuneubok).

Sedangkan JPU Kejari Blangpidie, Adenan Sitepu SH dan Rahmad SH dalam dakwaan pada sidang pertama menyebutkan kerugian dalam proyek ini Rp 457.631.491. Hal ini sesuai audit Inspektur Aceh, 19 Juli 2012. Usai pemeriksaan Akmal, majelis hakim memeriksa mantan Wakil Bupati Abdya, Syamsul Rizal. 
 
Terdakwa I dalam perkara ini adalah Ir Said Wazir, ketika proyek ini pada 2007, ia menjabat Kepala Dinas Pekerjaan Umum (PU) Abdya sehingga menjadi pengguna anggaran (PA). Sedangkan terdakwa II, Ir Musyawir selaku pejabat pelaksana teknis kegiatan (PPTK). Majelis hakim memutuskan sidang lanjutan dengan agenda pemeriksaan terdakwa, Selasa (29/1). (sal)

Editor : bakri


Tidak ada komentar:

Posting Komentar