Rabu, 20 Maret 2013

Kepala Sekolah Main Proyek, Pendidikan Jeblok



Serambi Indonesia

  
Selasa, 26 Februari 2013 14:15 WIB
 
Laporan Dede Rosadi | Aceh Singkil

SERAMBINEWS.COM, SINGKIL - Kepala sekolah di Aceh Singkil, disinyalir terlalu sibuk main proyek, hingga melupakan tanggungjawab utamanya sebagai pendidik. Kondisi itu terjadi lantaran, sesui petunjuk teknis (Juknis) pembangun di sekolah dikelola kepala sekolah. Penambahan beban kepala sekolah itulah, disinyalir menjadi pemicu jebloknya mutu pendidikan di daerah ini.

"Melihat kondisi di lapangan, sesuai Juknis  pembangunan di sekolah diserahkan kepada kepala sekolah. Ini saya lihat menjadi faktor membuat pendidikan jatuh. Dia sudah harus mendidik, bebanya ditambah harus jadi kontraktor. Sibuk mengurus peroyek lupa tugasnya mendidik," kata Bupati Aceh Singkil, Safriadi, saat membuka seminar peta mutu pendidikan berdasarkan evaluasi diri sekolah, Selasa (26/2/2013) di gedung Pemuda Pasar Singkil.

Bupati menyarankan, urusan proyek sekolah dikerjakan komite sekolah. Sementara kepala sekolah fokus pada pendidikan. Penghasilan guru sebutnya, sudah sangat besar dari gaji plus insentif, tidak perlu lagi main peroyek. "Celakanya proyek itu dikerjakan sama guru, karena menyalahi aturan sibuk berurusan dengan penegak hukum hingga datang mengadu ke pendapa," katanya.

"Ini sudah tidak benar lagi, saya mohon kepada bapak dari provinsi tolong sampaikan pada Pak Gubernur, juknis diubah. Proyek di sekolah tidak usah diurus oleh kepala sekolah lagi, mereka fokus mengajar saja," ujar Safriadi dalam seminar yang didukung Support for Education Sector Development in Aceh (SEDIA) Asutralian Aid.

Editor : arif

Mantan Kadis PU Abdya Divonis 2,5 Tahun

Serambi Indonesia
 
Sabtu, 16 Maret 2013 11:51 WIB
 

 
* PPTK Dua Tahun

BANDA ACEH - Mantan Kadis Pekerjaan Umum (PU) Abdya, Ir Said Wazir (60) dihukum 2,5 tahun penjara, denda Rp 50 juta atau bisa diganti kurungan tambahan (subsider) tiga bulan kurungan. Karena kelalaiannya, ia selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) terbukti terlibat penyimpangan dalam proyek pembangunan saluran pembuang dan pengeringan rawa areal perkebunan rakyat di Abdya, Blangpidie pada 2007.

Sedangkan Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) dalam proyek ini, Ir Musyawir (48) dihukum dua tahun penjara, denda Rp 50 juta subsider tiga bulan kurungan. Kedua terdakwa tak diperintahkan ditahan karena putusan ini belum berkekuatan hukum tetap. Artinya terdakwa dan jaksa masih berkesempatan banding ke Pengadilan Tinggi Tipikor Banda Aceh.

Putusan majelis hakim Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (PN/Tipikor) Banda Aceh, Rabu (13/3), sama dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Abdya pada sidang sebelumnya, kecuali denda, ketika itu jaksa menuntut masing-masing membayar Rp 50 juta subsider enam bulan kurungan.

Hakim Ketua, Taswir MH dibantu hakim anggota Abu Hanifah MH dan Hamidi Djamil SH secara bergiliran membacakan amar putusan. Intinya, karena peranan masing-masing terdakwa sehingga PT Harris Makmur Sejati (HMS) selaku rekanan dalam proyek itu bisa menerima uang muka 20 persen, yaitu Rp 800 juta. Padahal tahap pertama proyek di Kecamatan Babahrot dan Kecamatan Kuala Batee ini belum rampung, bahkan pihak PT HMS menghilang.

Namun, belakangan kerugian negara itu sudah dikembalikan, meski tidak langsung oleh rekanan tersebut. Sedangkan bangunan dimaksud sudah rampung dikerjakan kelompok tani. Meski begitu, kedua terdakwa terbukti dalam dakwaan subsider melanggar Pasal 3 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

“Sesuai UU, atas putusan ini kedua terdakwa dan jaksa diberi waktu tujuh hari untuk pikir-pikir, apakah menerima atau menolak putusan ini dengan mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Tindak Pidana Korupsi (PT/Tipikor) Banda Aceh,” kata hakim Ketua Taswir MH. Kedua terdakwa dan pengacaranya Mukhlis Mukhtar SH cs menyatakan pikir-pikir terhadap putusan ini. Begitu juga JPU dari Kejari Abdya. (sal)

Editor : hasyim

Kejati Tahan Enam Tersangka Proyek Irigasi

 
Serambi Indonesia 
 Sabtu, 16 Maret 2013 12:06 WIB
 
JEURAM - Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh sejak Rabu (13/3) sore lalu resmi menahan enam tersangka yang diduga terlibat dalam kasus proyek pembangunan saluran irigasi di Desa Cot Gud, Kecamatan Seunagan Timur, Kabupaten Nagan Raya, di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Meulaboh, Kabupaten Aceh Barat.

Informasi yang diterima Serambi menyebutkan, enam tersangka yang kini mendekam di Lapas Meulaboh itu masing-masing Rio Nanda Putra, Samsuar, Hasbi S, Teuku Mursalim, Iwan Saputra dan Ramli Ishak.

Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) Suka Makmue, Kabupaten Nagan Raya, Munaji SH melalui Kasi Pidsus Beni SH yang dikonfirmasi Serambi, Kamis (14/3) membenarkan pihaknya telah menahan enam tersangka di Lapas Meulaboh, setelah sebelumnya kasus itu diselidiki Polda Aceh dan dilimpahkan ke Kejati guna dilakukan proses hukum. “Enam tersangka ini ditahan setelah berkasnya dinyatakan P-21 oleh Kejati Aceh,” jelas Beni.

Ditanya lebih lanjut kasus yang menjerat enam tersangka itu, Kasi Pidsus Beni SH terkesan enggan menjelaskan dengan alasan berkasnya belum semua dibuka. Saat ditanyai apa saja yang menjadi bukti dalam kasus yang sudah dilimpahkan ke Kejari Suka Makmue itu, Beni juga mengaku tak bisa menjelaskannya karena sangat banyak. Ia berjanji akan memberitahukannya nanti.

Sedangkan Kejari Suka Makmue Munaji SH yang dikonfirmasi Serambi via telepon selular membenarkan sudah melakukan penahanan terhadap enam orang tersangka terkait proyek irigasi, setelah kasus itu ditangani Polda Aceh dan dilimpahkan ke Kejati Aceh di Banda Aceh dan kemudian dilimpahkan kasusnya ke Kejari di Nagan Raya.

“Saya masih pendidikan di Jakarta, untuk lebih jelasnya tanyakan saja kepada Kasi Pidsus,” katanya Kajari.(edi)

Bernilai Rp 7 Miliar


SEPERTI diberitakan Serambi pada edisi Minggu, 11 Desember 2011, proyek saluran irigasi di Desa Cot Gud, Kecamatan Seunagan Timur, Kabupaten Nagan Raya senilai Rp 7 miliar yang dialokasikan dalam APBA Tahun 2011, tak bisa difungsikan. Proyek yang dikerjakan oleh rekanan itu tak mampu mengalirkan air ke areal persawahan masyarakat di wilayah itu.

Anggota DPRA asal Nagan Raya, Muhammad Alfatah SAg kepada Serambi, Kamis (8/12/2011) mengatakan, proyek yang terdiri dari tiga item pekerjaan masing-masing peningkatan free intake lueng III, proyek pengaman tebing/tanggul, serta peningkatan saluran yang bernilai Rp 7 miliar itu sama sekali tak bisa digunakan oleh masyarakat untuk mengalirkan air.

Pasalnya, kata Alfatah, selain tak tak adanya pintu air, juga saluran untuk menampung air tak berfungsi baik sehingga air tak berjalan secara optimal.

“Kita sangat menyayangkan mengapa hal ini bisa terjadi, padahal anggaran yang dikucurkan senilaiRp 7 miliar itu benar-benar diharapkan bermanfaat bagi masyarakat. Akan tetapi bangunan ini malah tak bisa digunakan selayaknya,” kata Alfatah didampingi anggota DPRA lainnya, Iskandar Daud, Moharriadi, serta Tgk Ali Murtala.

Pihaknya DPRA, kata Alfatah  akan meminta supaya proyek irigasi di Desa Cot Gud, itu diperbaiki kembali agar bisa difungsikan. Karena saluran irigasi itu sangat dibutuhkan petani di Nagan Raya.(edi)

tersangka ditahan

* Rio Nanda Putra * Samsuar * Hasbi S  * Teuku Mursalim * Iwan Saputra  * Ramli Ishak

Editor : hasyim

Mantan Pejabat Bank Aceh Menangis di PN

 Serambi Indonesia

Selasa, 26 Februari 2013 14:11 WIB

260213_17.jpg
SERAMBI/JAFARUDDIN
TERDAKWA Effendi Baharuddin mendengar materi pembelaan yang disampaikan pengacaranya dalam sidang di Pengadilan Negeri Lhokseumawe, Senin (25/2).
                                                                    LHOKSEUMAWE - Mantan Kabag Kredit Bank Aceh Cabang Lhokseumawe, Asnawi Abdullah menangis terisak-isak saat menyampaikan pembelaan dalam kasus kredit macet Rp 1,5 miliar pada bank itu yang menyeret dirinya sebagai terdakwa dalam sidang lanjutan di Pengadilan Negeri (PN) Lhokseumawe, Senin (25/2).

Mendengar terdakwa menangis, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Syahril SH, majelis hakim serta pengacara terdakwa lebih banyak menunduk. Bahkan Hj Tarwiyah, istri Asnawi juga ikut menangis. Sidang itu dipimpin Zulfikar SH didampingi dua hakim anggota M Jamil SH dan Nazir SH. Dalam kasus itu juga menyeret Effendi Baharuddin mantan pimpinan bank itu sebagai terdakwa. Kedua terdakwa didampingi pengacara masing-masing.

Usai membuka sidang, hakim mempersilakan Asnawi membaca pembelaan. Saat menyampaikan materi pembelaan, ia tiga kali mengucapkan sumpah demi Allah bahwa dirinya tak pernah menerima kredit Rp 1,5 miliar yang kini sedang disidangkan. Tapi, menurutnya, yang mengambil uang itu adalah Effendi yang diserahkan kepada Taufik (kontraktor di Aceh Utara).

“Jika saya berbohong di depan hakim, saya dan keturunan saya dapat dilaknat Allah Subhanahu Wataala sepanjang hidupnya, dan jangan diterima saya sebagai penghuni syurga untuk selama-lamanya,” tutur Asnawi sambi menangis terisak-isak.

Asnawi juga mengungkapkan, dirinya adalah korban atas kasus kredit Rp 1,5 miliar. “Untuk menutupi bobol kas, saya diminta mencari debitur oleh pimpinan, sehingga saya meminta istri saya meneken pinjaman kredit Rp 1,5 miliar itu, tapi saya tak menerima dana itu,” katanya.

Sementara T Fakhrial Dani minta majelis hakim membebaskan kliennya Effendi dari segala tuntutan hukum, sebab yang bertanggung jawab dalam soal kredit itu adalah wakil pimpinan, kabag kredit dan account officer. Usai mendengar materi pembelaan, hakim menunda sidang itu hingga Selasa (5/3) mendatang.

Sedangkan Syahril meminta majelis hakim memberi waktu sepekan kepada pihaknya untuk menyusun materi jawaban atas materi pembelaan itu dan akan disampaikan pada sidang mendatang.(c37)

Editor : bakri

Bank Aceh Harus Kembalikan Uang Nasabah Rp 3,6 Miliar

Serambi Indonesia

Selasa, 5 Maret 2013 10:36 WIB
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
* Terkait Pembobolan oleh Sri Rezeki

BANDA ACEH - Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Sabang mengabulkan sebagian gugatan Syarifah Nurhayati (65), nasabah Bank Aceh Cabang Sabang yang tabungannya dibobol Sri Rezeki (terpidana) yang ketika itu menjabat Customer Service (RS) bank dimaksud. Bank Aceh (tergugat) harus mengembalikan tabungan Syarifah sebesar Rp 3.070.000 dan bunga Rp 555 juta, sehingga totalnya menjadi Rp 3.622.600.000.

Majelis hakim PN Sabang membacakan putusan perkara perdata ini dalam sidang terakhir di PN setempat, Kamis (28/2). Namun, kuasa hukum penggugat Syarifah Nurhayati yaitu, Syamsul Rizal SH, baru memberitahukan informasi tersebut kepada Serambi, dua hari lalu. Dalam gugatan, sebutnya, tabungan pokok Syarifah disebutkan Rp 3.332.000.000.

“Selain itu, gugatan untuk membayar kerugian atau bunga sejak tabungan ini Januari 2009 sampai Desember 2011 adalah 559.760 rupiah. Kami juga menggugat 559.760 rupiah lagi sebagai perkiraan keuntungan, jika uang tabungan itu bisa digunakan. Tetapi yang dikabulkan, Bank Aceh harus membayar tabungan pokok Rp 3.070.000 dan bunga Rp 555 juta, atau totalnya Rp 3.622.600.000,” kata Syamsul Rizal mengutip isi putusan.

Menurut Syamsul, majelis hakim diketuai Ismail Hidayat SH dibantu hakim anggota Eli Yurita SH dan Hasanuddin SH, memberi kesempatan kepada penggugat dan tergugat untuk pikir-pikir selama 14 hari, apakah menerima atau menolak putusan ini dengan mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi (PT) Banda Aceh. Syamsul Rizal menyatakan pihaknya pikir-pikir.

Begitu juga pihak Kacab Bank Aceh Sabang (tergugat I) dan Dirut Bank Aceh (tergugat II) melalui kuasa hukum mereka Iskandar SH. Sedangkan tergugat III, Sri Rezeki berhalangan hadir dan tidak menyerahkan kuasa kepada pengacara. Sri kini sedang menjalani sisa hukuman di cabang Rutan Lhoknga, Aceh Besar atas vonis delapan tahun penjara karena terbukti melakukan kejahatan perbankan dalam perkara ini.

Seperti diberitakan sebelumnya, kasus pembobolan Bank Aceh Cabang Sabang itu mencuat ke publik pada awal April 2011. Polisi menyelidiki kasus ini dengan memintai keterangan 42 nasabah yang mengaku tabungannya hilang. Polisi menetapkan Sri sebagai tersangka, 20 Juli 2011, karena dinilai melakukan transaksi ‘gelap’ atau menarik uang Rp 9,134 miliar milik 42 nasabah, namun Bank Aceh sudah mengembalikan tabungan nasabah lainnya.

Sri bisa melakukan pencairan ini karena nasabah mengenal perempuan ini baik, sehingga mereka sering menitipkan buku tabungan dan deposito padanya. Tapi, kepercayaan itu dimanfaatkan Sri untuk menguras uang nasabah, namun dalam jawabannya menanggapi gugatan Syarifah, Sri mengakui perbuatannya, tetapi tidak dilakukan sendiri, melainkan dibantu teller atau karyawan bank itu lainnya.(sal)

Jaksa Minta Hakim Tolak Pembelaan Pengacara

Serambi Indonesia

Rabu, 6 Maret 2013 14:21 WIB

* Kasus Kredit Macet Bank Aceh Rp 1,5 M

LHOKSEUMAWE - Jaksa Penuntut Umum (JPU) meminta majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Lhokseumawe menolak materi pembelaan yang disampaikan T Fakrial Dani SH dan Azwar Idris SH, pengacara dua mantan petinggi Bank Aceh Cabang Lhokseumawe yang menjadi terdakwa dalam kasus kredit macet Rp 1,5 miliar pada sidang sebelumnya. Kedua terdakwa itu adalah Effendi Baharuddin (mantan Pimpinan) dan Asnawi Abdullah (mantan Kabag Kredit) bank itu.

Demikian tanggapan JPU Syahril SH atas materi pembelaan pengacara terdakwa dalam sidang lanjutan kasus itu di PN Lhokseumawe, Selasa (5/3) siang, di hadapan Ketua Majelis Hakim Zulfikar SH didampingi hakim anggota M Jamil SH dan Nasri SH, serta dua pengacara terdakwa dan sejumlah pengunjung sidang.

“Kami mohon hakim menolak pembelaan yang disampaikan pengacara terdakwa pada 25 Februari 2013 dan menghukum terdakwa masing masing  empat tahun penjara dan denda 5 miliar rupiah. Karena menurut kami kedua terdakwa telah terbukti bersalah melanggar undang-undang perbankan,” kata Syahril.

Usai mendengar materi tuntutan, hakim menanyakan tanggapan Fakhrial Dani Azwar Idiris terhadap jawaban JPU atas pembelaannya. Kedua pengacara itu meminta kliennya dibebaskan dari segala tuntutan hukum. Lalu, hakim menunda kasus itu hingga Rabu (18/3) dengan agenda pembacaan amar putusan. Majelis hakim yang sama sebelumnya juga menunda sidang kasus kredit bermasalah Rp 7,5 miliar hingga Rabu (18/3) dengan agenda pembacaan amar putusan.(c37)

Editor : bakri


Ketua Koperasi Tjot Tgk Nie Ditahan



Serambi Indonesia

Minggu, 10 Maret 2013 09:55 WIB
 
* Terlibat Kasus Korupsi

LHOKSEUMAWE - Penyidik Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Reskrim Polres Lhokseumawe, Jumat (8/3) menahan Ketua Koperasi Tjot Tgk Nie Kecamatan Muara Batu, Aceh Utara, Abdul Muthaleb. Ia telah ditetapkan sebagai tersangka pada, 6 Maret 2012, dalam kasus dugaan korupsi dana koperasi Rp 1 miliar rupiah bersumber dari APBK Aceh Utara 2008.

Kapolres Lhokseumawe AKBP Kukuh Santoso melalui Kasat Reskrim AKP Supriadi MH kepada Serambi, Sabtu (9/3) menyebutkan, tersangka ditahan di Polres untuk memudahkan proses pemeriksaan. Sebab setelah ditetapkan sebagai tersangka polisi masih membutuhkan keterangan dari Abdul Muthaleb.

“Penyidik juga masih menyelidiki kasus itu sebab kemungkinan besar dalam kasus dugaan korupsi dana koperasi masih ada tersangka lain. Sementara kita baru menetapkan satu tersangka,” kata AKP Supriadi.

Diberitakan sebelumnya, Penyidik Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Reskrim Polres Lhokseumawe, Rabu (6/3), menetapkan Abdul Muthaleb Ketua Koperasi Tjot Tgk Nie Kecamatan Muara Batu, Aceh Utara sebagai tersangka.(c37)

Editor : bakri

Polisi Periksa Dua Saksi Kasus Cetak Sawah Baru

 Serambi Indonesia
 
Minggu, 10 Maret 2013 09:58 WIB
 
LHOKSUKON - Penyidik Tipikor Polres Aceh Utara telah memeriksa dua saksi dalam kasus dugaan korupsi cetak sawah baru di Kemukiman Lhoksukon Tengoh, Kecamatan Lhoksukon, Aceh Utara. Kedua saksi itu yakni ketua kelompok tani H Yusuf dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Dinas Pertanian, Tanaman Pangan, dan Peternakan Aceh Utara Samsul Bahri.

“Kita terus menyelidiki kasus ini. Pemeriksaan lanjutan terhadap Samsul Bahri terkendala, karena yang bersangkutan dalam keadaan sakit. Keluarga Samsul, sudah menyerahkan surat keterangan sakit dan diagnosa dokter ke penyidik,” sebut Kapolres Aceh Utara, AKBP Farid BE melalui Kasat Reskrim AKP Achmad Fauzy kepada Serambi Sabtu (9/3).

Diberitakan sebelumnya, menyelidiki kasus dugaan korupsi cetak sawah baru senilai Rp 1 miliar bersumber dari APBN 2011 di Kemukiman Lhoksukon Tengoh, Lhoksukon, Aceh UTara. Pasalnya, sampai sekarang 150 hektare areal sawah di kawasan itu belum bisa digarap dan sudah ditumbuhi semak belukar.(c46)

Editor : bakri

BPKP Diminta Percepat Audit Kasus Korupsi Unsyiah

 Serambi Indonesia
 
Jumat, 15 Maret 2013 14:53 WIB
 
BANDA ACEH - Gerakan Antikorupsi (GeRAK) Aceh mendesak Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Aceh untuk segera menuntaskan audit atas kasus dugaan korupsi Unsyiah senilai Rp 20,8 miliar yang bersumber dari dana bantuan Pemerintah Aceh 2009-2010.

Akibat belum tuntasnya perhitungan kerugian negara terhadap kasus tersebut oleh BPKP sebagai salah satu badan auditor resmi negara, telah menyebabkan proses kelanjutan pengusutan kasus mengalami hambatan.

“Kami mendesak BPKP untuk serius menuntaskan audit atas kasus tersebut. Ini kasus yang mendapat perhatian publik. BPKP jangan main-main dengan kasus seperti ini,” kata Kepala Devisi Advokasi Korupsi GeRAK Aceh, Hayatuddin kepada Serambi, Kamis (14/3).

Menurut Hayatuddin, keterlambatan penyelesaian perhitungan potensi kerugian negara oleh BPKP bukan hanya menjadikan kasus ini terlambat untuk ditutaskan oleh kejaksaan, tetapi yang paling fatal adalah akan muncul asumsi publik bahwa kasus ini sengaja diperlambat oleh tim penyidik Kejati Aceh.

“Maka atas dasar hal tersebut penyelesaian audit BPKP menjadi periotas yang tidak bisa dibantahkan untuk segera dituntaskan,” desak Hayatuddin.

Hayatuddin juga menilai ada keaneh terhadap kerja BPKP dalam melakukan audit terhadap kasus Unsyiah ini. Sebab proses permintaan audit kasus Unsyiah oleh tim penyidik Kejati Aceh sudah beberapa bulan lalu di ajukan ke BPKP. “Dan BPKP dan tim penyidik Kejati juga sudah beberapa kali pertemuan guna membahas kasus itu untuk kepentikan audit,” ujarnya. 

Maka pihaknya kemudian bertanya-tanya kenapa sampai saat ini hasil audit belum juga diluarkan BPKP.  “Apa persoalan yang sangat mendasar, kalau ada persoalan atau tidak ditemukan kerugian negara harus dari kasus dimaksud harus segera diberitahu ke tim penyidik jaksa, sehingga kasus ini tidak terkatung-katung. Karena sampai sekarang jaksa belum bisa menetapkan tersangka dalam kasus ini lantaran terkendala belum ada hasil audit dari BPKP,” katanya.(sup)

Editor : bakri

Kerugian Kasus Alkes di RSUCM Rp 2,1 M Sabtu, 16 Maret 2013 13:26 WIB More Sharing ServicesShare | Share on facebook Share on myspace Share on google Share on twitter Berita Terkait Jaksa Tetapkan Tiga Tersangka Korupsi Bibit Kakao Bupati: Tangkap Mantan Kepala BPBD Simeulue BPKP Diminta Percepat Audit Kasus Korupsi Unsyiah Polisi Periksa Dua Saksi Kasus Cetak Sawah Baru Ketua Koperasi Tjot Tgk Nie Ditahan Jaksa Minta Hakim Tolak Pembelaan Pengacara Bank Aceh Harus Kembalikan Uang Nasabah Rp 3,6 Miliar Mantan Pejabat Bank Aceh Menangis di PN KPK Siap Usut Dugaan Korupsi Keluarga Istana Penerimaan Aceh Dimarkup LHOKSUKON - Kerugian dalam kasus dugaan korupsi pengadaan alat kesehatan (alkes) di Rumah Sakit Umum Cut Meutia (RSUCM) Aceh Utara sebesar Rp 2,1 miliar. Sementara itu, Kejaksaan Negeri (Kejari) Lhoksukon Jumat (15/3) telah merampungkan berkas penyidikan untuk tersangka Surdeni Sulaiman (PPK) dan M Saladin Akbar (Direktur PT Visa Karya Mandiri) selaku rekanan proyek itu. Sedangkan berkas penyidikan atas nama tersangka drg Anita Syafridah (Direktur RSUCM) belum rampung, karena yang bersangkutan masih dirawat di RS Harapan Kita Jakarta. “Penyidikan untuk Surdeni dan M Saladin sudah selesai. Kini Jaksa Penuntut Umum (JPU) kasus itu meneliti kembali berkas dua tersangka itu. Jika sudah lengkap, segera dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor Banda Aceh,” ujar Kajari Lhoksukon, T Rahmatsyah kepada Serambi, kemarin. Seperti diberitakan sebelumnya, Kejari Lhoksukon menetapkan tiga tersangka dalam kasus dugaan korupsi itu yakni Direktur RSUCM drg Anita Syafridah, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pengadaan alkes tersebut, Surdeni Sulaiman dan rekanan proyek itu Direktur Visa Karya Mandiri, M Saladin Akbar.(c46) Editor : hasyim Belum ada komentar Nama Email Tulis komentar anda Kode Sekuriti Tulis Kode sekutiti yang ada di samping Saya menerima aturan dan syarat aturan dan syarat yang berlaku

Serambi Indonesia
 Sabtu, 16 Maret 2013 13:26 WIB

LHOKSUKON - Kerugian dalam kasus dugaan korupsi pengadaan alat kesehatan (alkes) di Rumah Sakit Umum Cut Meutia (RSUCM) Aceh Utara sebesar Rp 2,1 miliar. Sementara itu, Kejaksaan Negeri (Kejari) Lhoksukon Jumat (15/3) telah merampungkan berkas penyidikan untuk tersangka Surdeni Sulaiman (PPK) dan M Saladin Akbar (Direktur PT Visa Karya Mandiri) selaku rekanan proyek itu. Sedangkan berkas

penyidikan atas nama tersangka drg Anita Syafridah (Direktur RSUCM) belum rampung, karena yang bersangkutan masih dirawat di RS Harapan Kita Jakarta.

“Penyidikan untuk Surdeni dan M Saladin sudah selesai. Kini Jaksa Penuntut Umum (JPU) kasus itu meneliti kembali berkas dua tersangka itu. Jika sudah lengkap, segera dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor Banda Aceh,” ujar Kajari Lhoksukon, T Rahmatsyah kepada Serambi, kemarin.

Seperti diberitakan sebelumnya, Kejari Lhoksukon menetapkan tiga tersangka dalam kasus dugaan korupsi itu yakni Direktur RSUCM drg Anita Syafridah, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pengadaan alkes tersebut, Surdeni Sulaiman dan rekanan proyek itu Direktur Visa Karya Mandiri, M Saladin Akbar.(c46)

Editor : hasyim

Bupati: Tangkap Mantan Kepala BPBD Simeulue

Serambi Indonesia
Minggu, 17 Maret 2013 15:30 WIB


* Dana Ditransfer ke 10 Rekening

SINABANG - Bupati Simeulue Riswan NS meminta kepada pihak berwajib segera menangkap mantan Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Simeulue, Ir Mulyadinsyah yang sudah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus penyelewengan dana kegiatan berpola hibah di BPBD Simeulue senilai Rp 3.143.050.000 pada tahun 2011 lalu.

“Kita minta aparat penegak hukum segera menangkap tersangka penyeleweng dana BPBD Simeulue untuk mempertangungjawabkan perbuatannya,” tegas Bupati Bupati Riswan NS menjawab Serambi, Jumat (15/3) di Sinabang.

Bupati mengatakan, berdasarkan hasil investigasi yang dilakukan Inspektur Utama BNPB Pusat, mantan Kepala BPBD Simeulue mentransfer dana kegiatan rehabilitasi dan rekontruksi tahun 2011 di BPBD Simeulue itu ke sekitar 10 nomor rekening, di luar Simuelue. “Berdasarkan data dari hasil penelitian dan investigasi Inspektur Utama BNPB dan juga BPBA yang menemukan sejumlah nomor rekening untuk mengalirkan uang BPBD,” ujar Riswan.

Secara terpisah, Sekretaris Daerah Simeulue Drs Naskah Bin Kamar, saat ditanyai Serambi membenarkan bahwa dana bantuan berpola hibah di BPBD ditransfer ke sejumlah rekening di luar Simeulue. “Betul, sesuai data yang kita terima dari Inspektur Pusat BNPB hasil investigasinya dana BPBD dicairkan ke beberapa nomor rekening termasuk rekening mantan ketua BPBD itu sendiri,” ujar Naskah.

Dikatakan, transfer dana tersebut pada awalnya terjadi pada Februari hingga Mei 2012, dengan jumlah yang bervariasi. “Paling kecil data transfernya Rp 15 juta, itu ke rekening mantan Kepala BPBD dan yang paling besar mencapai Rp 1 miliar ke beberapa rekening lainnya,” tambah Naskah.

Namun demikian, ia memastikan bahwa dalam bukti transfer dana itu tidak satupun warga Simeulue semuanya berada di luar daerah. “Pernah saya tanyakan ke bendahara BPBD, yang menyuruh pencairan dan pengiriman itu siapa, lalu dijawab bendahara yang menyuruh pencairan itu adalah Kepala BPBD secara lisan saja,” tukas Naskah, mengutip pembicaraannya dengan bendahara BPBD.

Sebagaimana diketahui, kasus berpindah tangannya uang negara untuk bantuan berpola hibah di BPBD Simeulue tahun 2011 lalu, pihak Polres Simeulue telah menetapkan mantan kepala BPBD  yakni Ir Mulyadinsyah sebagai tersangka.

Hanya saja, sejak kasus ini diusut oleh kepolisian yang bersangkutan tidak berada lagi di Simeulue. Akhirnya, pihak berwajib di daerah itu menenapkan yang bersangkutan masuk dalam daftar pencarian orang alias DPO. Meski demikan, aparat hukum belum juga menemukan dan menangkap tersangka untuk diproses.(c48)

Editor : bakri

Jaksa Tetapkan Tiga Tersangka Korupsi Bibit Kakao

Serambi Indonesia

 Rabu, 20 Maret 2013 11:04 WIB

* Di Aceh Selatan

TAPAKTUAN – Kejaksaan Negeri (Kejari) Tapaktuan menetapkan tiga tersangka dalam kasus dugaan korupsi pada proyek pengadaan bibit kakao (coklat) di Aceh Selatan tahun 2009. Ketiga tersangka itu adalah mantan Kadishutbun Aceh Selatan berinisial YY selaku kuasa pengguna anggaran, kuasa Direktur PT Guhang Amanah Perdana berinsial MW, dan KA selaku Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) Dishutbun Aceh Selatan. Ketiganya kini ditahan di Rutan Tapaktuan.

“Berkas ketiga tersangka itu diserahkan oleh penyidik Polda Aceh pada tanggal 14 Maret 2013. Pada saat itu ketiganya langsung kita tahan, dan saat ini ketiganya dititipkan di rumah tahanan (Rutan) kelas II B Tapaktuan. Insya Allah, jika berkas adminitrasinya selesai, perkara ini segera kami limpahkan ke Pengadilan Tipikor Banda Aceh,” kata Kajari Tapaktuan, Meiza Khoirawan SH ketika dikonfirmasi Serambi melalui Kasipidsus Kejari Tapaktuan, Hendra PA SH di ruang kerjanya, Selasa (19/3).

Hendra PA didampingi Kasi Intel Kejari Tapaktuan, Muhammad Haris SH, menguraikan secara singkat kasus dugaan korupsi yang melilit tiga tersangka tersebut pada tahun 2009 di Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Dishutbun) Aceh Selatan.

“Ketiganya mengelola kegiatan bibit kakao sebanyak 509.090 batang untuk kelompok tani di wilayah Aceh Selatan dengan pagu anggaran sebesar Rp 2.799.995.000, bersumber dari dana Otssus Aceh Selatan yang ditempatkan pada DPA SKPA Dishutbun Aceh Selatan. Pekerjaan tersebut dilaksanakan oleh PT Guhang Amanah Perdana dengan nilai kontrak Rp 2.167.995.325,” paparnya.

Dari 509.090 batang bibit kakao yang diserahkan oleh PT Guhan Amanah Perdana itu terdapat sekitar 251.600 batang tidak memiliki sertifikasi atau tidak sesuai dengan spesifikasi sebagaimana tersebut dalam Pasal 1 angka 10 Surat Perjanjian Pemborongan (kontrak) No 06/BKK/SPP/IX/2009 tertanggal 10 November 2009.

“Pengadaan bibit kakao tersebut telah dilakukan pembayaran 100 persen. Sehingga sesuai dengan laporan hasil audit BPKP Perwakilan Aceh diperkirakan negara mengalami kerugian keuangan senilai Rp 659.429.575,” kata Kasipidsus Kejari Tapaktuan, Hendra PA.

Ketiganya diduga melanggar Pasal 2 Ayat (1) Jo Pasal 18 Ayat (1) huruf b UU No 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi Jo UU No 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU No 31 tahun 1999 Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHPidana.(tz)

Editor : bakri

Bangunan Pasar Dabun Gelang Terbengkalai

Serambi Indonesia

 Sabtu, 16 Maret 2013 11:57 WIB






 BLANGKEJERN -  Bangunan los untuk pasar di Kecamatan Dabun Gelang, Kabupaten Gayo Lues (Galus) terbengkalai, seusai rampung dibangun beberapa tahun lalu. Kondisi bangunan mulai rusak, seperti atap hilang diterbangkan angin, atau juga pintu dan meteran listrik yang sudah tidak ada lagi di tempatnya.

Berdasarkan pantauan Serambi pada Kamis (14/3/2013), bangunan los itu belum pernah dimanfaatkan, sehingga mulai rusak, termasuk rumput berduri di sekeliling pasar. Muhammad Ali didampingi beberapa warga Dabun Gelang, mengatakan, sejak bangunan los Dabun Gelang dibangun beberapa tahun lalu, belum pernah dimanfaatkan sama sekali.

Disebutkan, 14 pintu kios bersama meteran listrik juga sudah hilang, sehingga terkesan mubazir dan disinyalir sering digunakan untuk tempat berbuat mesum. “Sudah bertahun-tahun dan sejak Kecamatan Dabun Gelang dimekarkan dari Kecamatan Blangkejeren, warga Dabun Gelang belum memiliki pasar atau pajak,” ujar Muhammad Ali.

Dia menyebutkan, warga harus pergi ke pajak pagi atau centong di Blangkejeren yang berjarak belasan kilometer. Warga satu ini bersama warga lainnya berharap, agar bangunan pasar itu segera direhab dan difungsikan, sehingga warga tidak perlu jauh-jauh untuk berbelanja atau juga berdagang kebutuhan sehari-hari.(c40)

Editor : hasyim

Gubernur: Keuangan LPSDM Sedang Diaudit

http://aceh.tribunnews.com/stylesheets/serambi.png 

Rabu, 20 Maret 2013 09:21 WIB
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 


* Bukhari Daud Ketua Baru
* Mahasiswa Harap Bersabar

BANDA ACEH - Gubenur Aceh, dr H Zaini Abdullah mengatakan, proses pertanggungjawaban keuangan yang dikelola Lembaga Peningkatan Sumber Daya Manusia (LPSDM) Aceh yang dinilai bermasalah, kini sedang dalam proses audit.

“Pengurus yang lalu sudah mundur dan belum mempertanggungjawabkan keuangan mereka. Jadi, sekarang audit is on going process (audit sedang berlangsung -red). Kepada mereka harus kita tanyakan, ke mana uang masuk dan ke mana uang ke luar,” ujar Gubernur Zaini pada Seminar Nasional dan Kuliah Umum Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Berbasis Masyarakat Menuju Hutan Aceh Berkelanjutan yang diselenggarakan Universitas Syiah Kuala, di Gedung AAC Dayan Dawood, Selasa (19/3).

Pernyataan itu dilontarkan Gubernur menanggapi seorang penanya yang menyatakan Pemerintah Aceh telah ‘membunuh’ masa depan mahasiswa Aceh dengan menyetop penyaluran beasiswa karena persoalan internal yang melilit LPDSM yang tidak kunjung diselesaikan.

“Kalau gubernur menyetop beasiswa, itu sama saja Pemerintah Aceh telah menghambat kemajuan pendidikan anak-anak Aceh, terutama untuk mahasiswa,” kata seorang penanya yang mendapat aplaus ratusan peserta seminar itu.

Atas pertanyaan itu, Gubernur Zaini memberi penjelasan bahwa pemerintah sebetulnya tidak berkeinginan untuk menyetop dana beasiswa untuk pendidikan Aceh. Namun, karena ada masalah yang melilit tubuh LPSDM terkait belum adanya pertanggungjawaban keuangan yang dikelola pengurus sebelumnya, maka diperlukan audit.

“Saya lakukan itu bukan berarti saya kejam dan bermaksud untuk menyetop. Tapi ini karena manajemen LPSDM yang lama sudah mundur dan belum mempertanggungjawabkan keuangan,” ujarnya.

Dia sebutkan, proses penyaluran beasiswa yang lama akan tetap berjalan sebagaimana mestinya. Namun, untuk penyaluran dana beasiswa yang baru masih harus menunggu beberapa waktu ke depan, setelah audit keuangan dilakukan. “Oleh karena itu, mahasiswa saya minta bersabar. Kita tetap konsisten akan menyalurkan beasiswa ini, kalau memungkinkan dalam porsi yang lebih besar lagi,” ujarnya.

Menurut Zaini, keseriusan Pemerintah Aceh untuk membenahi manajemen LPSDM sudah dilakukan dengan menunjuk mantan bupati Aceh Besar, Dr Bukhari Daud MEd sebagai Ketua Pelaksana LPSDM yang baru. “Beliau yang akan mengaturnya lebih bagus. Beliau orang alim. Saudara-saudara tak perlu khawatir,” tukas Zaini.

Namun, Bukhari Daud yang dihubungi Serambi tadi malam mengaku sama sekali belum menerima SK pengangkatan sebagai pemimpin baru LPSDMA. “Memang dua minggu lalu saya ada dipanggil dan ditawarkan Pak Gubernur untuk memimpin lembaga ini. Namun, bagaimana kelanjutannya saya juga belum tahu. SK belum di tangan, dilantik pun belum,” kata dosen Prodi Bahasa Inggris FKIP Unsyiah ini.

Sebelumnya, Komisi E DPRA mendesak Gubernur Aceh, dr Zaini Abdullah segera membenahi manajemen LPSDM Aceh yang sebelumnya dipimpin Dr Qismullah Yusuf MA.

Pembenahan manajemen LPSDM, antara lain, bisa dilakukan dengan mengisi jabatan penting yang kosong, sehingga dana beasiswa yang sudah dianggarkan dalam APBA 2013 dapat segera diproses.

“Jika itu tak dilakukan, maka anggaran untuk beasiswa dalam APBA 2013 tidak bisa dicairkan karena anggaran tersebut diberi kode bintang,” ujar anggota Komisi E DPRA, Tgk Makhyaruddin Yusuf kepada Serambi, Jumat (15/3).

Menurutnya, kode bintang pada dana beasiswa tersebut diberikan oleh DPRA terkait amburadulnya manajemen LPSDM sebelumnya. Sedangkan anggaran yang dialokasikan mencapai Rp 76 miliar, namun struktur LPSDM belum dibentuk. “Untuk itu Gubernur perlu mempercepat pembenahan manajemen lembaga tersebut supaya dana beasiswa yang sudah dinggarkan tidak hangus,” kata politisi PKS ini.

Siapa pun yang nanti akan memimpin LPSDM, katanya lagi, diharapkan adalah sosok yang profesional di bidangnya. Makhyaruddin juga berharap dana beasiswa yang sudah dialokasikan cukup besar itu dapat disalurkan tepat sasaran dan membawa hasil posotif bagi peningkatan kualitas pendidikan di Aceh. (sar/dik)

Editor : bakri

Minggu, 17 Maret 2013

GeRAK Indonesia Bantu GeRAK Aceh Investigasi Dana Aspirasi Dewan

Reza Gunawan
Nanggroe | 16/03/2013
BANDA ACEH - Koordinator Presidium Gerakan Anti Korupsi (GeRAK) Indonesia Akhiruddin Mahyuddin mengatakan, dirinya telah mengirimkan tim untuk memback-up (membantu) GeRAK Aceh, dalam hal menelusuri (investigasi) penyimpangan terhadap penggunaan Dana Aspirasi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA).

"Untuk mendukung GeRAK Aceh memperkuat bukti-bukti penyimpangan dana aspirasi dewan, untuk melaporkan 69 Anggota DPRA ke KPK, maka kami mengirimkan tim untuk investigasi penyimpangan-penyimpangan dana tersebut," kata Askhiruddin kepada acehonline.info, Sabtu (16/3) di Banda Aceh.

Tim itu, kata Akhiruddin, telah turun bersama dengan tim GeRAK Aceh ke sejumlah titik-titik pengerjaan proyek yang menggunakan dana aspirasi.

"Salah satunya adalah proyek tanggap darurat senilai 6 miliar, yang kami duga adanya penyimpangan, dimana proyek tersebut tidak dalam bentuk fisik. Selain itu, tim GeRAK juga akan menanyakan ke sejumlah LSM dan lembaga penerima dana aspirasi, apakah dana yang diterima sesuai dengan yang dialokasi atau tidak," ujar Akhiruddin.

Sebenarnya, Akhiruddin menjelaskan, tanpa adanya penelusuran bukti penyimpangan, dana aspirasi dewan telah menyimpang dari aturan perundang-undangan.

"Dana aspirasi tidak memiliki payung hukum yang kuat, dimana tidak diatur di dalam peraturan pemerintah tentang kedudukan keuangan dan protokoler anggota dewan, serta berbagai aturan lainnya mengenai keuangan anggota DPR. KPK juga telah menyatakan aspirasi dewan rawan terjadinya penyimpangan" jelas Akhiruddin.

Selain itu, kata Akhiruddin, jumlah anggaran aspirasi yang melebihi quota yang disepakati yakni 5 miliar, juga merupakan penyalahgunaan wewenang anggota DPR yang telah menafsirkan perundang-undangan.

"Dana aspirasi juga menyebabkan kerugian negara, dimana tidak adanya akuntabilitas dan manfaat yang dirasakan oleh masyarakat, seperti pemotongan 50 persen dana yang diberikan untuk masyarakat. Jika dalam dua tahun hampir 1 trilun anggaran aspirasi, maka hampir setengah trilun terdapat kerugian negara akibat pengucuran dana aspirasi," imbuh Akhiruddin.

Selain itu juga, Akhiruddin menambahkan, dalam alokasi anggaran aspirasi, terkesan dewan mengatur pengucuran dana tersebut. Diaman anggaran tersebut, merupakan anggaran dewan yang dititip di jajaran Satuan Kerja Pemerintah Aceh (SKPA).

"Kenapa anggarannya tidak langsung diberikan ke SKPA saja. Kenapa harus dititip mengatasnamakan dewan. Jika mau mengatur atau bermain proyek maka jangan jadi anggota dewan, tapi jadi kontraktor saja," kata Koordinator Presidium GeRAK Indonesia ini.

Ketika ditanyai mengapa setelah 7 tahun berjalannya aspirasi, baru saat ini GeRAK mempersoalkan dana tersebut, Akhiruddin mengatakan GeRAK telah menolak dana tersebut dialokasikan, sejak pertama aspirasi dilakukan.

"Baru sekarang kami persoalkan karena baru sekarang ini kami mendapatkan data yang kuat, tentang anggaran, lokasi, dan pekerjaan-pekerjaan yang menggunakan dana aspirasi dewan," ujar Akhiruddin.

Ia berharap, persoalan ini dapat diselesaikan secara hukum dengan baik, agar permasalahan aspirasi tidak terus merugikan masyarakat Aceh, terhadap penyalahgunaan anggaran tersebut.

"Semoga saja tahun 2013, 2014, dan seterusnya dana aspirasi tidak lagi dikucurkan. Jika memang dana itu untuk masyarakat, alangkah baiknya ditempatkan di SKPA saja. Tidak harus dititip dewan melalui aspirasi, agar dewan dapat menjalankan fungsi dan tugasnya dengan baik sebagai wakil rakyat," imbuh Akhiruddin.(Reza Gunawan)

Mahasiswa UTU Meulaboh Minta Aspirasi Dewan Dievaluasi

Fauzul Husni
Nanggroe | 16/03/2013
BANDA ACEH - Sekretaris Jenderal Pemerintahan Mahasiswa (PEMA) Universitas Teuku Umar (UTU) Meulaboh Yusran Ibrahim mengatakan, Dana Aspirasi Dewan sebaiknya dilakukan evaluasi secara rutin, agar adanya transparasi mengenai penyaluran dana tersebut.

"Semua pihak juga diharapkan mengawal setiap penyalurannya," kata Yusran Ibrahim kepada acehonline.info, Kamis (14/3) menanggapi temuan GeRAK Aceh yang mengatakan dana aspirasi diduga terjadi penyimpangan.

Mengenai adanya dugaan penyimpangan, Yusran  mengatakan, apabila selama ini adanya dugaan penyalahgunaan dana aspirasi, maka hal tersebut harus di proses secara hukum.

"Proses saja sesuai hukum yang berlaku, agar menjadi efek jera bagi yang menggunakan dana aspirasi sesuka hati," ujarnya.

Guna tepat sasaran, Yusran menambahkan, Pemerintah Mahasiswa Universitas Teuku Umar siap mengawal penggunaan dana aspirasi yang dikelola oleh dewan, dan bagi yang menjalankan program dana  tersebut.

"Jika ada penyimpangan maka diproses secara hukum. Sehingga tidak ada lagi penyimpangan terhadap dana Aspirasi tersebut," imbuhnya.

Diberitakan sebelumnya, GeRAK Aceh menyoroti penganggaran dan penggunaan Dana Asprasi Anggota DPR Aceh, yang diduga terindikasi penyimpangan, dan tidak sesuai aturan perundang-undangan. GeRAK juga menilai, dana aspirasi hanya untuk kepentingan politik dan kepentingan dewan.

Sementara itu dari pihak dewan mengatakan "Jika ada penyimpangan, maka dilakukan uji proses hukum saja," ujar Anggota DPRA Abdullah Saleh. Sedangkan Mahasiswa Universitas Serambi Mekkah meminta dana aspirasi dewan dihapus.(Fauzul Husni)

Mahasiswa Serambi Mekkah Minta Aspirasi Dewan Dihapus

Fauzul Husni
Nanggroe | 14/03/2013
BANDA ACEH - Presiden Mahasiswa Universitas Serambi Mekkah Muhammad Afzal mengatakan penggunaan dana aspirasi dewan banyak yang terbuang begitu saja. Ia juga menilai dana aspirasi dewan tidak tepat sasaran (tidak terarah) dan tidak menghasilkan (output)  yang betul-betul bermanfaat untuk masyarakat.

"Dana Aspirasi Dewan sebaiknya dihapus saja,mengingat masih banyak sektor-sektor di Aceh yang harus dikelola dengan serius, dan membutuhkan anggaran yang tidak sedikit," kata Muhammad Afzal kepada acehonline.info (Kamis (14/3) menanggapi temuan GeRAK Aceh yang mengatakan dana aspirasi diduga terjadi penyimpangan.

Aspirasi Dewan Tahun 2011 sebesar Rp. 277,6 Miliar dan Tahun 2012 sebesar Rp. 572 Miliar,  Afzal menilai, perbandingannya semakin tahun semakin besar anggaran rakyat yang dikelola dewan.

"Anggaran rakyat itu akan terbuang jika faktor pengelolaan tidak baik, dan semakin banyak pihak yang mengelola keuangan maka semakin besar adanya potensi penyimpangan.

Persoalan dana aspirasi, kata Afzal sudah menjadi rahasia umum, dimana dana tersebut bukan hanya dinikmati oleh yang berhak, akan tetapi ada bagian dewan dalam setiap pencairan dana.

"Yang sangat ironi adalah banyak diantara dewan mencairkan dana aspirasi tersebut kepada lembaga-lembaga yang mereka dirikan sendiri, sehingga dana itu menjadi milik pribadi," imbuhnya.

Untuk itu, Afzal menambahkan, Pemerintah Mahasiswa Serambi Mekkah berharap kepada anggota dewan untuk dapat menilai dengan hati masalah aspirasi tersebut.

"Kalau memang itu tidak objektif katakan tidak objektif, jangan sampai memanfaatkan keadaan dengan dana miliaran rupiah itu," ujar Presiden Mahasiwa Serambi Mekkah ini.
     
Diberitakan sebelumnya, GeRAK Aceh menyoroti penganggaran dan penggunaan Dana Asprasi Anggota DPR Aceh, yang diduga terindikasi penyimpangan, dan tidak sesuai aturan perundang-undangan. GeRAK juga menilai, dana aspirasi hanya untuk kepentingan politik dan kepentingan dewan.

Sementara itu dari pihak dewan mengatakan "Jika ada penyimpangan, maka dilakukan uji proses hukum saja," ujar Anggota DPRA Abdullah Saleh.(Fauzul Husni)

Soal Aspirasi, DEWAN: Kalau Menyimpang, Diuji Lewat Proses Hukum Saja

Reza Gunawan
Nanggroe | 14/03/2013

BANDA ACEH - Menanggapi persoalan tudingan Lembaga Gerakan Anti Korupsi (GeRAK) Aceh, yang menduga adanya indikasi penyimpangan terhadap Dana Aspirasi Dewan, Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) Abdullah Saleh, meminta GeRAK Aceh mengusut penggunaan dana tersebut, dan memproses lewat jalur hukum.

"Jika ada indikasi penyimpangan seperti yang dikatakan GeRAK, diuji lewat proses jalur hukum saja. Jangan hanya statement seperti itu," kata Anggota DPR Aceh Fraksi Partai Aceh Abdullah Saleh kepada acehonline.info, Rabu (13/3) malam melalui selularnya.

Semua pihak, kata Abdullah Saleh, berhak untuk mengusut dan mengawasi penggunaan anggaran aspirasi dewan, yang dikucurkan tersebut.

"Semua program yang menggunakan dana publik (APBA), berhak diusut oleh semua kalangan, termasuk program-program di jajaran pemerintahan, seperti Beasiswa dan JKA yang menggunakan anggaran besar, perlu dievaluasi dan dievaluasi," ujar Abdullah Saleh.

Dana Aspirasi, Abdullah Saleh menjelaskan, merupakan program yang diusulkan oleh masyarakat ke dewan, yang telah berjalan selama 7 tahun.

"Ini merupakan usulan dari masyarakat yang kami perjuangkan, agar dapat dialokasikan ke dalam APBA. Jika sudah dalam APBA, maka itu bukan lagi aspirasi dewan, tetapi sudah program Pemerintah Aceh," ujarnya.

Dalam penetapan anggaran tersebut, Abdullah Saleh menambahkan, legislatif dan eksekutif membahasnya secara bersama-sama. "Jadi bukan dewan saja yang mengatur uang tersebut, tetapi bersama-sama dengan eksekutif, guna kepentingan masyarakat," jelasnya.

Sementara itu mengenai dana aspirasi berasal dari proposal, Abdullah Saleh mengatakan itu tidak seberapa, dibandingkan keseluruhan APBA.

"Berapalah yang dari proposal, paling 500 miliar. Jika dibandingkan dengan seluruh anggaran Aceh yang triliunan, maka itu hanya 5 persen. Jadi semua sudah dalam prosedur, dimana banyak program-program besar berdasarkan Musrembang (usulan masyarakat)," kata Abdullah Saleh.

Sementara itu mengenai tudingan dewan mendapat fee (persen) dari Dana Aspirasi yang dikucurkan ke masyarakat, Abdullah Saleh membantah hal tersebut.

"Di cek (periksa) saja ada atau tidak. Kalau memang ada silahkan itu diusut dan dibuktikan," ujarnya.

Sementara itu juga mengenai bantuan yang diberikan dalam bentuk dana segar, Abdullah Saleh mengatakan tidak semua program yang dilakukan merupakan bantuan hibah.

"Ada juga yang kami bantu fisik, seperti yang saya lakukan, membantu asrama untuk mahasiswa," imbuhnya.

Sedangkan mengenai adanya lembaga masyarakat yang menerima bantuan diatas seratus juta, Abdullah Saleh mengatakan dalam memberikan bantuan, dewan bersama dengan eksekutif telah melakukan pertimbangan pertimbangan, kepantasan,  dan aspek kewajaran.

"Ada lembaga-lembaga yang perlu dibantu lebih, dan ada yang tidak. Namun jika ada lembaga yang terindikasi masalah, maka diusut saja," ujar Abdullah Saleh.

Abdullah Saleh berharap, semua pihak dapat mengawasi penggunaan dana aspirasi dan seluruh program APBA lainnya, agar dana rakyat tersebut dapat digunakan dengan baik, untuk kepentingan masyarakat. Menurutnya, pengawasan bukan hanya dilakukan dewan, melainkan semua pihak.

"Kalau perlu dilakukan evaluasi setiap tahunnya, agar penggunaan dana aspirasi dan APBA tepat sasaran. Kami siap membuka diri dan menerima koreksi atas evaluasi masyarakat, terhadap program-program yang kami lakukan," ujar politisi Partai Aceh ini.

Diberitakan sebelumnya, GeRAK Aceh menyoroti penganggaran dan penggunaan Dana Asprasi Anggota DPR Aceh, yang diduga terindikasi penyimpangan, dan tidak sesuai aturan perundang-undangan. GeRAK juga menilai, dana aspirasi hanya untuk kepentingan politik dan kepentingan dewan.(Reza Gunawan)

Ini Dana Aspirasi Anggota DPR Aceh Tahun 2012

Reza Gunawan
Nanggroe | 13/03/2013

BANDA ACEH - Lembaga Gerakan Anti Korupsi (GeRAK) Aceh menyoroti penganggaran dan penggunaan Dana Asprasi Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), yang diduga terindikasi terjadinya penyimpangan, dan terdapat penyalahgunaan penganggaran sesuai aturan perundang-undangan. GeRAK juga menilai, dana aspirasi hanya untuk kepentingan politik partai dan dewan.

Tahun 2011 dan 2012, Askhal menjelaskan, terdapat Rp 848,6 miliar dana aspirasi yang dikelola oleh dewan. Dimana tahun 2011 sebesar Rp 277,6 miliar dan tahun 2012 sebesar Rp 572 miliar.

Berikut Jumlah Dana Aspirasi Anggota DPR Aceh Tahun 2012 :

1. Drs. Adnan Beuransyah (Partai Aceh): Rp 18,000,000,000,-

2. Drs. H. Sulaiman Abda (Partai Golkar): Rp 15,200,000,000,-

3. Drs. Hasbi Abdullah (Partai Aceh): Rp 14,100,000,000,-

4. Amir Helmi, SH (Partai Demokrat): Rp 13,545,000,000,-

5. H. Abdullah Saleh SH (Partai Aceh): Rp 13,250,000,000,-

6. Muhibbussubri SAg (Partai Persatuan Pembangunan):  Rp 13,000,000,000,-

7. Anwar (Partai Aceh):  Rp 13,000,000,000 ,-

8. Drs. H. Jamaluddin T. Muku (Partai Demokrat): Rp 13,000,000,000,-

9. Adly Tjalok bin Ibrahim (Partai Aceh):  Rp 10,000,000,000,-

10. Fauzi, SH (Partai Aceh):: Rp 10,000,000,000,-

11. Ir. Jufri Hasanuddin, MM (Partai Aceh): Rp 10,000,000,000,-

12. Mohd Alfatah SAg (Partai Amanat Nasional): Rp 9,000,000,000,-

13. Hj. Yuniar SP (Partai Golkar):  Rp 8,275,000,000,-

14. Ermiadi Abdurrahman ST (Partai Aceh): Rp 8,255,000,000,-

15. Zulkifli (Partai Aceh): Rp 8,081,800,000,-

16. Murhaban Makam (Partai Persatuan Pembangunan):  Rp 8,050,000,000,-

17. H. Muharuddin (Partai Aceh): Rp 8,000,000,000,-

18. Tgk Zainuddin (Partai Aceh): Rp 8,000,000,000,-

19. Akhyar (Partai Aceh): Rp 8,000,000,000,-

20 M. Yahya Abdullah (Partai Aceh): Rp 8,000,000,000,-

2. Samsul Bahri bin Amiren (Partai Aceh): Rp 8,000,000,000,-

22. Tgk. Ilham (Partai Aceh): Rp 8,000,000,000,-

23. Usman Muda (Partai Aceh):  Rp 8,000,000,000,-

24. Bukhari MY (Partai Amanat Nasional):  Rp 8,000,000,000,-

25. Ir. Hj. Liswani (Partai Amanat Nasional): Rp 8,000,000,000,-

26. H. T. Husen Banta (Partai Golkar): Rp 8,000,000,000,-

27. H. Umuruddin Desky SSos MM (Partai Golkar): Rp 8,000,000,000,-

28. H. Fuady Sulaiman ST (Partai Keadilan Sejahtera): Rp 8,000,000,000,-

29. H. Ghufran Zainal Abidin MA (Partai Keadilan Sejahtera):  Rp 8,000,000,000,-

30. Moharriadi Syafari, ST, S.Ag (Partai keadilan Sejahtera):  Rp 8,000,000,000,-

31. Tgk. Makhyaruddin Yusuf (Partai Keadilan Sejahtera):  Rp 8,000,000,000,-

32. Irmawan SSos MM (Partai Kebangkitan Bangsa):  Rp 8,000,000,000,-

33. Drs. Anwar Idris (Partai Persatuan Pembangunan): Rp 8,000,000,000,-

34. Tgk. H. Muh. Wali Al-Khalidi (Partai Aceh): Rp 8,000,000,000,-

35. Drh. Nuraini Maida (Partai Golkar):  Rp 8,000,000,000,-

36. Tgk Syafi'I Hamzah (Partai Aceh):  Rp 8,000,000,000,-

37. Marzuki (Partai Aceh): Rp 8,000,000,000,-

38. Darmuda (Partai Aceh):  Rp 8,000,000,000,-

39. Ir. Sanusi (Partai Aceh): Rp 8,000,000,000,-

40. Ridwan Abubakar, P.Pdi (Partai Aceh): Rp 8,000,000,000,-

41. Tgk . Nurdin Cut (Partai Aceh): Rp 8,000,000,000,-

42 T. Nasruddin (Partai Aceh):  Rp 8,000,000,000,-

43. Teuku Iskandar Daod SE AK (Partai Demokrat): Rp. 8,000,000,000,-

44.H. Muslim Ayub SH MM (Partai Amanat Nasional): Rp 8,000,000,000,-

45. Dalimi SE AK (Partai Demokrat): Rp 8,000,000,000,-

46. Tgk, Muhibbusabri, AW (Partai Daulat Atjeh): Rp 8,000,000,000,-

47. Hj. Nurlelawati SAg (Partai Golkar): Rp 8,000,000,000,-

48. Ibnu Hajar (Partai Aceh):  Rp 8,000,000,000,-

49 Erly Hasyim SH SAg (Partai Bulan Bintang): Rp 8,000,000,000,-

50. Jemarin, S.Pdi (Partai Demokrat): Rp 8,000,000,000,-

51. M. Sidik Fahmi (Partai Aceh): Rp 8,000,000,000,-

52. H. Firmandez (PKPI): Rp 8,000,000,000,-

53 Drs. Safwan Yusuf (Partai Demokrat):  Rp 8,000,000,000,-

54. Zuriat Suparjo SP (Partai Golkar): Rp 7,998,200,000,-

55. M. Harun (Partai Aceh): Rp 7,800,000,000,-

56. Zainal Arifin (Partai Aceh): Rp 7,445,000,000,-

57. Muhammad Tanwier Mahdi (Partai Demokrat): Rp               7,200,000,000,-

58. H. M. Ramli Sulaiman (Partai Aceh): Rp 7,000,000,000,-

59. Nasruddin Syah SH (Partai Aceh): Rp 7,000,000,000,-

60. H. M. Yunus Ilyas, SE, M.Si (Partai Demokrat): Rp 6,500,000,000,-

61. Drs. Amiruddin M. Kes (Partai Golkar): Rp 5,300,000,000,-

62. Tgk. Ali Murtala (Partai Aceh): Rp 5,000,000,000,-

63. Ir. H. T. Hadarsyah (Partai Demokrat): Rp 5,000,000,000,-

64. Usman Abdullah (Partai Aceh): Rp 5,000,000,000,-

65. Ir. Mawardi Ali (Partai Amanat Nasional): Rp 5,000,000,000,-

66. H. Ibnu Rusdi, SE (Partai Demokrat): Rp 5,000,000,000,-

67. Muslim Usman (Partai Aceh):  Rp 5,000,000,000,-

68. Ir. T. Syarifuddin (Partai Patriot): Rp 5,000,000,000.-

69. H. Fadli MA S.Pdi (Partai Persatuan Pembangunan): Tidak Ada (Telah meninggal dunia).

Sumber : GeRAK Aceh