Minggu, 17 Maret 2013

Terindikasi Bermasalah, GeRAK Sorot Dana Aspirasi Dew


Reza Gunawan
Nanggroe | 13/03/2013

BANDA ACEH - Lembaga Gerakan Anti Korupsi (GeRAK) Aceh menyoroti penganggaran dan penggunaan Dana Asprasi Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) yang diduga terindikasi terjadinya penyimpangan, dan terdapat  penyalahgunaan penganggaran sesuai perundang-undangan. Selain itu, GeRAK juga menilai dan aspirasi hanya untuk kepentingan politik dan  dewan.

"Dalam pengucuran anggaran aspirasi tersebut kepada pengusul program, diduga juga ada deal-deal (kesepakatan) pembagian, antara pengusul dan pemberi anggaran. Sehingga kami menduga dana aspirasi ini hanya untuk kepentingan dewan," kata Koordinator GeRAK Aceh Askhalani kepada wartawan, Rabu (13/3) di Kantor GeRAK Aceh.

Pada tahun 2011 dan 2012, Askhal menjelaskan, terdapat Rp 848,6 miliar dana aspirasi yang dikelola oleh dewan. Dimana tahun 2011 sebesar Rp 277,6 miliar dan tahun 2012 sebesar Rp 572 miliar.  "Dana ini dititipkan di sejumlah SKPA, dan dicairkan sesuai dengan rekomendasi dewan," ujarnya.

Dalam proses pencairan dana ini, kata Askhal, pengusulan dilakukan dari masyarakat kepada dewan, melalui calo-calo yang mengurus proposal, dan selanjutnya dilakukan verifikasi oleh tim dewan, yang selanjutnya direkom oleh dewan dan dicairkan di DPKKAD Provinsi Aceh.

"Yang sangat disayangkan, masyarakat tidak mendapat seratus persen dana yang diusulkan untuk bantuan tersebut, melainkan hanya 10 atau 20 persen. Selebihnya dipotong untuk calo, tim verifikasi proposal masyarakat ke dewan, dewan yang merekom, dan bagian dinas (DPKKAD) yang mencairkan anggaran bantuan tersebut. Kami tidak tahu apakah dana bantuan untuk masjid atau anak yatim juga dilakukan pemotongan, tetapi untuk bantuan hibah sosial yang lain terindikasi jelas ada pemotongan," ujar Askhal.

"Yang mendapat kucuran dana aspirasi juga hanya masyarakat yang memiliki akses ke dewan atau orang-orang dekat dewan. Sementara masyarakat yang tidak punya akses tidak mendapatkan apa-apa dan hanya gigit jari. Ini sudah menjadi rahasia umum, yang tidak perlu ditutup-tutupi," tambahnya.

Dalam penganggaran aspirasi tersebut, Askhal juga menjelaskan,  diduga menyalahi aturan Permendagri No 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah serta perubahannya, dan juga Permendagri No 37 Tahun 2012 tentang Pedoman Penyusunan anggaran Pendapatan dan Belanja daerah tahun 2013.

Dana aspirasi yang diprogramkan tersebut, kata Askhal, merupakan program berdasarkan proposal yang masuk ke dewan, bukan berdasarkan hasil Musrembang.

"Program yang dari hasil Musrembang banyak yang dikesampingkan, dan yang muncul saat ini merupakan program yang telah diatur oleh dewan bersama eksekutif. Untuk proyek fisik, juga diduga telah ditentukan pemenangnya dan yang mengerjakan proyek tersebut," imbuh Askhal.

Dari pembagian dana aspirasi, Askhal menambahkan, diketahui setiap dewan mendapat aspirasi 5 hingga 8 miliar, namun nyatanya ada dewan yang mendapat hingga 18 miliar.

"Tahun 2011, yang paling tinggi dana aspirasinya adalah Wakil Ketua DPRA (alm) Amir Helmi sebesar Rp 10,4 miliar, sedangkan yang paling tinggi untuk tahun 2012 adalah Tgk Adnan Beuransyah sebesar Rp 18  miliar. Tgk Adnan tinggi karena pada tahun sebelumnya dana aspirasi beliau dicoret oleh gubernur lama, karena menolak independen, begitu juga beberapa anggota dewan lainnya," ujar Askhal.

Dana yang dianggarkan untuk aspirasi sebesar Rp 846,6 miliar tersebut, Askhal menjelaskan, diduga berasal dari Dana Otonomi Khusus (Otsus). Jika benar, maka Pemerintah Kabupaten/Kota terkesan dibohongi dan berhak menuntut. Walaupun program dewan tersebut di kembalikan ke daerah pemilihan masing-masing,  mengapa tidak diserahkan saja pengelolaanya kepada pemerintah daerah. Aceh tidak memiliki dana lain, dimana Dana Alokasi Umum sudah habis untuk gaji, dan dana perimbangan untuk menutupi kebutuhan lain. Mengapa dana otsus yang seharusnya untuk masyarakat, tetapi digerogoti untuk kepentingan dewan," imbuhnya.

Selain itu, kata Askhal, dalam pengucuran dana aspirasi, terdapat pemberian dana hibah kepada lembaga yang tidak memiliki peran untuk masyarakat.

"Ada lembaga yang tiba-tiba muncul sudah mendapat aspirasi. Yang jadi masalah, ada beberapa lembaga masyarakat yang mendapat dana diatas 100 juta. Dan lembaga-lembaga itu juga dibantu juga untuk kepentingan politik dewan tersendiri, atau adanya deal (kesepakatan) pembagian bantuan yang diberikan tersebut," ujarnya.

"Yang sangat disayangkan kenapa yang dibantu itu semuanya dana segar, yang terkesan seperti bagi-bagi kue. Kami bukan berarti alergi karena tidak mendapatkan bantuan tersebut. Secara mandat lembaga GeRAK Aceh juga tidak boleh menerima bantuan dari pemerintah, kecuali dari donor dan lembaga asing," ujar Askhal.

Ketika ditanyai apakah ada penyimpangan dalam pengunaan dana aspirasi tersebut, Askhal menjelaskan, untuk proyek fisik GeRAk belum menemukan bukti akurat, sedangkan untuk bantuan hibah mayoritas lembaga penerima tidak memberikan pertanggung jawaban anggaran yang diterima, seperti temuan BPK-RI tahun 2010.

"Banyak program aspirasi tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat, seperti bantuan usaha pelaminan, pembelian baju daster, dan banyak lainnya. Jika aspirasi digunakan betul-betul untuk kebutuhan masyarakat yang mendesak, seperti pembangunan rumah dhuafa, anak yatim, janda, dan bantuan lainnya, jangankan 8 atau 18 miliar, 100 miliar pun tidak masalah dana aspirasi dewan," kata Askhal.

"GeRAK akan menurunkan tim untuk menelusuri beberapa proyek dari dana aspirasi dewan yang diatas 1 miliar. Jika ditemukan nantinya program tersebut fiktif (tidak dikerjakan) atau tidak sesuai, maka kami akan melaporkannya ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakarta," tambahnya.

Atas berbagai masalah tersebut, kata Askhal, GeRAK Aceh meminta Pemerintah untuk menghapus dana aspirasi dewan tersebut, yang sangat tidak dirasakan manfaatnya oleh masyarakat.

"Kami menilai, semua dewan yang ada saat ini merupakan 'Politisi Busuk', yang seenaknya saja mengatur uang rakyat sesuka hati mereka. Dimana program dari dana aspirasi sudah terstruktur dan direncanakan antara legislatif dan eksekutif," tambahnya.(Reza Gunawan)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar