Kamis, 03 Juli 2014

Mantan Direktur RSUZA Tersangka Korupsi CT-Scan

Serambi Indonesia

Kamis, 3 Juli 2014 13:09 WIB

BANDA ACEH - Tim Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh menetapkan mantan direktur Rumah Sakit Umum dr Zainoel Abidin (RSUZA) Banda Aceh, dr Taufik Mahdi SpOG, sebagai tersangka korupsi pengadaan alat kesehatan (alkes) pada tahun anggaran 2008. Selain Taufik Mahdi, tersangka lainnya adalah Toni, Kepala Bagian Sublayanan dan Program RSUZA Banda Aceh.
Alat kesehatan yang harga belinya diduga di-markup itu adalah CT-Scan (alat pemindai otak dan sumsum tulang belakang) serta cath lab--catheterization laboratory--(ruang tes yang dilengkapi alat diagnosis dengan prosedur kateter) untuk bagian kardiologi (jantung).
Kasi Penkum dan Humas Kejati Aceh, Amir Hamzah SH, kepada Serambi, Rabu (2/7) siang menyebutkan bahwa terhitung 1 Juli 2014, Kejati Aceh resmi menetapkan Taufik Mahdi dan Toni sebagai tersangka.
Menurutnya, saat pembelian kedua alkes untuk RSUZA itu, terjadi selisih harga antara yang tertera di kontrak dengan harga beli sebesar Rp 15,3 miliar lebih. Dari pengadaan kedua alat kesehatan itu, negara dirugikan Rp 15,3 miliar lebih. Rinciannya, dari harga CT-Scan Rp 7,4 miliar lebih. “Kemudian, selisih harga dari pembelian cath lab sebesar Rp 8,2 miliar,” ungkap Amir Hamzah.
Amir Hamzah mengatakan, kedua tersangka dijerat dengan Pasal 2 dan 3 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi dengan ancaman kurungan 20 tahun atau seumur hidup.
Ia tambahkan, kedua tersangka korupsi pengadaan alkes RSUZABanda Aceh itu akan segera dipanggil ke alamat masing-masing. Jika pemanggilan tersebut tak segera mereka indahkan, maka akan dipanggil paksa sesuai ketentuan hukum yang berlaku. “Bila tetap tidak diindahkan, maka nama mereka akan dimasukkan ke dalam daftar pencarian orang (DPO),” kata Amir Hamzah.
Berdasarkan catatan Serambi, kasus ini pertama kali menimbulkan kecurigaan saat Tim Pansus XII DPRA berkunjung ke RSUZA Banda Aceh pada Agustus 2009. Ketika itu anggota DPRA menemukan kejanggalan pada pengadaan sejumlah alkes di sana. Tim Pansus DPRA menduga ada penggelembungan harga dalam pengadaan CT-scan MRI (magnetic resonance imaging), alat pemindai mengandalkan magnet sangat kuat untuk mendapatkn gambaran dalam tubuh/otak seseorang, di RSUZA Banda Aceh. Jumlah pagu keseluruhannya pada tahun anggaran 2008 itu Rp 46,6 miliar, masing-masing Rp 17,6 miliar untuk CT Scan dan Rp 39 miliar untuk MRI.
Nilai kontrak pengadaan CT-Scan yang mencapai Rp 17,6 miliar per unit tersebut dinilai terlalu mahal dibandingkan dengan harga alat yang sama pada distributornya di Jakarta. Untuk merek Siemens di Jakarta hanya Rp 11 miliar per unit.
Belakangan Kejati Aceh menyatakan pengadaan CT-Scan dan MRI tidak terdapat kerugian negara, sehingga Kejaksaan Agung mengambil alih penanganan kasus itu. Tim Kejagung juga telah beberapa kali memeriksa beberapa staf dan Direktur RSUZA. Namun, kasus itu tetap mengambang.
Pun demikian, aktivis MaTA dan GeRAK Aceh tahun 2010 sempat mendatangi Gedung KPK di Jakarta dan melaporkan sejumlah kasus besar yang terindikasi korupsi di Aceh, salah satunya kasus CT-Scan dan MRI RSUZA Banda Aceh.
Lalu tahun 2012, Kejati Aceh menetapkan dua tersangka dalam kasus itu, yakni Kartini Hutapea (58), Direktur Utama PT Kamara Idola, sebagai rekanan dan Suryani, ketua panitia pengadaan barang dan jasa tahun anggaran 2009 dalam proyek tersebut.
Tapi kemudian keduanya dinyatakan bebas oleh majelis hakim tingkat kasasi karena tidak terbukti melakukan tindak pidana korupsi. Penetapan kedua tersangka yang belakangan bebas itu juga sempat menimbulkan tanda tanya besar bagi para aktivis antikorupsi di Aceh. Para aktivis menganggap ada pihak lain yang lebih bertanggung jawab dalam kasus ini, yaitu dr Taufik Mahdi yang merupakan mantan direkturRSUZA Banda Aceh waktu itu.
Memasuki tahun 2009 Taufik terus dipanggil dan diperiksa hingga yang bersangkutan tak lagi dipercayakan Gubernur Zaini Abdullah sebagai Direktur RSUZA pada akhir 2012.
Dua hari lalu, tepatnya 1 Juli 2014, Tim Penyidik Kejati Aceh menetapkan Taufik bersama Toni sebagai tersangka dalam kasus korupsi pengadaan alat kesehatan di rumah sakit pendidikan itu. (mir)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar