Kamis, 03 Juli 2014

Kasus Proyek Ruang Rapat DPRK Langsa Disidangkan

Serambi Indonesia

Jumat, 27 Juni 2014 11:18 WIB

BANDA ACEH - Tiga terdakwa kasus pembangunan ruang rapat DPRK Langsa, Kamis (26/6) mulai disidangkan di Pengadilan Negeri (PN) Tipikor Banda Aceh. Dalam sidang yang dimulai sekitar pukul 11.00 WIB mengagendakan pembacaan dakwaan terhadap ketiga terdakwa oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Langsa.

Dua terdakwa terlebih dahulu duduk di kursi pesakitan, yaitu pelaksana pekerjaan, terdakwa I Direktur PT Langsa Jaya Beutari, Syahril SE (48), dan terdakwa II T Samsul Bahri (38) sebagai penerima kuasa dari direktur PT Langsa Jaya Beutari dalam pembangunan gedung ruang rapat DPRK Langsa tahun anggaran 2010-2011. Keduanya didampingi kuasa hukum, Ramli Husein SH dan Kadri SH.

Dakwaan dibacakan JPU Hendarmen SH dalam satu berkas kepada kedua terdakwa dan dinyatakan Syahril menyerahkan pekerjaan pembangunan gedung ke Samsul Bahri. Hal ini diluar pengetahuan pihak pertama Dinas Pekerjaan Umum Kota Langsa sebagai pengguna anggaran. Selain itu juga, Samsul Bahri menyerahkan imbalan sebesar Rp 14.000.000 kepada Syahril yang telah menyerahkan pekerjaan tersebut kepihaknya.

Selanjutnya dalam proses pembayaran pekerjaan pembangunan gedung ruang rapat sebesar Rp 1.409.065.000 bukan melalui rekening PT Langsa Jaya Beutari nomor rekening 01.05.900632-1 Bank Aceh. Melainkan pembayaran tersebut kepada Samsul Bahri yang tidak terdapat dalam struktur organisasi PT Langsa Jaya Beutari dengan nomor rekening 040.01.05.600167-8 Bank Aceh atas nama PT Langsa Jaya Beutari. Pembayaran dilakukan pada tahun 2010 sebanyak tiga kali dengan total Rp 600.000.000, dan dua kali dengan total Rp 809.065.000.

Dalam pelaksanaan pekerjaan dilakukan PT Langsa Jaya Beutari yang direkturnya terdakwa I, namun dalam pelaksanaannya dikerjakan oleh terdakwa II. Hal ini berdasarkan laporan hasil investigasi lapangan yang dilakukan oleh tim investigasi jurusan teknik sipil Politeknik Negeri Lhokseumawe.

Fakta hukum yang terungkap dari hasil investigasi tersebut, terdapat beberapa pekerjaan yang tidak sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan dalam kontrak. Yaitu pekerjaan lisplank dalam kontrak lebar 70 Cm, namun dikerjakan 28 Cm, plat dag dalam kontrak lebar 1,55 M namun dikerjakan 1,13 M, kolom atap dalam kontrak ukuran 20/20 Cm namun dikerjakan 15/17,5 Cm. 

Selain itu, tim investigasi juga menemukan pekerjaan yang tidak sesuai dengan volume dalam kontrak, berupa pekerjaan tanah dan pondasi, serta beton bertulang yang dilaksanakan kurang dari volume pekerjaan yang ditetapkan dalam kontrak, dan dibayar oleh pemerintah kota Langsa.

Akibat perbuatan kedua terdakwa berdasarkan laporan hasil pemeriksaan perhitungan kerugian keuangan negara atas pekerjaan pembangunan ruang rapat tersebut, yang sumber anggarannya dari APBK 2010-2011 mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 129.870.758.

Selanjutnya, giliran Zahrial ST (40) sebagai konsultan pengawas pembangunan ruang rapat DPRK dari CV Prisma Cipta Perdana yang dibacakan dakwaannya oleh tim JPU. Terdakwa didampingi kuasa hukumnya, Samsul Bahri SH.

Pada hakikatnya, terdakwa telah melakukan pengawasan fiktif terhadap pekerjaan tersebut. Apabila terjadi ketidaksesuaian antara pekerjaan dengan kontrak kerja maka yang bertanggungjawab adalah pelaksana pekerjaan, yaitu PT Langsa Jaya Beutari dan pengawas pekerjaan yaitu CV Prisma Cipta Perdana. 

Selain itu, dalam dakwaan tersebut terdakwa juga memalsukan tandatangan Ir Indra Mukhlizar sebagai Direktur CV Prisma Cipta Perdana agar pekerjaan pembangunan ruang rapat DPRK Langsa dianggap telah selesai, dan terdakwa segera dapat menerima pembayaran. Sidang dilanjutkan dengan agenda eksepsi pada Kamis (10/7) mendatang.(una)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar