Sabtu, 14 September 2013

Jangan Halangi Hak Publik Peroleh Informasi

Serambi Indonesia

Sabtu, 14 September 2013 13:25 WIB



Sekretariat DPRA akhirnya mengalah dan memberikan informasi kebutuhan publik seperti yang diinginkan Gerakan Antikorupsi (GeRAK) Aceh. Sikap Setwan DPRA itu disampaikan dalam proses mediasi yang berlangsung di Sekretariat Komisi Informasi Aceh (KIA), Banda Aceh, Rabu (11/9). “Dengan tercapainya kesepakatan antarkedua pihak, maka masalah sengketa informasi ini selesai melalui proses mediasi dan tidak dilanjutkan lagi ke ajudikasi,” kata Zainuddin, seorang Komisioner Informasi Aceh.
Yang menjadi obyek sengketa adalah informasi publik menyangkut dana Tunjangan Komunikasi Intensif (TKI) dan Belanja Penunjang Operasional Pimpinan DPR Aceh. Pihak GeRAK meminta data ini kepada Setwan DPRA untuk mengetahui apakah sudah semua anggota dewan membayar lunas atau mencicilnya dan berapa orang lagi yang hingga kini masih menunggak.
Permintaan itu sebelumnya tidak diberikan pihak Setwan dengan berbagai alasan. Karenanya, LSM antikorupsi itu mempersengketakan hal itu melalui KIA. Lalu, dalam proses mediasi ini yang berlangsung tertutup itu pihak Setwan DPRA menyatakan bersedia memberikan data lengkap sesuai permintaan pihak pemohon, yaitu GeRAK Aceh.
Ya, pertama kita memberi apresiasi kepada KIA yang telah secara pas menyelesaikan sengketa itu. Kedua, kita juga berharap pihak Setwan atau pihak-pihak manapun jangan sekali-kali menutup-nutupi informasi yang berhak diketahui publik. Sebab, jika itu dilakukan, seperti pengalaman Setwan DPRA tadi, maka itu adalah perbuatan melawan undang-undang.
Harus dipahami bahwa lemahnya informasi terhadap publik menjadi salah satu penyebab utama terjadi penyelewengan di negara kita, hingga berujung kepada kasus-kasus korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Makanya, ada beberapa undang-undang yang mengajak masyarakat untuk mendapatkan hak informasi. Dalam UUD 1945 pasal 28 F berbunyi, “setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.”
Kemudian Undang-undang Keterbukaan Informasi Publik (KIP), UU Nomor: 14/2008 yang menjadi penjabaran konkret atas pemenuhan hak atas informasi yang diamanatkan konstitusi dengan memberi kewajiban kepada badan publik sebagai pihak yang harus memenuhi hak atas informasi tersebut. Satu lagi, UU Nomor: 25/2009 tentang Pelayanan Publik (UU Pelayanan Publik).
Badan publik menurut UU KIP adalah lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif dan badan lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara, yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari APBN/APBD atau organisasi non-pemerintah sepanjang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari APBN/APBD, sumbangan masyarakat dan/atau luar negeri.
Untuk memenuhi hak atas informasi publik tersebut, wajib bagi badan publik menunjuk Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID). Nah, sudah jelas ‘kan?Sekretariat DPRA akhirnya mengalah dan memberikan informasi kebutuhan publik seperti yang diinginkan Gerakan Antikorupsi (GeRAK) Aceh. Sikap Setwan DPRA itu disampaikan dalam proses mediasi yang berlangsung di Sekretariat Komisi Informasi Aceh (KIA), Banda Aceh, Rabu (11/9). “Dengan tercapainya kesepakatan antarkedua pihak, maka masalah sengketa informasi ini selesai melalui proses mediasi dan tidak dilanjutkan lagi ke ajudikasi,” kata Zainuddin, seorang Komisioner Informasi Aceh.
Yang menjadi obyek sengketa adalah informasi publik menyangkut dana Tunjangan Komunikasi Intensif (TKI) dan Belanja Penunjang Operasional Pimpinan DPR Aceh. Pihak GeRAK meminta data ini kepada Setwan DPRA untuk mengetahui apakah sudah semua anggota dewan membayar lunas atau mencicilnya dan berapa orang lagi yang hingga kini masih menunggak.
Permintaan itu sebelumnya tidak diberikan pihak Setwan dengan berbagai alasan. Karenanya, LSM antikorupsi itu mempersengketakan hal itu melalui KIA. Lalu, dalam proses mediasi ini yang berlangsung tertutup itu pihak Setwan DPRA menyatakan bersedia memberikan data lengkap sesuai permintaan pihak pemohon, yaitu GeRAK Aceh.
Ya, pertama kita memberi apresiasi kepada KIA yang telah secara pas menyelesaikan sengketa itu. Kedua, kita juga berharap pihak Setwan atau pihak-pihak manapun jangan sekali-kali menutup-nutupi informasi yang berhak diketahui publik. Sebab, jika itu dilakukan, seperti pengalaman Setwan DPRA tadi, maka itu adalah perbuatan melawan undang-undang.
Harus dipahami bahwa lemahnya informasi terhadap publik menjadi salah satu penyebab utama terjadi penyelewengan di negara kita, hingga berujung kepada kasus-kasus korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Makanya, ada beberapa undang-undang yang mengajak masyarakat untuk mendapatkan hak informasi. Dalam UUD 1945 pasal 28 F berbunyi, “setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.”
Kemudian Undang-undang Keterbukaan Informasi Publik (KIP), UU Nomor: 14/2008 yang menjadi penjabaran konkret atas pemenuhan hak atas informasi yang diamanatkan konstitusi dengan memberi kewajiban kepada badan publik sebagai pihak yang harus memenuhi hak atas informasi tersebut. Satu lagi, UU Nomor: 25/2009 tentang Pelayanan Publik (UU Pelayanan Publik).
Badan publik menurut UU KIP adalah lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif dan badan lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara, yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari APBN/APBD atau organisasi non-pemerintah sepanjang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari APBN/APBD, sumbangan masyarakat dan/atau luar negeri.
Untuk memenuhi hak atas informasi publik tersebut, wajib bagi badan publik menunjuk Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID). Nah, sudah jelas ‘kan?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar