Rabu, 29 Juli 2015

Kejati Agar Selesaikan Kasus “Gunung Kong”

Rabu, 8 Juli 2015


(Analisa/reza fahlevi) KASUS GUNUNG KONG: Kasi Penkum dan Humas Kejati Aceh, Amir Hamzah, menanggapi aksi unjuk rasa Barisan Rakyat Anti Korupsi, di depan Kantor Kejati Aceh, Selasa (7/7), menuntut penyelesaian dugaan korupsi di Gunung Kong, Nagan Raya.

Banda Aceh, (Analisa). Barisan Rakyat Anti Korupsi mengingatkan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh agar segera menyelesaikan dugaan kasus korupsi pembangunan fasilitas publik di Bunung Kong, Kabupaten Nagan Raya. Kejaksaan pernah menengani kasus ini sekitar empat tahun lalu.

Berdasarkan hasil temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI dalam kasus tersebut, negara dinyatakan mengalami kerugian sekitar Rp7 miliar.

Pernyataan itu disampaikan puluhan mahasiswa dan masyarakat antikorupsi dalam unjuk rasa di depan Kantor Kejati Aceh, Banda Aceh, Selasa (7/7). Para pengunjuk rasa ini diterima oleh Kepala Seksi Penerangan Hukum dan Humas Kejati Aceh, Amir Hamzah.

Koordinator aksi, Rahmad Fajri dalam orasinya mengatakan, mereka melakukan aksi tersebut untuk mengingatkan serta menagih janji Kejati Aceh dalam menangani kasus “Gunung Kong” tersebut.

Kejati Aceh pernah berjanji akan segera menindaklanjuti atas temuan BPK itu. Namun, sampai saat ini dinilai tutup mata dan tidak menyelesaikan kasus tersebut.

“Padahal, sudah jelas kerugian negara dalam kasus tersebut mencapai Rp7 miliar,” sebutnya.

Adapun pembangunan fasilitas publik di daerah terpencil di Gunung Kong adalah pembangunan jalan, jembatan, rumah 50 unit, sarana umum seperti sekolah dasar, kantor desa, balai desa, dan MCK, percetakan sawah dan kebun kelapa sawit. Itu tertulis dalam surat keputusan (SK) Gubernur Aceh, Irwandi Yusuf, pada 2007.

SK itu dikeluarkan untuk percepatan penanganan masyarakat terisolir dan tertinggal di Gampong (desa) Alue Waki, Kecamatan Darul Makmur, Nagan Raya.

Saat itu, melalui APBA, Pemerintah Aceh mengalokasikan anggaran pelaksanaan program penanganan masyarakat terisolir dan tertinggal Gampong Alue Waki pada 2007-2008 senilai Rp18,3 miliar.

Akan tetapi, proses pembangunan tidak sesuai yang diharapkan. “Hasil pembangunan terbengkalai dan berpotensi merugikan keuangan negara,” ungkapnya.

Kejati Aceh juga didesak segera memanggil dan memeriksa seluruh oknum yang terlibat dalam program pembangunan di perkampungan itu.

Sementara itu, Kasi Penkum dan Humas Kejati Aceh, Amir Hamzah yang menemui pengunjukrasa serta menerima fotokopi laporan hasil pemeriksaan dari BPK RI mengatakan, dia belum mengetahui informasi terkait kasus yang terjadi tersebut.

“Selama saya melaksanakan tugas di Kejati Aceh dan rekan-rekan di tindak pidana khusus saat ini, belum pernah mendengar rilis proyek fiktif di Gunung Kong,” jelasnya.

Tetapi, dia berjanji akan menyampaikan laporan pengunjuk rasa tersebut. (rfl)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar