Kamis, 30 Juli 2015

2 Staf DPKKA jadi Tersangka Bobolnya Kas Aceh Rp 22 M



Kamis, 30 Juli 2015 14:45

BANDA ACEH - Tim Penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh kembali menetapkan dua tersangka baru dalam kasus dugaan korupsi dana migas Aceh pada Dinas Pengelolaan Keuangan dan Kekayaan Aceh (DPKKA) Rp 22 miliar lebih pada 2011. Dengan demikian sudah lima orang ditetapkan tersangka dalam perkara ini, salah satunya mantan Kepala DPKKA, Drs Paradis MSi.

Informasi ini awalnya diperoleh Serambi dari website Kejati Aceh. Kedua tersangka berinisial Hdy dan Muh. Keduanya ditetapkan tersangka pada Juli 2015. Sebelumnya, pada 18 Februari 2015 penyidik juga telah menetapkan mantan kepala DPKKA, Drs Paradis MSi bersama dua mantan pejabat DPKKA lainnya berinisial M dan H. “Iya benar, ada dua tersangka baru yang kita tetapkan,” kata Kasipenkum Kejati Aceh Amir Hamzah SH menjawab wartawan, Rabu (29/7).

Amir menjelaskan, penetapan kedua tersangka tersebut setelah tim penyidik mempelajari dan mendalami keterlibatan keduanya dalam bobolnya kas Aceh. Saat kejadian, kedua tersangka berstatus sebagai staf keuangan di DPKKA. “Kedua tersangka patut diduga turut bersama-sama dengan Paradis,” ujarnya.

Seperti diberitakan, kronologis kasus ini berawal dari temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan Aceh yang dicatatkan dalam laporan hasil pemeriksaan (LHP) atas keuangan Pemerintah Aceh tahun 2012. Dalam LHP tersebut, kebobolan anggaran Aceh berjumlah Rp 33 miliar. Kemudian, BPK meminta Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Aceh menelusuri bobolnya kas ini.

Kebobolan terjadi dalam dua tahap, Rp 22 miliar pada tahun 2010 ke bawah dan Rp 11 miliar terjadi pada tahun 2011. Namun pada 2011, DPKKA telah mengembalikan kekurangan anggaran sebesar Rp 8 miliar.

Sedangkan kekurangan kas Rp 2 miliar pada 2011 ternyata keliru karena hanya kesalahan pencatatan. Kemudian, sisa kekurangan Rp 22 miliar lebih dari anggaran di bawah 2010 yang ditutupi pihak DPKKA menggunakan dana migas. Menurut penyidik, penggunaan dana migas tersebut tidak untuk semestinya sehingga mengalami kerugian Negara sebesar Rp 22 miliar lebih.

Secara terpisah, Koordinator Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA), Alfian mengatakan pengungkapan kasus korupsi oleh kejaksaan banyak yang tidak tuntas. Apalagi menyangkut kasus-kasus yang melibatkan penyelenggara atau yang menerima aliran dana. Sehingga terkesan tebang pilih. Karena itu, dia meminta kasus ini diusut tuntas. (mz)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar