Penulis : Mohamad Burhanudin | Rabu, 21 Desember 2011 | 22:00 WIB
BANDA ACEH, KOMPAS.com - DPR Aceh didesak untuk mengunakan hak interpelasi terkait sejumlah kasus dugaan korupsi di Aceh yang diduga melibatkan pejabat di Pemerintah Provinsi Aceh.
Kasus-kasus tersebut di antaranya dugaan korupsi pengadaan alat kesehatan CT scan dan MRI RS Zainal Abidin Banda Aceh senilai Rp 18 miliar, dan pekerjaan proyek anggaran luncuran (DPAL) 2009-2010 APBD Aceh Rp 489 miliar.
"Sikap DPR Aceh terkait kasus-kasus korupsi ini harus jelas. Mereka dapat menggunakan instrument hak interpelasi untuk menanyakan ini ke Gubernur Aceh. Karena kerugian negara yang timbul cukup besar. Misalnya kasus CT scan dan MRI RSZA dan DPAL itu yang kerugian negaranya sekitar Rp 500 miliar," ujar Koordinator Badan Pekerja Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) Alfian, Rabu (21/12/2011).
Selama ini DPR Aceh hanya kritis untuk hal-hal yang kaitanya dengan kepentingan politik kekuasaan, terutama terkait polemik regulasi Pilkada Aceh dengan Gubernur Aceh. Namun, kekritisan itu belum tampak untuk upaya pemberantasan korupsi di Aceh, serta upaya pengembangan penyelenggaran pemerintahan yang baik.
Penanganan sebagian besar kasus korupsi di Ace h sampai saat ini belum jelas. Koordinator Gerakan Anti Korupsi (GeRAK) Aceh, Askhalani, mengatakan, Dari ratusan kasus korupsi yang mencuat sepanjang tahun 2011, ada 18 kasus yang diproses di persidangan. Ironisnya, 6 kasus di antaranya divonis bebas di pengadilan.
Askhalani juga membeberkan kondisi korupsi di Aceh dalam kurun waktu selama tiga tahun terhitung sejak 2009-2011. Menurut data itu, pada tahun 2009-2010 terdapat 171 kasus korupsi yang tercatat di Provinsi Aceh dengan potensi kerugian keuangan negara menc apai Rp 1,8 triliun.
Secara keseluruhan dari tahun 2009-2010 dan 2011, sebanyak 56 kasus korupsi yang muncul ke publik tidak ditangani oleh aparat hukum baik di kabupaten/kota maupun di level provinsi dengan total potensi kerugian negara mencapai Rp 89 miliar.
Askhlani menyebutkan, ada beberapa kasus menonjol yang hingga kini penanganannya masih belum tuntas, yaitu: dugaan korupsi pengadaan alat kesehatan CT scan dan MRI RS Zainal Abidin Banda Aceh senilai Rp 18 miliar, pekerjaan proyek anggaran luncuran (DPAL) 2009-2010 APBD Aceh Rp 489 miliar, korupsi pembangunan rumah dhuafa dalam APBD Aceh 2008 Rp 200 miliar, pekerjaan penanganan proyek darurat (non-bencana alam) APBD Aceh 2010 Rp 250 miliar, dan prose realisasi hibah di DPKKA dalam APBD Aceh 2010 melalui D inas Pertanian Tanaman Pangan, Dinas Kesehatan Hewan, dan Dinas Pendidikan Aceh senilai Rp 21 miliar.
Wakil Gubernur Aceh Muhammad Nazar, mendesak agar lembaga terkait penegakan hukum korupsi menindaklanjutinya. Dengan begitu, ada kejelasan mengenai informasi yang dihimpun lembaga masyarakat tersebut.
"Kami mengapresiasi lembaga sipil dengan adanya informasi ini. Supaya itu tak menjadi info liar, harus ada tindak lanjut," ujar Nazar.
Nazar menambahkan, kasus korupsi yang masih terjadi di Aceh ini tak lepas dari masih adanya latar belakang politis yang menyertai setia p perencanaan dan pelaksaan proyek dana pemerintah. Kepentingan politik dalam proyek itu membuat begitu mudah terjadi penyelewengan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar