Rabu, 24 Februari 2016

Korupsi di Aceh Rugikan Negara Rp 885 Miliar



Senin, 4 Januari 2016 14:44

BANDA ACEH - Gerakan Anti Korupsi (GeRAK) Aceh merilis hasil monitoring media dan laporan pihaknya terkait dugaan tindak pidana korupsi yang terjadi selama 2015. Menurut lembaga tersebut, terdapat 27 kasus dugaan korupsi, dengan nilai kerugian negara diperkirakan mencapai Rp 885,8 miliar. Meningkat dibanding tahun 2014 lalu yang sekitar Rp 500 miliar.

Demikian disampaikan Kadiv Advokasi Korupsi GeRAK Aceh, Hayatuddin Tanjung, dalam rilis yang diterima Serambi, Minggu (3/1). Ia mengatakan dari jumlah kasus yang berpotensi dikorupsi tersebut diakui ada yang masih dalam penanganan Kejaksaan, Kepolisian, KPK, dan pengadilan.

Hayatuddin menjelaskan model korupsi di Aceh pada tahun 2015 sangat spesifik, karena sangat terencana dan terstruktur. “Hasil monitoring dan catatan GeRAK Aceh menunjukan bahwa dana hibah dan bansos menjadi penyumbang utama dalam dugaan kasus yang berpotensi korupsi. Modus operandi yang dilakukan mulai perencanaan hingga perubahan spek dan hal lainnya,” ungkapnya.

Salah satu contoh kasus adalah pengadaan 98 unit traktor sedang 4 WD pada dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Aceh dengan pagu anggaran Rp 39 miliar. Dari dokumen yang dimiliki GeRAK, disebutkannya bahwa kasus itu terjadi beberapa kali perubahan spek dan lainnya. “Kasusnya sudah kami supervisi ke KPK, Kejagung, dan Kapolri,” ujar Hayatuddin.

Lalu dugaan korupsi Dermaga Lhok Weeng Sabang, sebesar Rp 11,7 miliar, dimana proses anggaran yang diplotkan untuk dermaga itu tidak sesuai kondisi proyek di lapangan. Proyek itu menurutnya tak ubah seperti layaknya tanggul penahan ombak. Untuk kasus itupun GeRAK juga telah melaporkan ke KPK.

Di sisi lain GeRAK juga menemukan dugaan tindak pidana korupsi pada anggaran aspirasi anggota DPRA dalam bentuk bantuan kelompok tani tambak dan lainnya yang melalui Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Aceh tahun 2015. Bantuan itu diciptakan berbagai model kelompok masyarakat di 18 kabupaten/kota di Aceh dengan total anggaran yang diplotkan Rp 40 miliar.

“Program ini sengaja diciptakan untuk memperoleh keuntungan mudah dengan cara memecahkan anggaran agar bisa dilakukan penunjukan langsung (PL) diakhir masa anggaran. Rata-rata paket PL itu dari Rp 30 sampai 200 juta,” lanjutnya.

Selain itu, dari sisi penegakan hukum kasus korupsi juga dinilai masih lemah, termasuk juga fungsi kontrol dan pengawasan Pemerintah Aceh serta pemerintah kabupaten/kota serta DPRA/DPRK di Aceh. Hal ini mengakibatkan anggaran yang sejatinya diperuntukan untuk pembangunan dan kesejahteraan masyarakat menjadi tidak sesuai dengan apa yang dicita-citakan.

“GeRAK berharap publik di Aceh dan media massa dapat terus memantau kasus-kasus korupsi yang ditangani oleh penegak hukum dan mengawasi setiap pekerjaan yang dianggarkan oleh negara,” demikian Hayatuddin.(mir)

1 komentar:

  1. heiii orang Aceh yang katanya Islami,kenapa korupsi kalian biarkan
    merajalela di negeri kalian yang berselogan Serambi Mekah,Syariat Islam,kenapa hanya Lsm GeRAK yang aktif memprotes korupsi di Aceh
    Katanya di Aceh banyak ulama,kok Ulamanya diam saja pada kemana Ulama
    Kalau berjudi,minum Miras,Berzina kalian cambu,kalau aliran sesat,kristenisasi kalian demon habis habisan,giliran Korupsi
    kalian tutup mata kalian diamkan...... dasar kelompok munafik
    syariat islam topeng

    BalasHapus