Jumat, 11 Desember 2015

Sulap Rangka Baja di Bina Marga



11 Desember 2015, 09:45 WIB



Apapun suguhannya, atraksi sulap kaki lima memang menghipnotis. Suguhan yang cenderung itu-itu saja, ujungnya gampang ditebak. Namun tetap menjadi magnet yang membuat pelintas rela menghentikan perjalanan mereka.

Dalam proses tender di Dinas Bina Marga Aceh, permainan "sulap" juga berlangsung. Persis dengan atraksi sulap tukang obat di pinggir jalan, panitia pengadaan jembatan rangka baja senilai Rp 12 miliar "menyulap" perusahaan yang gugur di proses awal, menjadi pemenang meski dengan harga yang tak lazim.

Adalah Bimara Transia yang didapuk menjadi pemenang. Perusahaan ini mengalahkan perusahaan lain. Di awal, nama Bimara bahkan tak masuk dalam daftar dua perusahaan yang lolos seleksi; Artika Raya Sejahtera dan Tarsindo Global Utama.

Berita acara hasil pelelangan bernomor: 01/09/POKJA-XV/108/APBA-III/2015, nama Bimara tergabung dalam tujuh perusahaan yang dinyatakan gagal.

Di sini permainan "sulap" terjadi. Namun entah bagaimana caranya, nama Bimara tiba-tiba muncul lagi pada tahap evaluasi harga. Nama Tarsindo menghilang berganti Bimara mendampingi Artika yang dinyatakan lolos.

Langkah selanjutnya dapat ditebak. Dengan alasan tak masuk akal, panitia menggugurkan Artika. Panitia beralasan Artika tidak menyampaikan surat pengukuhan kena pajak. Padahal dalam adendum dan daftar lampiran penawaran, tidak pernah mencantumkan persyaratan tersebut, Artika juga memiliki surat rekomendasi dari kantor pajak tentang masa aktif SPPKP 2015. Disini terlihat jelas Artika dipaksa kalah.

Keanehan lain dalam proses tender ini, tindakan panitia juga tidak memberikan hasil evaluasi penawaran yang menggugurkan perusahaan Artika. Seharusnya, panitia tender memberikan ruang kepada Artika untuk mengetahui nilai yang membuat perusahaan itu tersingkir dari proses tender.

Direktur Artika Sejahtera, Fauzan Ibrahim, berang. Dia menilai panitia lelang di Dinas Bina Marga Aceh memenangkan Bimara karena takut kepada pengaruh Mansur, direktur Bimara. Mansyur adalah adik kandung Tarmizi, Kepala Kejaksaan Tinggi Aceh. Bahkan saat Bimara menawar harga lebih mahal dari harga yang ditawarkan Artika, tak lantas menjadikan Artika sebagai pemenang lelang.

Kepada media ini, Mansur memang membantah tudingan Fauzan. Soal kemunculan kembali nama Bimara, yang dinyatakan gugur di awal proses tender, Mansur menyebutnya sebagai kesalahan panitia lelang.

Agar sangkarut ini tak berkepanjangan dan menjalar ke mana-mana, Kepolisian Daerah Aceh perlu melakukan penyelidikan kasus ini. Langkah pro justicia ini penting dilakukan untuk mencari kebenaran dan keadilan hukum. Langkah ini Sekaligus menjadi pembuktian bahwa penyidik Polri tidak tebang pilih dalam menangani kasus.

Tentu langkah ini tak cukup hanya dengan kemauan. Menelisik perkara korupsi, harus juga menggunakan keberanian. Keberanian untuk tidak sepaham dengan persekutuan hitam yang kerap menggerogoti uang rakyat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar