Jumat, 28 Maret 2014 11:09 WIB
* Belum Ada Ahli yang Bisa Hitung Kerugian Negara
* Pada Proyek Normalisasi Kuala Gigieng
* Pada Proyek Normalisasi Kuala Gigieng
BANDA ACEH - Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Jantho, Aceh Besar, Rustam SH mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) terhadap dugaan korupsi dalam proyek pembangunan normalisasi Kuala Gigieng di Gampong Lambada Lhok, Kecamatan Baitussalam, Aceh Besar. Proyek itu dikerjakan oleh Mukhlis Basyah alias Adun Mukhlis pada 2008, saat ia belum menjabat Bupati Aceh Besar.
Kasi Penkum dan Humas Kejati Aceh, Amir Hamzah SH mengatakan Kajari Jantho sudah mengeluarkan SP3 terhadap perkara ini sejak 27 Februari 2014. Sebab, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Aceh serta Balai Pengairan Sumut-Aceh yang telah diminta jaksa untuk mengaudit kerugian negara dalam proyek ini, menyatakan belum ada ahli untuk menghitung fisik proyek tersebut untuk kemudian dapat disimpulkan terjadi kerugian negara.
“Pihak Kejari Jantho juga telah melaksanakan gelar perkara ini ke Kejati Aceh. Maka sesuai peraturan perundang-undangan, untuk memberi kepastian hukum, terutama terhadap tiga tersangka dalam perkara ini, maka dikeluarkanlah SP3. Namun, apabila nanti ada perkembangan terbaru atau ada ahli yang mampu menghitung kerugian dalam proyek itu, kasus ini bisa dilanjutkan,” kata Amir Hamzah kepada wartawan, kemarin.
Amir Hamzah mengatakan perkara ini mulai diusut Kejari Jantho pada Juni 2011. Kemudian tiga orang ditetapkan tersangka, yaitu Ir Bahron selaku Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Aceh Besar atau menjabat Kuasa Pengguna Anggaran (KPA). Kemudian pejabat pelaksana teknis kegiatan (PPTK), Baharuddin dan Konsultan Pengawas, Susanto SP.
“Sedangkan Adun Mukhlis adalah kuasa dari Direktur PT Rika Jaya selaku kontraktor pelaksana proyek ini. Yang bersangkutan masih sebagai saksi,” ujar Amir Hamzah.
Amir Hamzah juga membantah jika ada dugaan jaksa menyetop penyidikan perkara ini karena ada intervensi dari Adun Mukhlis yang kini menjabat Bupati Aceh Besar. “Itu tidak sama sekali, tetapi SP3 ini murni seperti alasan yang sudah saya sebutkan tadi,” kilahnya.
Amir Hamzah mengatakan proyek normalisasi Kuala Gigieng ini seluas 50 ribu meter kubik mulai dikerjakan pada 2008. Sumber anggaran dari Dana Alokasi Khusus (DAK) Aceh Besar Rp 2 miliar lebih. Tujuan pembangunan agar menjadi dermaga pendaratan ikan untuk para nelayan. Kemudian dalam proses pembangunan, pasir yang telah dikeruk menggunakan alat berat ini ditumpuk tak jauh di lokasi proyek.
Akibatnya, beberapa bulan setelah pembangunan ini selesai, kuala tersebut kembali dangkal karena pasir bekas kerukan kembali dibawa ombak ke kuala itu. “Proyek itu memang ada alias bukan fiktif, tetapi mungkin tak sempurna karena penyebabnya, ya seperti itu tadi. Tetapi jaksa kan tak bisa menyatakan sudah ada penyimpangan dalam proyek ini, sebelum adanya penghitungan kerugian oleh ahlinya,” jelas Amir Hamzah.
Kecuali sudah meminta penghitungan ke BPKP dan Balai Pengairan, Amir Hamzah mengakui jaksa belum meminta ke lembaga ahli lainnya untuk menghitung kerugian negara dalam proyek ini, misalnya ke ahli dari Fakultas Tehnik Unsyiah.(sal)