Kamis, 22 Agustus 2013

Kasus Korupsi Terhenti 4,5 Tahun di Jaksa

Serambi Indonesia

Jumat, 28 Juni 2013 11:52 WIB


* Terkait Dana Pos tak Terduga di Lhokseumawe
LHOKSEUMAWE - Pengusutan kasus dugaan penyalahgunaan Dana Pos Tak Terduga (DPTT) yang terjadi tahun 2003 sudah terhenti di Kejaksaan Negeri (Kejari) Lhokseumawe selama 4,5 tahun atau sejak tahun 2008 sampai sekarang. Sementara itu, mantan Kabag Pembangunan Pemko Lhokseumawe, Ir Maimun, telah ditetapkan tersangka dalam kasus itu pada tahun 2008.
Koordinator LSM MaTA, Alfian, meminta Kejari Lhokseumawe membuka kembali kasus itu agar bisa diproses hingga tuntas. “Ini penting dalam menjaga citra Kejari Lhokseumawe di mata publik. Sehingga publik tak menilai jaksa tebang pilih dalam memproses kasus korupsi di kota ini,” ungkap Alfian, kemarin.
Dikatakan, pihaknya setahun lalu pernah menerima laporan dari tersangka tentang macetnya pengusutan kasus dimaksud. “Kasus itu macet, tersangka merasa dirugikan dengan status yang melekat pada dirinya baik dalam karirnya sebagai PNS maupun secara psikologis.
Karena itu, kita minta Kejari Lhokseumawe memproses kembali kasus itu,” tegasnya. Kasi Pidsus Kejari Lhokseumawe, Syahrir, mengatakan, kasus itu dibuka awalnya oleh petugas kejaksaan lama sebelum dirinya bertugas di Lhokseumawe. Menurut Syahrir, pihaknya mendalami kembali kasus itu berdasarkan temuan dugaan penyelewengan oleh BPK Aceh. “Dalam upaya menuntaskan kasus ini, saya baru saja berkoordinasi dengan BPK Aceh, bagaimana bentuk temuan itu. Namun BPK meminta waktu sepekan untuk memperjelas kembali temuannya kepada kami. Setelah itu langsung kita proses sampai tuntas,” jelasnya.
Untuk diketahui, mantan Kabag Pembangunan Lhokseumawe, Maimun akhir tahun 2008 ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejari Lhokseumawe atas dugaan penyalahgunaan dana pos tak terduga tahun 2003. Total dana yang dipermasalahkan terkait pembangunan jalan kawasan line pipa dan jalan di kawasan Cunda Rp 645 juta.(bah)

MaTA: Dua Kasus Korupsi Macet

Serambi Indonesia

Minggu, 30 Juni 2013 09:15 WIB


* Segera Lapor ke Kejati
LHOKSUKON - Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) mempertanyakan kelanjutan penyidikan dua kasus dugaan korupsi yang ditangani oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Lhoksukon, Aceh Utara. MaTA memasukkan kedua kasus itu dalam daftar kasus macet, dan segera dilaporkan ke Kejati Aceh.
Koordinator MaTA, Alfian menyebutkan, kedua kasus yang masuk daftar macet tersebut adalah, dugaan korupsi dana Sanggar Tari Meuligo Cut Meutia milik Pemkab Aceh Utara tahun 2011, dan penggunaan dana North Aceh Expo (NAE) keempat yang digelar di Desa Blang Adoe, Kecamatan Kuta Makmur, Aceh Utara akhir tahun 2010.
“Kita desak agar dua kasus itu segera dituntaskan penyidikannya. Apalagi khusus kasus dana Sanggar Tari Meuligoe Cut Meutia, sudah ditetapkan tersangkanya yakni Umi Khatijah,” kata Alfian kepada Serambi Sabtu (29/6).
Ia juga memastikan bahwa pihaknya telah memasukkan dua kasus tersebut ke daftar kasus macet untuk disampaikan ke Kejati Aceh dalam waktu dekat ini. “Kedua kasus itu penyelidikannya sudah dilakukan 2011. Namun, sampai sekarang belum sampai pada tahap penuntutan di pengadilan. Kita desak Kejati agar mengintruksi penyelesaian seluruh korupsi di semua kejari kabupaten/kota,” terang Alfian.
Ditambahkan, kejari harus bekerja ekstra menyelesaikan kasus itu guna memberi kepastian hukum pada masyarakat yang telah ditetapkan sebagai tersangka. “Sehingga, masyarakat yang telah menjadi tersangka segera jelas statusnya, apakah dia terdakwa atau terpidana. Jangan selamanya menjadi tersangka,” ujar Alfian.
Dikatakan, khusus untuk North Aceh Expo (NAE) pihaknya mendesak agar kasus itu ditingkatkan ke tahap penyidikan. “Sebelumnya, kejaksaan menyebutkan dana NAE itu terindikasi korupsi. Berarti, sudah jelas ditemukan kesalahan dalam kasus itu. Tinggal melengkapi alat bukti untuk menetapkan tersangka,” pungkas Alfian.
Seperti diberitakan, kedua kasus itu telah dilakukan penyelidikan dan penyidikan oleh Kejari Lhoksukon sejak tahun 2011 lalu. Namun, sampai kini kasus itu belum dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor Banda Aceh.(c46)

KAJARI BAKAL BONGKAR DUGAAN KORUPSI DANA ASPIRASI DPRK ACEH UTARA

Acehshimbun.com 

22  AGUSTUS 2013


Kepala Kejaksaan Aceh Utara Teuku Rahmadsyah mengakui akan segera memerintahkan Kasie Intel untuk segera melakukan kajian dan telah terkait dana aspirasi Ketua DPRK dan anggota yang bernilai Rp 36 Milyar
“Saya akan perintahkan Kesie Intel untuk segera melakukan kajian dan telaah terkait semua dana aspirasi yang dilakokasi untuk DPRK Aceh Utara”, ujar Kajari Aceh Utara kepada acehshimbun.com Rabu 21 Agustus 2013.
Sementara itu, kordinator MaTA Alfian meminta kepada Kejaksaan untuk membongkar dugaan korupsi dana aspirasi Ketua dan Anggota DPRK Aceh Utara tahun anggaran 2013 yang bernilai Rp 36 Milyar
Menurut Alfian, sekarang ini Kejaksaan harus berani mengungkap dugaan korupsi dana aspirasi DPRK Aceh Utara karena selama ini sangat besar potensinya terjadinya penyimpangan baik dalam penganggaran dan realisasinya.
Seperti berita sebelumnya,Masyarakat Traparansi Aceh (MaTA) meminta kepada Kejaksaan Aceh Utara untuk membongkar dugaan korupsi dana aspirasi Ketua DPRK Aceh Utara jamaluddin Jalil beserta anggota dewan lain yang selama ini diduga telah terjadinya penyimpangan
“Kita meminta kepada Kejaksaan untuk segera melakukan penyelidikan dan kasus dugaan pemotongan pembangunan pagar gampong Meunasah panton agar dapat dijadikan pintu masuk untuk mengungkap dugaan penyimpangan lain pada dana aspirasi dewan”, ujar kordinator MaTA Alfian
Menurut Alfian, peminjaman dana hibah untuk pembangunan pagar Gampong meunasah Panton Kecamatan Tanah Jambo Aye yang dilakukan Mualim Jamal tidak dapat dibenarkan karena itu merupakan uang Negara yang tidak dapat dipinjam pakaikan oleh siapapun.
“Selama ini Ketua DPRK Aceh Utara dan anggota mendapat alokasi dana aspirasi tahun anggaran 2013 sebesar 36 Milyar dengan rincian per orang sebesar Rp 800 juta”. Tegasnya
Seperti berita sebelumnya, Ketua DPRK Aceh Utara Jamaluddin jalil atau lebih dikenal Mualllim Jamal meminjam uang hibah untuk pembangunan pagar meunasah panton Kecamatan Tanah Jambo Aye sebesar Rp 15 juta, sebelumnya dalam laporan kepada Gesyik dan masyarakat setempat uang tersebut diatas telah diserahkan kepada Dinas Syariat Islam melalui Muhammad. (Reza Angkasah).

Rabu, 21 Agustus 2013

Direktur RSUCM Disidangkan

Serambi Indonesia


Selasa, 9 Juli 2013 14:52 WIB
* Dugaan Korupsi Alkes dan Alat KB
BANDA ACEH - Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Tipikor Banda Aceh, Senin (8/7), menggelar sidang perdana perkara dugaan korupsi Rp 3,5 miliar lebih dalam proyek pengadaan alat kesehatan (Alkes) dan KB di Rumah Sakit Umum Cut Meutia (RSUCM) Aceh Utara pada 2012. Terdakwa proyek ini adalah Direktur RSUCM, Drg Anita Syafrida (52), Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Surdeni Sulaiman, dan rekanan proyek ini, M Saladin Akbar.
Terdakwa Anita mendapat giliran terakhir duduk di kursi pesakitan. Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Lhoksukon, Oktarian SH cs dalam dakwaan menyebutkan terdakwa selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) membentuk panitia dalam proyek didanai APBN 2012 Rp 25 miliar ini. Misalnya, Surdeni selaku PPK. Sedangkan M Saladin adalah Dirut PT Visa Karya Mandiri selaku rekanan.
Intinya dalam pengadaan alkes dan alat KB ini, banyak terdapat alat rusak dan sebagian alat lagi tidak sesuai spesifikasi seperti tercantum dalam kontrak, tapi sesuai peran masing-masing sehingga Saladin selaku rekanan menerima sepenuhnya secara bertahap pembayaran pembelian terhadap proyek ini sesuai tercantum di dalam kontrak. Padahal ketiga terdakwa menyadari barang tersebut ada yang rusak dan tak sesuai spesifikasi, tetapi uang tetap dicairkan sepenuhnya karena mereka menghindari agar dana jangan ditarik kembali untuk kas negara.
“Perbuatan terdakwa selaku KPA bersama-sama Surdeni telah memperkaya diri sendiri dan orang lain, yaitu M Saladin selaku Direktur Utama PT Visa Karya Mandiri. Akibat perbuatan terdakwa bersama Surdeni dan M Saladin telah menyebabkan kerugian keuangan negara Rp 3.519.875.000 atau setidaknya sejumlah itu,” baca JPU  Oktarian SH.  
Seusai pembacaan dakwaan ini, terdakwa Drg Anita berkonsultasi dengan pengacaranya Zulfira SH. Kemudian, pengacara itu menyatakan akan mengajukan eksepsi atau nota keberatan terhadap dakwaan ini. Sebelumnya, pengacara terdakwa Surdeni dan Saladin bernama Ansharullah Ida MH, Aulia SH, dan Syamsul Rizal SH juga menyatakan akan mengajukan eksepsi atas dakwaan terhadap klien mereka.
Majelis hakim diketuai Taswir MH dibantu hakim anggota Ainal Mardhiah SH dan Hamidi Djamil SH memutuskan sidang lanjutan untuk ketiga terdakwa dengan agenda pembacaan eksepsi pengacara, Rabu (17/7) mendatang.(sal) 

Rekanan Jalan Lingkar Tersangka

Serambi Indonesia

Kamis, 11 Juli 2013 10:16 WIB


LHOKSEUMAWE - Penyidik Reskrim Polres Lhokseumawe beberapa hari lalu menetapkan Direktris CV Masrifai Tehnik, Masna Rima Yanti, selaku rekanan proyek jalan lingkar dari Desa Ujong Blang ke Alue Kala sebagi tersangka. Bahkan, Rabu (10/7), polisi telah mengirim surat panggilan kepada Masna agar hadir ke Mapolres untuk dimintai keterangan sebagai tersangka dalam kasus itu.
Seperti diketahui, sejak Desember 2012 Polres Lhokseumawe mulai menyelidiki pembangunan jalan lingkar yang dibangun dengan dana APBA 2011 sebesar Rp 2 miliar.
Kapolres Lhokseumawe AKBP Joko Surachmanto, melalui Kasubbag Humas Iptu Sofyan, kemarin, mengatakan penetapan rekanan proyek jalan lingkar tersebut sebagai tersangka karena dinilai telah cukup bukti dan keterangan yang dihimpun dari saksi selama ini, termasuk keterangan saksi ahli. “Menurut saksi ahli dari BPKP, meski proyek tersebut telah diganti rugi, namun proses hukumnya tetap lanjut,” jelas Iptu Sofyan.
Sesuai jadwal yang direncanakan, lanjut Kasubbag Humas, Masna akan diperiksa sebagai tersangka di ruang Tipikor Reskrim Polres Lhokseumawe, Jumat (12/7) mendatang. “Sampai saat ini baru satu orang yaitu Direktris CV Masrifai Tehnik yang kita tetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini. Ke depan, tak tertutup kemungkinan akan ada tersangka lain,” demikian Iptu Sofyan. Sementara itu, sampai berita ini dikirimkan sore kemarin, Serambi belum berhasil mendapat konfirmasi dari Masna Rima Yanti.(bah)

Berkas Kasus Alkes ke Pengadilan Tipikor

Serambi Indonesia

Jumat, 12 Juli 2013 15:31 WIB


LHOKSEUMAWE - Kejaksaan Negeri (Kejari) Lhokseumawe, Kamis (11/7) sekitar pukul 11.00 WIB, melimpahkan berkas tiga tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan alat kesehatan (Alkes) di Dinas Kesehatan Lhokseumawe ke Pengadilan Tipikor Banda Aceh. Saat menyerahkan berkas itu, tim Kejari tak membawa tersangka. “Tersangka baru kita bawa ke Pengadilan Tipikor pada saat sidang nanti,” ujar Kajari Lhokseumawe Royani SH melalui Kasi Pidana Khusus (Pidsus), Syahrir kepada Serambi, kemarin.
Menurutnya, berkas yang dibuat terpisah untuk setiap tersangka diterima Panitera Muda Pengadilan Tipikor Banda Aceh, Samuin SH. “Kami juga serahkan sejumlah barang bukti, seperti dokumen rincian alat-alat kesehatan. Sedangkan alatnya tidak kita bawa, karena beberapa barang yang sudah ada sekarang sudah digunakan sejumlah puskemas di Lhokseumawe,” jelasnya. Dengan selesainya penyerahan berkas, tambah Syahrir, pihaknya hanya menunggu jadwal sidang yang ditetapkan Pengadilan Tipikor.
Seperti diberitakan sebelumnya, Kejari Lhokseumawe menetapkan tiga tersangka dalam kasus tersebut, yakni Kadis Kesehatan Lhokseumawe, Sarjani Yunus, Kuasa BUD Dinas Pengelolaan Keuangan Aset Daerah (DPKAD) Lhokseumawe, Helma Faidar, dan Direktur PT Kana Farma Indonesia, Husaini. Kerugian negara dalam perkara ini sesuai hasil audit BPKP Rp 3,5 miliar.(bah)

Tersangka Korupsi di SMK Ditahan

Serambi Indonesia

Rabu, 17 Juli 2013 10:09 WIB


BIREUEN - Polres Bireuen, Senin (8/7) menetapkan Drs Khairil Azhar, mantan Kepala SMKN 1 Jeumpa, Bireuen sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi di sekolah tersebut. Pada hari itu juga, tersangka langsung ditahan di sel Mapolres setempat. Sementara seorang guru SMK itu yang juga menjadi tersangka dalam kasus yang sama hingga kini masih diburu pihak kepolisian.
Data diperoleh Serambi, SMKN 1 Jeumpa Bireuen tahun 2011 menerima bantuan dana Otsus untuk Biaya Operasional Sekolah (BOS) tahap pertama Rp 68.885.000 dan tahap kedua Rp 68.885.000. Pada tahun yang sama, sekolah itu mendapat bantuan dari APBN Rp 478.770.000. Sehingga total bantuan yang diterima SMKN 1 Jeumpa pada tahun itu adalah Rp 616.540.000.
Kapolres Bireuen, AKBP Yuri Karsono SIK, mengatakan, dugaan korupsi di sekolah itu terjadi tahun 2011 dimana pemanfaatan berbagai jenis bantuan tak bisa dipertanggungjawabkan. “Hasil penyelidikan kami, 364.310.000 rupiah dari total bantuan dapat dipertanggungjawabkan oleh pihak sekolah. Sedangkan sisanya 287.000.000 rupiah tak tepat sasaran,” ungkap Kapolres kepada Serambi, Selasa (16/7). 
Menurutnya, pengusutan kasus dugaan korupsi di SMKN 1 Jeumpa dimulai awal Maret 2013 dan telah dilakukan gelar kasus di Mapolda Aceh. Setelah itu, kata Kapolres, baru ditetapkan mantan kepala sekolah tersebut sebagai tersangka. “Hingga kini Kita masih terus periksa tersangka,” ujar AKBP Yuri Karsono.
Penetapan tersangka dalam kasus itu, tambah Kapolres, telah melalui proses panjang, seperti memintai keterangan puluhan saksi termasuk siswa sekolah itu. “Selain itu, meminta keterangan tim ahli dari Jakarta menyangkut penggunaan dana bantuan ke sekolah tersebut dan tim BPKP Perwakilan Aceh mengaudit kerugian negara di sekolah itu,” pungkas Kapolres.(yus)

Zulfira: Alkes RSUCM yang Rusak Sudah Diganti

Serambi Indonesia

Kamis, 18 Juli 2013 14:19 WIB


BANDA ACEH - Zulfira SH, Pengacara Direktur Rumah Sakit Umum Cut Meutia (RSUCM) Aceh Utara, Drg Anita Syafridah (52), mengatakan rekanan PT Visa Karya Mandiri telah menggantikan semua alat kesehatan (Alkes) rusak dengan yang baru sehingga alat itu sudah bisa dimanfaatkan pasien yang berobat ke rumah sakit tersebut.
Demikian isi eksepsi atau nota keberatan pengacara terdakwa dibacakan dalam sidang kedua di Pengadilan Negeri (PN) Tipikor Banda Aceh, Rabu (17/7). Eksepsi ini menanggapi dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Lhoksukon, Aceh Utara pada sidang perdana sebelumnya yang menyebut pengadaan alkes dan alat KB di RSUCM pada 2012 banyak rusak, tetapi terdakwa selaku Kuasa Penguna Anggaran (KPA) membayar penuh kepada rekanan, sehingga menimbulkan kerugian negara.
“Faktanya sejak Februari 2013 seluruh barang rusak sudah diganti oleh penyedia barang PT Visa Karya Mandiri dan saat ini sudah dimanfaatkan oleh warga yang berobat ke RSUCM. Fakta ini tak diuraikan oleh JPU, bahkan menurut kami sengaja disembunyikan demi memenuhi target agar klien kami menjadi terdakwa,” baca Zulfira.
Menurutnya, pergantian barang rusak itu sesuai surat jaminan PT Visa Karya Mandiri. Selain itu, barang rusak tersebut masih dalam masa garansi sehingga sejak awal produsen menjamin menggantikannya jika ada barang rusak. “Sehingga kegiatan pengadaan barang berupa alkes, kedokteran, dan KB di RSUCM tidak terindikasi, apalagi mengakibatkan kerugian negara sebagaimana didakwakan JPU,” tegas Zulfira.
Karena itu, menurutnya, surat dakwaan itu tidak jelas atau kabur karena tak dibangun berdasarkan fakta dalam berkas perkara. Bahkan JPU juga tak memisahkan antara barang yang belum lengkap dan barang yang sudah diterima, tapi dinilai tak sesuai spesifikasi. Sehingga menurut ketentuan Pasal 143 Ayat (3) KUHAP, surat dakwaan JPU itu harus dibatalkan demi hukum.
Selanjutnya, giliran pengacara terdakwa Surdeni dan M Saladin Akbar bernama Ansharullah Ida MH, Syamsul Rizal SH, dan Aulia Rahman SH membacakan eksepsi terhadap klien mereka. Inti eksepsi hampir sama, bahkan para pengacara ini juga meminta majelis hakim menetapkan lembaga berwenang mengaudit kerugian negara dalam perkara ini dengan menunda pemeriksaan terlebih dahulu.
Pasalnya kerugian negara versi audit jaksa dalam perkara ini Rp 3.519.875.000 kabur, jaksa tak memiliki keahlian dan bukan lembaga audit kerugian negara, seperti Inspektorat, BPK, dan BPKP Aceh.
Majelis hakim diketuai Taswir MH dibantu hakim anggota Ainal Mardhiah SH dan Hamidi Djamil SH memutuskan sidang lanjutan dengan agenda pembacaan tanggapan JPU Oktarian SH cs terhadap eksepsi ini, Selasa (23/7).(sal)

Konsultan Jalan Lingkar Jadi Tersangka

Serambi Indonesia

Minggu, 21 Juli 2013 10:52 WIB


LHOKSEUMAWE - Penyidik Reskrim Polres Lhokseumawe menetapkan Ir Efendi, konsultan pengawas proyek pembangunan jalan lingkar Desa Ujong Blang - Alue Kala, Kecamatan Muara Dua Lhokseumawe, sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pembangunan jalan tersebut. Informasi diperoleh, Ir Efendi telah berstatus tersangka sejak Senin (15/7) lalu.
Sumber polisi menyebutkan, penyidik menetapkan Efendi sebagai tersangka dalam kasus itu, setelah memeriksa  Direktris CV Masrifai Tehnik, Masna Rima Yanti, rekanan protek jalan lingkar yang telah ditetapkan sebagai tersangka sebelumnya.
Kapolres Lhokseumawe AKBP Joko Surachmanto melalui Kasubbas Humas Iptu Sofyan kepada Serambi Jumat (19/7) menyebutkan, Effendi ditetapkan sebagai tersangka setelah penyidik mendapatkan alat bukti yang cukup, berdasarkan keterangan saksi dan juga barang bukti yang diamankan penyidik.
“Penyidik telah melayangkan surat panggilan kepada tersangka untuk diperiksa usai ditetapkan sebagai tersangka. Penyidik kemarin (Kamis-red) juga memeriksa dua petugas Dinas Bina Marga Aceh sebagai saksi,” kata Iptu Sofyan.
Ditanya berapa jumlah tersangka dalam kasus itu, Kasubbag Humas Iptu Sofyan menyebutkan, penyidik terus mendalami kasus itu meski telah berhasil menetapkan dua tersangka dalam kasus itu. Sebab, tidak menutup kemungkinan tersangka dalam kasus itu juga bertambah. “Penyidik juga telah menjadwalkan pemeriksaan Wakil Direktris CV Masrifai Tehnik, Faisal sebagai saksi,” katanya. 
Diberitakan sebelumnya, sejak Desember 2012 penyidik Tipikor Reskrim Polres Lhokseumawe mulai menyelidiki pembangunan jalan lingkar dari Desa Ujong Blang Kecamatan Banda Sakti - Alue Kala Kecamatan Muara Dua, Lhokseumawe bersumber dari APBA 2011 Rp 2 miliar rupiah.(c37) 


11 Kejari tak Pernah Tangani Kasus Korupsi

Serambi Indonesia

Selasa, 23 Juli 2013 11:45 WIB


* Selama Januari -  Juni 2013
BANDA ACEH - Dari 23 Kejari dan dua cabang Kejari di Aceh, 11 di antaranya sama sekali tak pernah enangani perkara tindak pidana korupsi (Tipikor) selama Januari-Juni 2013. Karena itu, Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Aceh, TM Syahrizal SH mengaku akan mengevaluasi penyebab ‘mandulnya’ penanganan perkara tipikor di 11 Kejari itu.
Hal tersebut disampaikan Kajati saat menggelar konferensi pers di Aula Kejati Aceh, Senin (22/7) siang. Kegiatan tersebut bertepatan dengan peringatan Hari Bakti Ke-53 Adhyaksa yang upacaranya juga dilaksanakan di halaman Kantor Kejati Aceh, kemarin pagi. Pada kesempatan itu, Kajati didampingi Wakajati Hermut Achmadi SH serta para Asisten.
“10 Kejari dan satu Cabang Kejari Bakongan, Aceh Selatan itu akan dievaluasi, kenapa tak ada satu pun menangani perkara korupsi dalam waktu enam bulan ini. Semestinya minimal ada dua perkara, tapi tak dalam artian enam bulan itu mereka tak menangani perkara tipikor sama sekali, tetap ada, namun perkara sebelum Januari 2013 dan sudah ada yang dilimpahkan ke Pengadilan Negeri (PN) Tipikor Banda Aceh,” kata Kajati.
Adapun jumlah perkara tipikor se-Aceh yang ditangani sejak enam bulan terakhir ini, menurut Asisten Pidsus Kejati Aceh, Raja Ulung Padang MH masing-masing 15 perkara untuk tahap penyelidikan dan penyidikan. Paling banyak di Kejati Aceh, yakni sedang menyidik lima perkara tipikor, empat di antaranya adalah kasus pada proyek pembangunan pusat pemerintahan Aceh Timur, pinjaman Pemkab Aceh Utara Rp 1,5 miliar dari bank semasa Bupati Ilyas, belanja hibah Biro Isra ke Yayasan Cakra Donya.
“Semua perkara itu belum ditetapkan tersangka, tetapi sudah penyidikan. Sedangkan perkara dugaan tipikor program beasiswa Pemerintah Aceh di Unsyiah 3,6 miliar rupiah (APBA 2009-2010), seperti diketahui sudah ada tiga tersangka. Kini tinggal selangkah lagi untuk ditingkatkan dari penyidikan ke penuntutan, yaitu tinggal menunggu satu dokumen lagi dari tersangka DD (Darni Daud-red),” tegas Raja Ulung.
Raja Ulung juga memaparkan kerugian negara dalam perkara korupsi yang sudah diselamatkan jajaran Kejari se-Aceh terhitung Januari-Juni 2013 adalah Rp 5.549.415.816, tak ada perkara di Kejati. Sedangkan jumlah uang pengganti perkara korupsi yang sudah dibayar Rp 29.909.811.(sal)

Stadion Galus Diperiksa Tim Teknis

Serambi Indonesia

Selasa, 30 Juli 2013 09:59 WIB


* Jaksa Tetapkan Tersangka Seusai Audit BPKP
BLANGKEJEREN - Stadion olahraga kebanggaan masyarakat Gayo Lues (Galus) yang bernama ‘Seribu Bukit’, diambil dari julukan kabupaten yang dipimpin Ibnu Hasim diperiksa tim teknis bidang konstruksi Banda Aceh. Dugaan awal, kerugian negara capai Rp 500 juta atas proyek lanjutan pembangunan stadion melalui dana Otsus 2012 Rp 4,446 miliar oleh PT Mahara.
Kejari Blangkejeren, M Husein Admaja, kepada Serambi, Senin (29/7) mengatakan status kasus stadion tersebut tinggal menunggu hasil tim ahli dan tim BPK atau BPKP untuk mengaudit kerugian negara. “Seusai hasil tim audit turun, maka para tersangka kasus Stadion Seribu Bukit langsung ditetapkan,” jelas M Husein.
Dia menjelaskan kontraktor yang merangkap sebagai konsultan dan pengawasan lapangan akan dinilai dari LKPP, juga bekerjasama dengan tim ahli tentang kontrak kerja dan kebenaran dokumen proyek. M Husein berharap, hasil tim audit turun, minimal pada tahun ini juga, sehingga kasus tersebut dapat segera dituntaskan.
Sedangkan Kasi Pidsus Reza Rahim menyatakan dari hasil tim teknis yang telah turun, terkesan ada unsur KKN yang menyebabkan kerugian negara capai Rp 500 juta lebih dari pagu anggaran Rp 4,446 miliar. Dia mengungkapkan, dari hasil tim teknis ditemukan pengerjaan proyek stadion tidak sesuai kontrak kerja dan spek pekerjaan.
“Berdasarkan kontrak kerja, ternyata ada sebagian pekerjaan yang tidak dikerjakan pihak kontraktor, atau tidak seusai speks,” katanya. Dia berharap, kasus tersebut bisa tuntas dalam tahun ini juga dan tidak berlarut-larut lagi.
Sebelumnya dilaporkan, Kejaksaan Negeri (Kajari) Blangkejeren membidik dua kasus korupsi di Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) bersama Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Dishutbun) Gayo Lues. Kedua kasus itu, proyek lanjutan tribun Stadion Seribut Bukit di Dikpora dan dana bagi hasil cukai hasil tembakau (DHB-CT) 2012 di Dishutbun.
Muhammad Husein A SH MH kepada Serambi, Kamis (11/4/2013) mengatakan akan menuntaskan dua kasus tersebut pada tahun ini juga dan tidak akan ditunda lagi untuk segera diajukan ke pengadilan. Dia menjelaskan, kedua kasus  dugaan tindakan pidana penyimpangan atau korupsi itu telah merugikan keuangan negara.
Kejari juga telah menaikkan status kasus tersebut dari penyelidikan menjadi penyidikan yang melibatkan sejumlah pihak terkait. Kajari Blangkejeren, M Husein Admaja kepada Serambi, Kamis (13/6/2013) mengatakan tim teknis Banda Aceh ditugaskan untuk menghitung kerugian negara dari proyek Stadion Seribu Bukit
Sebelumnya, jaksa telah memeriksa Kadispora Sahyuti SH, dan Direktur PT Mahara, Ismael M, serta Siarudin selaku kontraktor merangkap konsultan dan pengawas lapangan.(c40)

SuAK: Gudangkan Mobil Pelat Merah

Serambi Indonesia

Senin, 5 Agustus 2013 14:47 WIB


MEULABOH - Koordinator Solidaritas untuk Antikorupsi (SuAK) Aceh, T Neta Firdaus mengimbau pimpinan daerah di Aceh agar memerintah semua kendaraan dinas digudangkan selama masa libur dan Lebaran Idul Fitri 1434 H. Hal ini bertujuan agar tidak terjadi penyalahgunaan kendaraan dinas untuk kepentingan pribadi, seperti untuk kepentingan mudik.
“Perlu sikap tegas dari pimpinan lembaga pemerintah di daerah ini agar kendaraan dinas terutama mobil dinas digudangkan selama cuti bersama dan Lebaran Idul Fitri. Langkah ini perlu dilakukan agar tidak terjadi penyalahgunaan kendaraan dinas untuk kepentingan pribadi. Apalagi ditemukan kasus mobil pelat merah sengaja diganti dengan pelat hitam guna menghilangkan jejak seolah-olah mobil tersebut milik pribadi pejabat bersangkutan,” kata Neta kepada Serambi, Minggu (4/8).
Neta menilai, kasus penggantian pelat mobil seperti ini menandakan masih ada pejabat yang kurang paham terhadap penggunaan mobil yang dibeli menggunakan uang rakyat tersebut. Seharusnya mobil pelat merah digunakan untuk melayani masyarakat dan buikan untuk kepentingan pribadi. “Karena itu perlu diambil sikap tegas agar mobil dinas digudangkan saja selama liburan Idul Fitri ini,” ulangnya.(riz)

Polisi Tahan Pejabat KIP dan Kontraktor

Serambi Indonesia

Rabu, 14 Agustus 2013 09:17 WIB


* Tersandung Proyek Rp 1,5 miliar
SUBULUSSALAM – Dua pejabat di Kantor Komisi Independen Pemilihan (KIP) Kota Subulussalam plus seorang rekanan dijebloskan ke sel Mapolres Aceh Singkil, Senin (5/8) pekan lalu sehingga mereka harus merayakan Idul Fitri 1 Syawal 1434 Hijriah di balik jeruji besi. Ketiganya dipenjara karena tersandung kasus proyek pembangunan kantor KIP Subulussalam senilai Rp 1,5 miliar yang bersumber dari APBN 2012 silam.
Kapolres Aceh Singkil AKBP Bambang Syafrianto yang dikonfirmasi Serambi, Selasa (12/8) via telepon selulernya membenarkan hal itu. Namun untuk informasi secara jelas, Kapolres AKBP Bambang mempersilakan menanyakan pada Kasat Reskrim AKP Haryono.
Secara terpisah, Kasat Reskrim AKP Haryono yang ditanyai mengatakan tiga tersangka kasus proyek kantor KIP Subulussalam yang ditahan masing-masing dua merupakan pejabat dan seorang rekanan. Ketiganya menurut AKP Haryono ditahan tiga hari menjelang Lebaran lalu. ”Iya benar, tersangka kasus proyek pembangunan kantor KIP Subulussalam sudah kami tahan tiga hari sebelum Lebaran kemarin,” ujar Kasat Reskrim AKP Haryono.
Ia menyebutkan ketiga tersangka masing-masing berinisial SK sekretaris Kantor KIP Subulussalam sekaligus Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) pada proyek terkait. Kedua berinisial HMS selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), ketiga berinsial  TB selaku rekanan proyek yang berlokasi di Kawasan Perkantoran Pemerintah Kota Subulussalam (KPPKS), Dusun Lae Terutung, Lae Oram, Simpang Kiri, tersebut.
AKP Haryono menjelaskan, penyimpangan proyek kantor KIP diketahui setelah pihak kepolisian melanjutkan audit pada Desember 2012 lalu di mana kemajuan pekerjaan masih berkisar 70-an persen namun uang telah ditarik seluruhnya atau 100 persen.
Berdasarkan hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Aceh seperti disampaikan Kapolres Aceh Singkil AKBP Bambang sebelumnya, kerugian negara dalam proyek pembangunan kantor KIP Subulussalam mencapai Rp 419 juta.
Lebih jauh Kasat Reskrim AKP Haryono mengakui ada pihak keluarga tersangka yang meminta agar penahanan ditangguhkan, namun tidak dikabulkan. Alasannya karena ini merupakan kasus tindak pidana korupsi (Tipikor) yang mendapat perhatian khusus. Mereka akan ditahan hingga 20 hari ke depan sejak tanggal penahanan dan akan kembali diperpanjang bila berkas kasusnya belum selesai.
Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) proyek pembangunan kantor KIP Subulussalam, Saleh Kadri yang dikonfirmasi Serambi, Selasa (26/3/2013) lalu di ruang kerjanya membenarkan pihaknya telah mencairkan dana proyek yang nilainya mencapai Rp 1,5 miliar itu 100 persen pada akhir tahun 2012.
Ketika ditanyakan kemajuan pekerjaan pada masa itu, Saleh Kadri mengaku baru sekitar 72 persen. Ditanyai kenapa pekerjaan kantor KIP Subulussalam tidak sesuai target pada tahun 2012 sehingga harus ditarik dananya meski belum selesai, Saleh mengatakan lantaran cuaca akhir tahun yang kerap diguyur hujan. Ia beralasan, pihaknya menarik dana pembangunan kantor KIP 100 persen meski pekerjaan belum selesai merupakan kebijakan untuk kebaikan.
Pasalnya, anggaran pembangunan kantor KIP Subulussalam bersumber dari APBN 2012 dan apabila tidak ditarik maka kantor terkait dipastikan tidak dapat selesai. Sementara, kata Saleh, KIP Subulussalam hingga Maret lalu masih menyewa. Karena itulah, Saleh mengaku pihaknya mengambil kebijakan agar kantor KIP Subulussalam dapat diselesaikan.(kh)

BPR belum Lapor Dana Rp 2 M

Serambi Indonesia

Rabu, 14 Agustus 2013 10:07 WIB


LHOKSUKON - Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Sabe Meusampe milik Pemkab Aceh Utara hingga kini belum melaporkan penggunaan dana sebesar Rp 2 miliar ke Pemkab setempat. Tahun lalu, Pemkab berinvestasi Rp 2 miliar pada bank itu untuk dibagikan kepada masyarakat dalam bentuk kredit pada program Pemberdayaan Ekonomi Rakyat (PER).
Informasi yang dihimpun Serambi, Selasa (13/8), mengatakan tidak dilaporkannya penggunaan dana itu menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan Aceh ketika memeriksa Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Aceh Utara tahun 2012. Hasil pemeriksaan itu telah disampaikan ke Pemkab setempat 13 Juli 2013.
Sekdakab Aceh Utara, Syahbuddin Usman MSi, mengakui bank tersebut belum melaporkan penggunaan dana itu. “Setelah menerima hasil pemeriksaan LKPD, kita langsung tindak lanjuti dan meminta BPR sesegera mungkin membuat laporan itu dan diserahkan ke Pemkab,” harap Sekda.
Dikatakan, Pemkab juga telah meminta Inspektorat setempat untuk mengaudit semua penggunaan dana di BPR yang berkantor di Jalan Merdeka, Lhokseumawe itu. Menurut Sekda, hasil audit tersebut akan digunakan untuk mengevaluasi kinerja manajemen BPR. “Inspektorat akan mengaudit aset bank, neraca keuangan, penggunaan dana, pola pemberian kredit dan lain sebagainya secara menyeluruh. Kita minta Inspektorat bekerja cepat,” pinta Syahbuddin.
Sementara Inspektur Aceh Utara, Salwa menyatakan pihaknya belum menerima surat perintah audit dari Pemkab. “Secara lisan sudah disampaikan Pak Sekda ke saya. Saat ini, tim auditor kami sedang bekerja pada obyek lain. Mungkin awal bulan depan, baru kita mulai audit BPR,” terang Salwa. Dikatakan, pihaknya butuh waktu 15 hari-1 bulan untuk mengaudit semua penggunaan dana dan pengelolaan aset di BPR tersebut.(c46)

Polisi Tahan Mantan Kepala BKPP Agara

Serambi Indonesia

Kamis, 15 Agustus 2013 11:55 WIB


* Diduga Korupsi Bansos 2010
KUTACANE - Mantan kepala Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluh Pertanian (BKPP) yang kini menjabat Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Kadishutbun) Aceh Tenggara, Ishak Bukhari, resmi ditahan polisi Rabu (14/8) sore atas dugaan terlibat korupsi dana Bantuan Sosial (Bansos) di kabupaten itu pada 2010.
“Kini tersangka telah diamankan di Mapolres Agara,” kata Kapolres Aceh Tenggara, AKBP Trisno Riyanto, menjawab Serambi, Rabu (14/8).
Menurut Kapolres, tersangka Ishak Bukhari diamankan penyidik tindak pidana korupsi (Tipikor) Polres Agara bersama dua stafnya. Masing-masing Bendahara dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di BKPP Agara.
Ishak Bukhari diduga penyidik terlibat kasus tindak pidana korupsi dana Bansos 2010 sebesar Rp 415.000.000. Menurut Kapolres Agara, AKBP Trisno Riyanto, sudah sejak 5 Agustus 2013 Ishak Bukhari ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi Bansos 2010 untuk program peningkatan ketahanan pangan.
Dana sebanyak itu sedianya untuk kesejahteraan petani Rp 25 juta dan Rp 390 juta untuk ketahanan pangan. Tapi dana itu diduga diselewengkan Ishak Bukhari.
Kapolres menambahkan, sejak sekitar pukul 15.00 WIB kemarin, Ishak Bukhari yang kini menjabat Kepala Dishutbun Agara telah ditangkap dan diamankan di Mapolres Agara untuk penyidikan lebih lanjut. (as)

PPTK Dinas PU Jadi Tersangka

Serambi Indonesia

Jumat, 16 Agustus 2013 10:13 WIB


* Kasus Jalan Lingkar
LHOKSEUMAWE - Penyidik Reskrim Polres Lhokseumawe, Kamis (15/8) memeriksa Ridwan, Pejabat Pelaksana Teknik Kegiatan (PPTK) Dinas Pekerjaan Umum (PU) Lhokseumawe pada proyek pembangunan jalan lingkar (Desa Ujong Blang-Alue Kala Kecamatan Muara Dua) sebagai tersangka.
Ridwan ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus tersebut Selasa (12/8). Dengan demikian, hingga saat ini sudah ada tiga tersangka dalam kasus tersebut. Dua tersangka sebelumnya yaitu Ir Efendi, Konsultan Pengawas dan Direktris CV Masrifai Tehnik, Masna Rima Yanti, rekanan proyek tersebut.
Ridwan hadir ke Polres Lhokseumawe sekitar pukul 09.30 WIB kemarin didampingi pengacaranya, Heni Naslawati SH. Kemudian sekitar pukul 10.00 WIB, tersangka mulai diperiksa.
Kapolres Lhokseumawe, AKBP Joko Surachmanto melalui Kasubbas Humas Iptu Sofyan kepada Serambi, kemarin mengatakan, Ridwan ditetapkan sebagai tersangka setelah penyidik mendapat alat bukti yang kuat terkait keterlibatannya dalam proyek pembangunan jalan lingkar. “Ridwan baru pertama kali kita periksa sebagai tersangka,” ujar Iptu Sofyan.
Sebelumnya, lanjut Kasubbag Humas, Ridwan juga sudah diperiksa penyidik dalam kasus tersebut, tapi sebagai saksi. “Keterlibatan Ridwan dalam kasus itu karena dia ikut meneken sejumlah dokumen sehingga dana bisa dicairkan. Namun, realisasi proyek tidak sesuai dengan jumlah dana yang dicairkan,” ungkapnya.
Meski penyidik telah menetapkan tiga tersangka dalam kasus itu, menurutnya, tak tertutup kemungkinan ada tersangka baru. Karenanya penyidik terus mengembangkan kasus tersebut setelah memeriksa Ridwan. Sebab, dalam kasus itu, penyidik juga masih memerlukan keterangan tambahan dari saksi dan saksi lain baru akan diperiksa setelah pemeriksaan terhadap Ridwan selesai.
Seperti diberitakan sebelumnya, sejak Desember 2012 penyidik Tipikor Reskrim Polres Lhokseumawe mulai menyelidiki pembangunan jalan lingkar dari Desa Ujong Blang Kecamatan Banda Sakti-Alue Kala Kecamatan Muara Dua, Lhokseumawe bersumber dari APBA 2011 Rp 2 miliar.(c37)

Polres Agara Klarifikasi Penahanan Kepala BKPP Agara

Serambi Indonesia

Jumat, 16 Agustus 2013 11:03 WIB


KUTACANE – Penyidik Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Polres Aceh Tenggara ternyata hanya memeriksa dan tidak menahan di sel Mapolres Agara, Ir Ishak Bukhari MM selaku mantan kepala Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluh Pertanian (BKPP) Agara, pada Kamis (15/8) sore.
Kapolres Aceh Tenggara, AKBP Trisno Riyanto, didampingi Kasat Reskrim, Iptu Benito Harleandra, kepada Serambi, Kamis (15/8) mengatakan, benar Ir Ishak Bukhari ditetapkan sebagai tersangka, namun belum ditahan. Kapolres melakukan koreksi atas pemberitaan Serambi kemarin yang menyebutkan seusai diperiksa, Ishak Bukhari akhirnya ditahan.
Tapi kenyataannya, seusai diperiksa ia tak ditahan. Alasan Kapolres belum menahan, karena masih menunggu hasil audit kerugian negara dari BPKP Aceh. Alasan kedua, belum dilakukan uji specimen tanda tangan di Laboratorium Forensik Polda Sumatera Utara. Dari uji itu nantinya baru bisa dipastikan identik atau tidak identiknya tanda tangan yang bersangkutan di dokumen-dokumen yang dijadikan bukti dugaan kasus korupsi itu.
Di sisi lain, kata AKBP Trisno Riyanto, tersangka mantan kepala BKPP Agara itu membantah kalau dirinya ada menandatangani cek yang ada pada Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). Untuk, memastikan itu, maka perlu dilakukan pemeriksaan tanda tangan identik atau nonidentik di Labfor Medan. “Selanjutnya, kita masih menunggu hasil audit dari BPKP Banda Aceh,” ujarnya.
Sebagaimana diberitakan kemarin, tersangka Ishak Bukhari diduga terlibat tindak pidana korupsi bersama dua stafnya. Masing-masing Bendahara dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di BKPP Agara.
Ishak Bukhari diduga penyidik terlibat kasus tindak pidana korupsi dana Bansos 2010 sebesar Rp 415.000.000.
Menurut Kapolres Agara, AKBP Trisno Riyanto, sudah sejak 5 Agustus 2013 Ishak Bukhari ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi Bansos 2010 untuk program peningkatan ketahanan pangan.
Dana sebanyak itu sedianya untuk kesejahteraan petani Rp 25 juta dan Rp 390 juta untuk ketahanan pangan. Tapi dana itu diduga diselewengkan Ishak Bukhari.  (as)

MaTA Desak Polisi Tahan Tersangka Korupsi Bansos

Serambi Indonesia

Senin, 19 Agustus 2013 09:57 WIB


* Diduga Selewengkan Bantuan Rp415 Juta
KUTACANE - Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) dan LSM Lumbung Informasi Rakyat (Lira) Agara, mendesak kepolisian segera menahan para tersangka dugaan korupsi bantuan sosial (Bansos) pada Badan Ketahanan Pangan Penyuluh Pertanian (BKPP) tahun 2010 yang mencapai Rp 415 Juta.
Koordinator Badan Pekerja Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA), Alfian dalam siaran persnya kepada Serambi, Minggu (18/8) mendesak Polres Agara untuk segera menahan para tersangka dugaan kasus korupsi Bansos tahun 2010 di Agara. “Ini penting dilakukan sehingga ada kepastian hukum dan tidak memberikan penangguhan penahanan. Sehingga komitmen Kapolda Aceh menjadi kenyataan dalam pemberantasan korupsi,” ujar Alfian.
Apalagi, lanjutnya, dana yang bersumber dari APBN 2013 untuk pemberantasan kasus korupsi bagi institusi Polri lebih dari cukup. MaTA berharap ada kesamaan pemahaman terhadap pelaku korupsi. Di mana korupsi adalah kejahatan luar biasa dan penanganannya juga harus luar biasa.
“Jangan sampai hanya ditahan satu malam terus lepas dengan alasan ada jaminan dan koperatif. Korupsi telah menyebabkan negara rapuh dan rakyat miskin. Kita harap polisi mau menunjukkan konsistennya dalam pemberantasan korupsi,” ujar Alfian.
Sementara itu aktivis LSM Lira Agara, M Saleh Selian juga mempertanyakan, kenapa Ishak Bukhari, mantan Kepala BKPP Agara yang terlibat dalam kasus tersebut hanya semalam ditahan. Begitu juga dengan bendahara dan PPK di BKPP. (as)

Ketua DPRK Agara Bantah Terlibat Kasus Korupsi

Serambi Indonesia

Rabu, 21 Agustus 2013 11:15 WIB


KUTACANE - Ketua DPRK Aceh Tenggara, M Salim Fakhri SE MM membantah dirinya terlibat kasus korupsi seperti yang ia simpulkan dari pemberitaan Serambi, Senin (19/8) lalu. Bantahan itu ia sampaikan di Kutacane, Aceh Tenggara, Selasa kemarin.
Dalam berita halaman 1 Serambi  edisi Senin (19/8/2013) berjudul Gubernur belum Terima Surat tentang Juragan, Kepala Biro Hukum Setda Aceh, Edrian SH mengatakan bahwa permohonan izin untuk memeriksa pejabat daerah tersangkut masalah hukum yang kewenangan pemberian izinnya ada pada Gubernur Aceh, tidak pernah diperlambat prosesnya.
Ia juga membeberkan bahwa banyak surat izin pemeriksaan pejabat yang diminta penegak hukum kepada gubernur, dalam waktu satu minggu paling lambat, sudah dibalas suratnya. Lalu ia contohkan, misalnya, surat permintaan izin pemeriksaan Ketua DPRK Aceh Tenggara, M Salim Fakhri dari penegak hukum setempat, terkait kasus dugaan korupsi. “Suratnya, sudah dibalas dan Gubernur Aceh mengizinkan Ketua DPRK Aceh Tenggara itu untuk dimintai keterangannya oleh aparat penegak hukum guna mempercepat proses penegakan hukum,” kata Edrian.
Nah, keterangan Edrian yang dikutip Serambi inilah yang disanggah M Salim Fakhri. “Saya sudah konfirmasi pihak Polres Agara, mereka mengaku hanya ada menerima laporan dari Saudara Khaheniate SH, tapi itu pun masalah terkait Panwas Kabupaten Agara, bukan kasus korupsi.”
Jadi, kata Salim Fakhri mempertegas, tidak benar ada surat izin dari Gubernur Aceh untuk pemeriksaan dirinya selaku Ketua DPRK dalam kasus korupsi, seperti yang dilansir Serambi mengutip keterangan Edrian SH, Karo Hukum Setda Aceh, Senin lalu.
Berdasarkan aturan yang berlaku di negeri ini, pejabat publik maupun ketua dan anggota DPRD, jika akan diperiksa sebagai saksi, apalagi tersangka, karena tersangkut masalah hukum, polisi harus mendapat izin dari pimpinan eksekutif, misalnya, gubernur. (as)

Selasa, 20 Agustus 2013

Anggaran Perjalanan Dinas Pemerintah Aceh Dituding Boros




Merdeka
Ekonomi | 21/08/2013

BANDA ACEH - Gerakan Anti Korupsi (GeRAK) Aceh menyoroti kebijakan anggaran perjalanan dinas Pemerintah Aceh yang dinilai boros. 

Menurut GeRAK, Keputusan Gubernur Nomor 090/460/2013 tentang Satuan Biaya Perjalanan Dinas yang merupakan revisi dari Keputusan Gubernur Aceh Nomor 090/688/2012 telah membebani Anggaran Pendapatan Belanja Aceh (APBA).

"Ini merupakan program yang menghabiskan APBA pada tahun anggaran 2013," kata Kadiv Kebijakan Publik, Gerakan Anti Korupsi (GeRAK) Aceh, Isra Safril, Selasa (20/8).

Lanjutnya, ada anggaran perjalanan dinas yang meningkat drastis dari tahun yang lalu. Demikian juga terjadi peningkatan anggaran perjalanan dinas Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh meningkat tajam pada tahun 2013.

"Ada terjadi peningkatan yang signifikan, seperti contoh biaya transportasi pada tahun 2012 untuk luar daerah Rp 125.000 meningkat menjadi Rp 300.000," tukasnya.

Demikian juga seperti biaya penginapan luar daerah pada tahun 2012 hanya Rp 350.000, naik menjadi Rp 370.000 sampai dengan 904.000 tahun 2013.

"Ini sangat jelas menunjukkan biaya perjalanan dinas tersebut meningkat tajam dan bukti nyata adanya pemborosan anggaran di Pemerintah Aceh," tuturnya.

Demikian juga anggaran perjalanan dinas untuk Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) juga cenderung meningkat, sebut Isra. Biaya perjalanan dinas untuk anggota DPRA pada Tahun 2013 disetarakan dengan Ketua/Wakil Ketua DPRA/Sekretaris Daerah Aceh, padahal pada Tahun 2012 lalu, standar biaya perjalanan Dinas bagi Anggota DPRA sama dengan PNS Tingkat / Golongan IV.

"Seperti biaya penginapan, pada tahun 2012 lalu untuk luar daerah Rp 650.000, sedangkan sekarang naik menjadi Rp 790.000 sampai dengan Rp 1.810.000," tukasnya.

Hal yang miris lagi, adanya penambahan uang representatif bagi Anggota DPRA yang sebelumnya hanya antara Rp 200.000 (Dalam daerah) - Rp300.000 (luar daerah), meningkat drastis menjadi Rp 800.000, untuk setiap anggota DPRA. 

"Itu belum lagi alokasi uang makan, uang saku," imbuhnya.

Oleh karena itu, GeRAK meminta Gubernur Aceh untuk mencabut dan merevisi Peraturan Gubernur No 090/460/2013 tentang Satuan Biaya Perjalanan Dinas. 

"Ini penting direvisi, karena telah membuat terjadinya celah pemborosan anggaran," pintanya.

Bila tidak segera direvisi, GeRAK Aceh menilai masa kepemimpinan Pemerintahan Zaini Abdullah-Muzakir Manaf akan menyebabkan krisis kepercayaan dari masyarakat. 

"Kalau itu dicabut, kelebihan anggaran tersebut bisa dialokasikan untuk kepentingan kesejahteraan masyarakat," tutupnya.(mdk)