Rabu, 17 April 2013

Berhasil Bongkar Korupsi di BPBA, Polres Banda Aceh Dapat Apresiasi

THE GLOBE JOURNAL 
 Afifuddin Acal | The Globe Journal
Kamis, 18 April 2013 11:28 WIB
 
Banda Aceh – Puluhan komunitas anti korupsi di Aceh menggelar aksi di Simpang Lima, Kamis (18/4/2013). Aksi tersebut untuk memberikan apresiasi pada Polresta Banda Aceh yang memiliki keberanian mengungkapkan kasus korupsi yang di Badan Penanggulangan Bencana Aceh (BPBA) senilai Rp. 3,4 miliar yang bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Aceh (APBA) tahun 2012.

Aksi yang digelar di Simpang Lima Banda Aceh mengusung spanduk “Polisi Hebat Berani Berantas Korupsi” berlangsung selama 30 menit. Setelah berorasi secara bergantian peserta aksi beranjak ke Polres Banda Aceh dibawah pengawalan ketat pihak kepolisian untuk memberikan dukungan dan plakat penghargaan kepada Polres Banda Aceh yang telah memiliki komitmen memberantas korupsi.

“Keberhasilan Polres Banda Aceh membuka tabir korupsi di BPBA senilai Rp.3,4 miliar patut kita berikan apresiasi dan ini perlu terus kita dukung,” kata Koordinator Aksi, Mahyuddin pada sejumlah wartawan disela-sela aksi.

Kata Mahyuddin, kasus ini akan menjadi pintu masuk untuk bisa terus mengembangkan kasus-kasus korupsi lainnya. Karena di Aceh bergelimang dengan korupsi yang belum ada penyelesaian.

Terungkapnya kasus korupsi BPBA ini berawal dari hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Aceh pada bulan Juni 2012 lalu, sebut Mahyuddin. Dalam laporan hasil audit BPKP Aceh telah terindikasi korupsi atas 17 paket pekerjaan yang tersebar di Kabupaten Aceh Barat, Aceh Jaya, Aceh Utara dan Aceh Tengah.

Oleh karena itu, peserta aksi mendesak kepada seluruh Polres yang ada di Aceh untuk mengikuti jejak yang telah dilakukan oleh Polres Banda Aceh, kata Mahyuddin. Demikian juga sama halnya pihak Polda Aceh untuk juga mengikuti jejak Polres Banda Aceh dalam hal keberanian mengungkapkan tindak pidana korupsi di Aceh.

Saat ini mantan Kepala BPBA atas nama yang berinisial AS telah ditetapkan sebagai tersangka oleh pihak Polres Banda Aceh atas dugaan tindak pidana korupsi dana penanggulangan bencana di Aceh.

Sementara itu, pihak Polres Banda Aceh menyambut baik apresiasi dan dukungan moril yang telah diberikan oleh komunitas anti korupsi di Aceh. Ini menjadi langkah awal untuk bisa terus secara bersama-sama mengawal setiap proses pemberantasan korupsi di Aceh.

"Kami sangat berterimakasih atas dukungan, kami meminta terus awasi setiap ada kasus korupsi, kami akan terus menegakkan aturan sesuai dengan norma hukum yang berlaku," ungkap Waka Polres Banda Aceh, Sugeng HS.

GeRAK Aceh : Bongkar Korupsi di BPBA, Polisi Lakukan Langkah Maju

 THE GLOBE JOURNAL
Afifuddin Acal | The Globe Journal
Kamis, 18 April 2013 11:55 WIB
 
Banda Aceh – Koordinator Gerakan Anti Korupsi (GeRAK) Aceh, Askalani, SH.I menyebutkan keberanian yang dilakukan oleh pihak Polres Banda Aceh mengusut indikasi korupsi di Badan Penanggulangan Bencana Aceh (BPBA) senilai Rp.3,4 miliar, merupakan  sebuah terobosan baru di institusi kepolisian di Aceh yang kian meredup tingkat kepercayaan publik saat ini.

“Ya, ini sebuah terobosan baru yang dilakukan oleh instansi polisi, patut kita berikan apresiasi,” kata Koordinator GeRAK Aceh, Askalani, Kamis (18/4/2013) saat diminta tanggapan oleh The Globe Journal.
Harapnya, dengan keberhasilan Polres Banda Aceh mengusut tuntas tersangka korupsi dana bencana di instansi BPBA ini akan mengembalikan tingkat kepercayaan publik pada instansi kepolisian.

Katanya, pihak kepolisian selama ini sangat jarang dan bahkan nyaris tidak pernah menangani dan mengusut tuntas kasus korupsi di atas 1 miliar setingkat Polres. Ini tentunya, ujar Askalani, sebuah tindakan yang patut dicontoh oleh seluruh Polres di Aceh dan bahkan seluruh Indonesia agar korupsi bisa dihilangkan.

Pengungkapan kasus korupsi di BPBA ini menjadi sebuah hal yang penting ditengah-tengah banyaknya uang rakyat di korup di Aceh, sebut Askalani. Ini juga menjadi motivasi untuk penegak hukum agar terus membasmi setiap jengkal tindak pidana korupsi di Aceh.

Selasa, 16 April 2013

MPU: Kucilkan Pejabat Korup

Serambi Indonesia
 
Sabtu, 6 April 2013 16:12 WIB

BANDA ACEH - Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh memfatwakan bahwa pejabat yang terbukti melakukan tindak pidana korupsi hendaknya dikucilkan dari kegiatan sosial kemasyarakatan sebagai sanksi moral terhadapnya.

Fatwa MPU itu dibacakan anggota tim perumus Tgk Hasbi Albayuni pada saat menutupan muzakarah ulama pada Kamis (4/4). Sedangkan penutupan sidang dilakukan Wakil Ketua MPU Aceh, Tgk H Faisal Ali.  Sejak 2-4 April 2013, anggota MPU Aceh membahas persoalan korupsi di Aula Serbaguna Tgk H Abdullah Ujong Rimba MPU Aceh di Jalan Soekarno-Hatta, Lampeunerut, Aceh Besar.

Pertimbangan MPU memfatwakan korupsi, karena tindakan korup telah menghancurkan sendi-sendi pemerintahan, melanggar syariat Islam, adat istiadat, dan budaya.

Sebagai konsideran dalam fatwanya itu, MPU Aceh memuat berbagai literatur dan rujukan berdasarkan Alquran, hadis, ijmak ulama, qiyas, pendapat ulama, undang-undang, dan qanun yang mengatur tentang syariat Islam. (Baca Fatwa MPU)

Menurut MPU, tindak pidana korupsi merupakan perbuatan yang merampas hak sosial dan ekonomi masyarakat secara luas dan sistemik sehingga pemberantasannya harus dilakukan secara sungguh-sungguh dan komprehensif.

Ulama menimbang bahwa koruptor cenderung tak memiliki nilai-nilai keimanan, ketaatan, dan kecintaan kepada masyarakat, bangsa, dan negara.

Fatwa itu ditandatangani delapan ulama, masing-masing Prof Dr Tgk H Muslim Ibrahim MA (Koordinator), Tgk H Faisal Ali (Ketua), Dr Tgk H Syamsul Rizal MAg (Sekretaris), Drs Tgk H Mahmud Ibrahim (anggota), Dr Tgk H Muhibbuthabari MAg (anggota), Tgk Abu Yazid Al Yusufi (anggota), Tgk H Muhammad Nuruzzahri (anggota), dan Hasbi Albayuni (anggota).

 Untuk cegah korupsi
Ketua MPU Aceh, Tgk H Ghazali Mohd Syam menyatakan, korupsi merupakan penyakit terbesar yang menghancurkan masyarakat dan negara. Sekalipun hukumnya tidak boleh, tetapi peluang terjadinya korupsi baik di lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif, dan di segala sektor masih saja besar.

Untuk mencegah terjadinya korupsi, kata Tgk Ghazali, maka perlu sanksi bagi pelaku baik sanksi sesuai hukum positif maupun sanksi sosial. “Allah telah menjelaskan dalam firman-Nya pada manusia supaya tidak boleh memakan harta haram. Sanksi sosial semestinya harus diberikan kepada pelaku korupsi,” ujarnya. (swa)

fatwa mpu tentang korupsi

* Korupsi adalah perilaku seseorang atau kelompok untuk mengambil atau memberi sesuatu dengan menyalahgunakan kekuasaan dan kewenangan yang bertentangan dengan syariat Islam
* Hukumnya haram
* Sanksinya takzir (hukuman), harta dan segala sesuatu dari hasil korupsi disita oleh negara serta dikembalikan kepada yang berhak
* Diberhetikan dari jabatan
* Dikucilkan dari kegiatan sosial kemasyarakatan

tausiyah
* Pemerintah Aceh perlu merancang qanun tentang tindak pidana korupsi
* Buat kebijakan tentang antikorupsi yang terintegrasi dengan pendidikan
* Sosialisasikan pada masyarakat tentang bahaya korupsi
* Mayarakat supaya proaktif mengatasi korupsi

Editor : hasyim

BPKP Audit Dugaan Korupsi SMKN 1 Jeumpa

Serambi Indonesia
 
Sabtu, 6 April 2013 14:30 WIB
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
BIREUEN - Tim Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Aceh sejak kemarin mengaudit dugaan korupsi di SMKN 1 Jeumpa yang terjadi tahun 2011. Tim yang beranggotakan tiga orang mendatangi Mapolres Bireuen untuk memeriksa dokumen penggunaan dana yang diterima sekolah itu.

Kapolres Bireuen, AKBP Yuri Karsono SIK kepada Serambi, kemarin, mengatakan, tim dari BPKP sedang bekerja bersama penyidik Polres Bireuen untuk memastikan angka kerugian negara dalam kasus itu.

“Mereka meneliti berbagai dokumen dan keterangan saksi dari hasil pemeriksaan penyidik. Hari ini (kemarin-red) tim memeriksa dokumen, mungkin dalam dua hari ke depan mereka akan memintai keterangan saksi dalam kasus tersebut,” jelas Kapolres.

Ia memperkirakan pemeriksaan akan berlangsung sampai Senin atau Selasa pekan depan. Setelah itu baru diperoleh berapa kerugian negara. Ditanya apakah pihaknya sudah menetapkan tersangka dalam kasus itu, Kapolres mengatakan hal itu belum bisa dilakukan karena harus menunggu hasil audit tersebut.

Seperti diberitakan sebelumnya, penyidik Polres Bireuen sejak awal 2013 mengusut dugaan korupsi dana pembangunan dan bantuan lain pada tahun 2011 di SMKN 1 Jeumpa, Bireuen. Perkiraan sementara, SMKN 1 Jeumpa tahun 2011 menerima bantuan Rp 616 juta lebih. Menurut hasil penyelidikan Polres Bireuen, sebesar Rp 252 juta dana itu digunakan tak tepat sasaran.(yus)

Editor : hasyim

Polisi Tetapkan Mantan Kepala BPBA Tersangka

Serambi Indonesia

Selasa, 16 April 2013 10:04 WIB


* Terkait Raibnya Dana Rp 3,4 Miliar

BANDA ACEH - Satuan Reskrim Polresta Banda Aceh menetapkan mantan kepala Badan Penanggulangan Bencana Aceh (BPBA), Drs Asmadi Syam sebagai tersangka, terkait raibnya uang tanggap darurat Rp 3,4 miliar yang dilaporkan dibawa kabur oleh Bendahara BPBA, Aplizardi SH pada Oktober 2012.

Asmadi Syam ditetapkan jadi tersangka, karena polisi menilai ia ikut bertanggung jawab secara penuh atas pencairan dana tanggap darurat yang dilarikan sang bendahara kantornya itu.

Kapolresta Banda Aceh, Kombes Pol Moffan MK SH, melalui Kasat Reskrim Kompol Erlin Tangjaya SH SIK, menyebutkan kepada Serambi, Senin (15/4) kemarin bahwa mantan kepala BPBA itu dibidik dengan Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Perubahan atas UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

Erlin menyebutkan, dari penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan Unit Tipikor Satuan Reskrim Polresta terungkap, negara dirugikan Rp 3,4 miliar sebagai dampak raibnya uang tanggap darurat bencana banjir bandang di Kutacane, Aceh Tenggara itu, karena dibawa kabur Bendaraha Aplizardi.

“Pak Asmadi bertanggung jawab sebagai pengguna anggaran tahun 2012 itu. Ketentuan itu jelas disebutkan di dalam hukum, di samping ada pemeriksaan hasil print out dari rekening koran, semua cek penarikan itu ditandatangani oleh Pak Asmadi,” pungkas Erlin.

Asmadi Syam yang ditanyai wartawan enggan berkomentar. Ia terkesan menghindar dengan memilih masuk ke dalam ruang Tipikor Satuan Reskrim Polresta Banda Aceh. Ramli Husen, pengacara Asmadi Syam yang saat ditemui berada di ruang yang sama, belum bersedia berkomentar. “Sebaiknya tanya langsung saja ke Kasat Reskrim,” ujarnya singkat.

Sebagaimana diberitakan terdahulu, Drs Asmadi Syam melaporkan Bendahara BPBA, Aplizardi SH ke Polresta Banda Aceh pada 7 November 2012. Aplizardi yang tinggal di Jalan T Imuem Luengbata Nomor 70 Banda Aceh itu dilaporkan membawa kabur uang tanggap darurat bencana banjir bandang di Kutacane, senilai Rp 3,4 miliar. Hingga Asmadi Syam ditetapkan sebagai tersangka kemarin, keberadaan Aplizardi masih belum terendus polisi. (mir)

Editor : bakri

Pengacara Minta Fakhruddin Dibebaskan

Serambi Indonesia
 
Sabtu, 13 April 2013 16:00 WIB
 
BANDA ACEH - Basrun Yusuf SH, pengacara r Fakhruddin, terdakwa II dalam kasus dugaan korupsi septic tank pada Disnakermobduk Aceh, menolak dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam eksepsinya pada sidang lanjutan di Tipikor di PN Banda Aceh, Kamis (11/4). Pengacara terdakwa menilai dakwaannya JPU tidak jelas, tidak cermat dan tidak terinci.

Pengacara juga meminta terdakwa dibebaskan dari dakwaan Primair dan Subsider yang disampaikan JPU pada sidang sebelumnya. Menurut Basrun kepada Serambi, Jumat (12/4), dakwaan JPU belum sesuai dengan isi Pasal 143 ayat 20 KUHP, di mana dakwaan harus jelas, cermat dan terinci memuat unsur tindak pidana yang didakwakan. Apabila ketentuan itu tidak dipenuhi maka akan mengakibatkan batalnya dakwaan.

Kecuali itu, tambahnya, dakwaan JPU terhadap Ir Fakhruddin, mengemukakan kongkulasi subyektif, tanpa menghubungkan atau menguraikan dengan tugas pokok dan fungsi kewenangan terdakwa II selaku KPA serta tugas wewenang dan tanggung jawab terdakwa.

Selanjutnya, tambah Basrun, kewenangan Ir Fakhruddin, hanya sampai tahap menandatangani dan menerbitkan surat penunjukan pemenang barang/jasa kepada rekanan yang telah ditetapkan sebagai pemenang oleh PPTK. Karena pada 3 Juni 2009, terdakwa telah diangkat sumpah dan dilantik dalam jabatan Kepala Bidang Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat pada kantor Badan Pemberdayaan Masyarakat (BPM) Aceh.

Posisi Fakhruddin diisi oleh terdakwa I, M Syarief yang dulunya sebagai Ketua Panitia Lelang. Dengan demikian orang yang melaksanakan tugas, wewenang dan tanggungjawab pada tahapan penandatangan kontrak (4 Juni 2009), tidak lagi menjadi tugas dan wewenang dan tanggung jawab terdakwa II. Tapi sudah menjadi tugas, wewenang dan tanggungjawab terdakwa I, dibantu PPTK, Ir Nirzani, Konsultan Perencana/Pengawas, Panitia Penerima dan Pemeriksa Barang/Jasa.

Dalam sidang sebelumnya, JPU Kejari Tapaktuan, Untung Syahputra SH dalam dakwaannya menyebutkan, semestinya terdakwa Fakhruddin selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dalam proyek APBA Rp 3,959 miliarsaat itu, sebelum menandatangani surat penunjukan penyediaan barang dan jasa kepada PT Buana Karya Wiratama, terlebih dahulu meneliti dokumen dari rekanan. Sehingga tidak memberikan peluang kepada rekanan yang dapat merugikan keuangan negara atau daerah.

Menurut JPU, akibat kurang telitinya terdakwa Fakruddin, selaku KPA proyek pembangun 59 unit rumah transmigrasi Desa Potensial Kecamatan Trumon, Aceh Selatan, keuangan daerah telah dirugikan sebesar Rp 448.957.400.(her)

Editor : hasyim
                                                                                                                

Kejati Segera Tetapkan Tersangka

Serambi Indonesia

 
Sabtu, 13 April 2013 14:41 WIB
 * Kasus Korupsi Unsyiah

SINGKIL - Hasil audit Badan Pemeriksaan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Aceh atas kasus dugaan korupsi Unsyiah senilai Rp 20,8 miliar, bersumber dari dana bantuan Pemerintah Aceh 2009-2010, dilaporkan segera selesai dalam dua hari ini. Setelah hasil audit keluar, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh yang mengusut perkara itu, segera menetapkan tersangka.

“Saya sudah hubungi BPKP, mereka menginformasikan hasil audit Unsyiah akan diserahkan dalam satu atau dua hari ini. Setelah itu, Insya Allah langsung ditetapkan tersangkanya,” kata Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Aceh TM Syahrizal, Kamis (11/4), ketika melakukan kunjungan kerja ke Aceh Singkil.

Menurut Kajati, penetapan tersangka perlu menunggu hasil audit BPKP, lantaran lembaga itu lah yang berwenang menghitung kerugian negara. Hasil audit BPKP juga akan melengkapi unsur-unsur alat bukti yang telah dimiliki penyidik Kejati Aceh. “Dari hasil audit BPKP akan diketahui kerugian yang ditimbulkan. Hasil audit juga akan melengkapi alat bukti,” jelasnya.

Menjawab mengapa penetapan tersangka harus menunggu audit BPKP. Kajati menyatakan perlunya audit BPKP lantaran, dalam menetapkan tersangka harus mencari unsur perbuatan melawan hukum yang lengkap. “Dari hasil audit itu, dapat diketahui perbuatan melawan hukumnya,” tegasnya.(c39)  

SuAK Aceh: BPKP Ingkar Janji

SEMENTARA itu, dari Banda Aceh dilaporkan, Solidaritas untuk Antikorupsi (SuAK) Aceh menilai Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Aceh ingkar janji, dalam mengeluarkan hasil audit korupsi Unsyiah. Karena sebelumnya, lembaga auditor resmi negara itu mengatakan kepada Kejati Aceh, hasil audit tersebut akan diserahkan pada Jumat tanggal 5 April 2013.

“Setelah kita konfirmasi kepada Kajati Aceh, ternyata sampai kemarin hasil audit tersebut belum juga diserahkan oleh BPKP kepada kejaksaan. Yang anehnya kenapa itu belum diserahkan, juga tidak ada penjelasan resmi dari BPKP,” kata Koordinator Badan Pekerja SuAK Aceh, Teuku Neta Firdaus kepada Serambi, Kamis (11/4).

Menurut Neta, tersendatnya BPKP menghitung kerugian negara dalam setiap kasus korupsi menjadikan proses pemberantasan korupsi tertatih-tatih. “Ini menjadi biang tumbuh suburnya korupsi di Aceh,” katanya.

Pihak yang terlibat dalam kasus tersebut merasa “terzalimi” jika proses hukum terhadap mereka tersendat, karena semua pihak menghendaki ada kepastian hukum. “Jika lama-lama publik menjadi bosan, marah dan lupa. Ada yang bahayanya lagi, awalnya didiamkan kemudian dilupakan, selanjutnya didelapan-enamkan,” ujar Teuku Neta.

Lambannya penerbitan hasil audit BPKP kasus kerugian negara pada kasus dugaan korupsi Unsyiah mengakibatkan kecurigaan publik terhadap kinerja kejaksaan dan berpotensi terjadi konflik horizontal. SuAK-Aceh pun mendesak BPKP segera menyerahkan hasil audit kasus korupsi Unsyiah itu kepada Kejaksaan Tinggi Aceh.

Kasi Penkum/Humas Kejati Aceh, Amir Hamzah SH yang dikonfirmasi Serambi kemarin, mengakui bahwa sampai saat ini kejaksaan belum menerima hasil audit dari BPKP. “Kenapa belum diserahkan kita tidak tahu juga alasannya,” ujar Amir Hamzah.(sup)
Editor : hasyim

Kejari Bidik Dispora dan Dishutbun Galus

Serambi Indonesia
 
Sabtu, 13 April 2013 12:00 WIB

BLANGKEJEREN - Kejaksaan Negeri (Kajari) Blangkejeren membidik dua kasus korupsi di Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) bersama Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Dishutbun) Gayo Lues. Kedua kasus itu, proyek lanjutan tribun Stadion Seribut Bukit di Dikpora dan dana bagi hasil cukai hasil tembakau (DHB-CT) 2012 di DIshutbun.

Muhammad Husein A SH MH kepada Serambi, Kamis (11/4) mengatakan akan menuntaskan dua kasus tersebut pada tahun ini juga dan tidak akan ditunda lagi untuk segera diajukan ke pengadilan. Dia menjelaskan, kedua kasus  dugaan tindakan pidana penyimpangan atau korupsi itu telah merugikan keuangan negara.

“Sejauh ini kasus dugan korupsi tersebut sedang diusut,” ujar Muhammad Husein. Dia menjelaskan, dari kedua kasus yang dipriotitaskan untuk dituntaskan tersebut sudah diperiksa sejumlah saksi dan pejabat yang berwenang untuk dimintai keterangan.

Untuk tribun stadion, sebutnya, telah diturunkan tim ahli bidang konstruksi asal luar daerah. “Setelah diturunkan tim ahli, selanjutnya akan diaudit BPKP untuk menghitung kerugian negera dari kedua kasus itu,” katanya. Dia merasa optimis, kedua kasus tersebut bisa dituntaskan pada tahun ini juga.

Seperti diberitakan sebelumnya, kasus proyek lanjutan pembangunan tribun stadion Seribu Bukit Galus 2012 yang bersumber dari dana Otsus sebesar Rp 4.446.494.000, disinyalir banyak terdapat kejanggalan. Pasalnya, konsultan dan perencana serta pelaksana merangkap satu orang, selain sebagian pekerjaan tumpang tindih.

Begitu juga dengan kasus dugaan tindak pidana korupsi DBH-CHT pada kegiatan peningkatan kualitas bahan baku tanaman tembakau pada Dinas Perkebunan dan Kehutanan Galus. Dana yang bersumber dari DAU 2012 sebesar Rp 474.229.184 terindikasi fiktif.(c40)

Editor : hasyim