Selasa, 19 Februari 2013

Tuding Panitia Tender Main Mata, Sesama Perusahaan Aceh Ribut

THE GLOBE JOURNAL
 Chairul Sya'ban | The Globe Journal
Rabu, 13 Februari 2013 09:16 WIB
 
Chairul Sya'ban | The Globe JournalDirektur PT Cimita Rata Group Muhammad Yunus (berkaca mata).
 
Lhokseumawe - Proses pelelangan tiga paket proyek fisik jalan Sumut-Aceh yang bersumber dari APBN 2013 dinilai bermasalah. Masalah itu ditengarai muncul akibat panitia tender dari Balai Besar Kota Medan dituding bermain mata dengan PT Abad Jaya Group yang memenangkan ketiga paket tersebut.
 “Ini sangat tidak logis, kami menduga kuat bahwa dibalik semua ini ada permainan antara salah satu pengusaha kontraktor dan Balai Besar Kota Medan. Masak kontraktor itu bisa memenangkan tender sekaligus tiga paket,” kesal Direktur PT Cimita Rata Group Muhammad Yunus kepada wartawan di Aceh Utara Rabu (12/2/2013).

Katanya lagi, proyek bernilai kurang lebih Rp 45 miliar tersebut diperuntukan bagi pelebaran jalan nasional Lhokseumawe-Lhoksukon, Lhokseumawe-Bireuen, dan panton Labu-Pereulak.

 “Belum pernah ada kontraktor yang memborong sekaligus tiga paket tender. Karena itu kami menduga ada permainan yang tidak sehat antara Abad Jaya dengan Balai Besar Kota Medan yang berada dibawah kewenangan Dirjen Binamarga," pungkasnya lagi.

Sementara itu hingga berita ini diturunkan, PT Abad Jaya Group yang berkantor di Aceh Utara belum berhasil dikonfirmasi. Begitu pula panitia tender dari Balai Besar Kota Medan belum bisa dimintai klarifikasinya. [005]

Tuding Panitia Tender Main Mata, Sesama Perusahaan Aceh Ribut

THE GLOBE JOURNAL
 Chairul Sya'ban | The Globe Journal
Rabu, 13 Februari 2013 09:16 WIB
 
Chairul Sya'ban | The Globe JournalDirektur PT Cimita Rata Group Muhammad Yunus (berkaca mata).
 
Lhokseumawe - Proses pelelangan tiga paket proyek fisik jalan Sumut-Aceh yang bersumber dari APBN 2013 dinilai bermasalah. Masalah itu ditengarai muncul akibat panitia tender dari Balai Besar Kota Medan dituding bermain mata dengan PT Abad Jaya Group yang memenangkan ketiga paket tersebut.
 “Ini sangat tidak logis, kami menduga kuat bahwa dibalik semua ini ada permainan antara salah satu pengusaha kontraktor dan Balai Besar Kota Medan. Masak kontraktor itu bisa memenangkan tender sekaligus tiga paket,” kesal Direktur PT Cimita Rata Group Muhammad Yunus kepada wartawan di Aceh Utara Rabu (12/2/2013).

Katanya lagi, proyek bernilai kurang lebih Rp 45 miliar tersebut diperuntukan bagi pelebaran jalan nasional Lhokseumawe-Lhoksukon, Lhokseumawe-Bireuen, dan panton Labu-Pereulak.

 “Belum pernah ada kontraktor yang memborong sekaligus tiga paket tender. Karena itu kami menduga ada permainan yang tidak sehat antara Abad Jaya dengan Balai Besar Kota Medan yang berada dibawah kewenangan Dirjen Binamarga," pungkasnya lagi.

Sementara itu hingga berita ini diturunkan, PT Abad Jaya Group yang berkantor di Aceh Utara belum berhasil dikonfirmasi. Begitu pula panitia tender dari Balai Besar Kota Medan belum bisa dimintai klarifikasinya. [005]

MATA Curigai Polda 'Main Mata' dalam Kasus Pajak Bireuen

THE GLOBE JOURNAL

Minggu, 17 Februari 2013 20:12 WIB
 
Banda Aceh - Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) mendesak Kapolda Aceh untuk membuka dan mengusut kembali kasus penggelapan pajak di Kabupaten Bireuen yang terjadi dari tahun 2007 – 2010. Sebelumnya kasus ini sudah pernah ditangani oleh oleh Polda Aceh, akan tetapi berdasarkan petunjuk Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh kasus ini ditutup dan diserahkan ke Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Aceh untuk penyelesaiannya.

Kasus dugaan penggelapan pajak di Kabupaten Bireuen ini berawal dari laporan Kanwil DPJ Aceh 20 April 2010. Dalam laporan tersebut dinyatakan adanya dugaan Penggelapan Uang Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang sudah dipungut di Bireuen.

Tapi uang itu tidak disetorkan ke kas negara, melainkan dipinjamkan ke orang lain oleh Muslem Syamaun yang saat itu menjabat Bendaharawan Umum Daerah (BUD) Bireuen."Polda Aceh telah menetapkan mantan Pemegang Kas Bendahara Umum Daerah (BUD) Bireuen Muslim Syamaun sebagai tersangka tunggal.

Tak hanya itu, dalam kasus ini Polda Aceh telah menetapkan 14 orang yang meminjam uang pada tersangka sebagai Daftar Pencarian Orang (DPO). Hal ini dilakukan karena ke 14 orang tersebut sudah 2 kali tidak memenuhi panggilan polisi untuk proses pemeriksaan, " jelas Baihaqi, Koordinator Bidang Advokasi Korupsi Masyarakat Transparansi Aceh (MATA).

Berdasarakan audit sementara yang dilakukan oleh Badan Pemeriksaan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Aceh, potensi kerugian dalam kasus tersebut sebesar Rp. 28 milliar. Kerugian ini berbeda dengan potensi kerugian negara yang ditetapkan oleh pejabat Kantor Wilayah Pajak Provinsi Aceh yang mencapai Rp. 50 milliar lebih. Angka sebesar ini termasuk denda pajak dan bunga pajak yang seharusnya ikut disetor ke kas negara.

"Penghentian pengungkapan kasus penggelapan pajak ini dilakukan oleh Ditreskrimsus Polda Aceh pada Maret 2012. Penghentian kasus ini di hentikan oleh Polda Aceh berdasarkan petunjuk Kejati pada saat itu dengan alasan pelanggaran perpajakan, patut dipertanyakan dan dicurigai." tambah Baihaqi.

Selain itu MaTA menduga Muslem Syamaun juga telah melakukan upaya pencucian uang (money loundring).
"Hasil penggelapan pajak yang didapat, selain digunakan untuk membeli beberapa barang dan aset, juga diberikan kepada orang lain dalam bentuk pinjaman. Ini dilakukan sebagai upaya untuk menghilangkan bahwa uang tersebut bersumber dari hasil tindak pidana," demikian menurut Baihaqi dalam statemennya kepada The Globe Journal.

PT Abad Jaya Abadi : Saya Tidak Serahkan Uang ke Balai Besar Kota Medan

THE GLOBE JOURNAL

Chairul Sya'ban | The Globe Journal
Sabtu, 16 Februari 2013 12:07 WIB
 
Chairul Sya'ban | The Globe JournalKepala Humas PT AJAS, H Abdul Aziz 
 
Lhokseumawe - PT Abad Jaya Abadi Sentosa (AJAS) merasa kecewa dengan tudingan 'main mata' yang disampaikan Direktur PT Cimita Rata Group, Muhammad Yunus kemarin, Rabu (12/2/2013). Kepala Humas PT AJAS, H Abdul Aziz mengaku keberhasilan perusahaannya mendapatkan tiga paket tender pembangunan jalan Sumut-Aceh dari pelelangan yang digelar oleh Balai Besar Kota Medan murni karena profesionalitas semata.
 
 “Tudingan itu tidak benar, sementara kita adalah perusahaan yang paling rendah melakukan penawaran lelang ketimbang perusahaan lainnya,” ungkap Aziz saat ditemui The Globe Journal di Lhokseumawe Sabtu (16/2/2013).

"Saya tidak serahkan uang ke Balai Besar Kota Medan, kan sudah saya jelaskan tadi bahwa perusahaan kami lah yang paling terendah memberikan penawaran tender pelelangan tersebut", pungkas Aziz lagi, membantah tuduhan tersebut.

Katanya lagi, kemenangan perusahaannya memenangkan tiga paket proyek fisik tersebut sekaligus bukanlah persoalan besar. Pihaknya sudah mengikuti semua prosedur yang berlaku, sehingga kemenangan tersebut dinilai tidak mengangkangi peraturan apapun, sebagaimana dituding oleh PT Cimita Rata Group.

Sebagaiman pemberitaan sebelumnya, Direktur PT Cimita Rata Group Muhammad Yunus kepada wartawan di Aceh Utara Rabu (12/2/2013) menyebutkan, proses pelelangan tiga paket proyek fisik jalan Sumut-Aceh yang bersumber dari APBN 2013 dinilai bermasalah.

Masalah itu ditengarai muncul akibat panitia tender dari Balai Besar Kota Medan dituding bermain mata dengan PT Ajas yang memenangkan ketiga paket tersebut.

“Ini sangat tidak logis, kami menduga kuat bahwa dibalik semua ini ada permainan antara salah satu pengusaha kontraktor dan Balai Besar Kota Medan. Masak kontraktor itu bisa memenangkan tender sekaligus tiga paket,” kesal Direktur PT Cimita Rata Group Muhammad Yunus kepada wartawan di Aceh Utara Rabu (12/2/2013).

Katanya lagi, proyek bernilai kurang lebih Rp 45 miliar tersebut diperuntukan bagi pelebaran jalan nasional Lhokseumawe-Lhoksukon, Lhokseumawe-Bireuen, dan panton Labu-Pereulak. “Belum pernah ada kontraktor yang memborong sekaligus tiga paket tender. Karena itu kami menduga ada permainan yang tidak sehat antara Abad Jaya dengan Balai Besar Kota Medan,” pungkasnya lagi.
Hingga berita ini diturunkan, Tim The Globe Journal masih berusaha mendapatkan klarifikasi dari pihak Balai Besar Kota Medan. [005]

Polda Bantah Endapkan Kasus Pajak Bireuen

THE GLOBE JOURNAL 

Afifuddin Acal | The Globe Journal
Senin, 18 Februari 2013 15:55 WIB
 
Banda Aceh - Polisi Daerah (Polda) Aceh dengan tegas membantah telah mengendapkan kasus penggelapan pajak di Kabupaten Bireuen pada tahun 2007 – 2010 sebagaimana dituding oleh Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA). Kalaupun ada pengendapan, Polda Aceh melalui Humas menantang untuk menunjukkan data dugaan pengendapan itu.

Hal itu ditegaskan oleh Humas Polda Aceh, Gustav Leo Senin (18/2/2013) saat The Globe Journal mengkonfirmasi langsung di Mapolda Aceh.

"Itu tidak mungkin didiamkan, tidak benar itu, Polda Aceh sangat komit memberantas korupsi," katanya.
Gustav menambahkan, ini persoalan korupsi, tentunya melibatkan banyak orang. Oleh karena itu Polda Aceh akan sangat hati-hati dalam memberikan informasi, karena yang ditakutkan pelakunya akan melarikan diri saat terpublikasi pada media masa.

Kalaupun ada dugaan, ia meminta untuk menunjukkan datanya. "Tolong tunjukkan data pada saya, kalau memang ada dugaan pengendapatan di Polda," tukasnya kembali.

Sebagaimana diberitakan sebelumnya, MaTA menuding Polda Aceh telah 'bermain mata' dalam kasus penggelapan pajak di Kabupaten Bireuen tahun 2007 - 2010. Karena khasus tersebut atas petunjuk Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh telah ditutup dan saat ini diserahkan ke Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Aceh untuk proses selanjutnya.

MaTA: Zaini Abdullah Lantik Pejabat Cacat Moral

THE GLOBE JOURNAL
 Afifuddin Acal | The Globe Journal
Selasa, 19 Februari 2013 16:29 WIB
 
 Dok : Kompas.comGubernur Aceh dr Zaini Abdullah
 
Banda Aceh – Pergantian kabinet baru di jajaran Pemerintah Aceh selalu menuai badai yang tak sedap, seakan-akan tidak pernah lekang dari persoalan. Pelantikan jilid dua dalam tahun 2013 kembali cacat dengan dilantiknya seorang pejabat yang bermasalah. Zaini Abdullah kembali melantik pejabat yang cacat moral kemarin sore, kali ini Kepala Dinas Perdagangan dan Perindustrian yang menuai kritikan dari elemen sipil Aceh.
  
"Pelantikan kemarin (18/2/2013) masih belum menunjukkan kredibilitas yang baik, karena masih terdapat pejabat yang dilantik cacat hukum dan moral," kata Koordinator Bidang Advokasi Kebijakan Publik, Masyarakat Trasnparansi Aceh (MaTA), Hafidh saat diminta tanggapan Selasa (19/2/2013). Safwan,SE yang dipercayakan oleh Zaini selaku Kepala Dinas Perdagangan dan Perinsutrian Aceh ternyata pernah mengalami cacat hukum sebelumnya. Ia yang pernah menjabat sebagai Sekda Kota Lhokseumawe masa kepemimpinan Wali Kota Munir Usaman sempat dijadikan tersangka tindak pidana penipuan.

Pada tahun 2010, kata Hafidh, seorang hakim di Pengadilan Negeri Tapaktuan pernah melaporkan Safwan sebagai tersangka penipuan ke Polres Kota Lhokseumawe. Kemudian, tidak berselang lama, Polisi menetapkan Safwan sebagai tersangka penipuan dan sempat dimasukkan dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) Polres Lhokseumawe.

Ternyata tidak hanya sampai disitu dosa yang pernah dibuat olehnya. Sebagaimana dijelaskan oleh Hafidh. Selama menjabat sebagai Sekda Lhokseumawe, ia juga pernah bermasalah dalam pembebasan lahan di desa Blang Panyang Kecamatn Muara Satu.

"Waktu itu terjadi permasalah dalam hal ganti rugi," tukasnya.
Ada upaya penipuan dalam pembayaran harga tanah. Pada kesepakatan awal, kata Hafidh, harga tanah Rp.20 ribu/meter. Kemudian yang dibayarkan oleh Safwan hanya sebesar Rp.10 ribu/meter.
"Waktu juga banyak menabrak prosedur dalam pembebasan lahan oleh Safwan, yaitu tidak melalui musyawarah dengan masyarakat untuk menentukan harga," imbuhnya.

Meskipun sengketa itu diselesaikan secara perdata di pengadilan Negeri Lhokseumawe. Karena pengadilan memerintahkan untuk membayar sisa harga tanah tersebut. Meskipun telah diselesaikan secara perdata, secara moral,  Safwan harus bertanggungjawab, karena itu merupakan tupoksi kerjanya.
"Persoalan ini, Safwan harus bertanggungjawab, karena dia yang menjadi penanggungjawab saat itu," tambahnya.

Kembali menuai masalah dalam pelantikan jilid dua ini, telah menunjukkan lemahnya pengawasan dalam melakukan rekam jejak setiap pejabat yang dilantik. Hal ini sangat terlihat lolosnya orang yang sebelumnya pernah cacat hukum dalam struktural pemerintah Aceh.

"Kecolongan ini, menandakan bahwa masih buruknya sistem administrasi kepegawaian di pemerintah Aceh,"tambahnya.

Bila ini terus menerus dipertahankan pejabat-pejabat bermasalah dijajaran Pemerintah Aceh, kata Hafidh. Upaya melakukan reformasi birokrasi sebagai yang selalu Zaini umbar-umbar akan menjadi mimpi belaka.
"Kami berharap Gubernur Aceh harus tegas untuk membersihkan orang-orang yang cacat secara hukum dan cacat secara moral dari Pemerintah Aceh," imbuhnya.
 

Kembali Lantik Pejabat Tersikut Korupsi dan Penipuan, Zaini-Muzakkir Gagal

THE GLOBE JOURNAL
Afifuddin Acal | The Globe Journal
Selasa, 19 Februari 2013 18:25 WIB
  
Dok : The Globe Journal
 
Banda Aceh - Pemerintah Aceh di bawah duet dr Zaini Abdullah-Muzakkir Manaf kembali menuai sorotan terkait penyusunan kabinet baru. Belum lekang ingatan soal adanya kecolongan pelantikan pejabat yang terlibat mesum dan meninggal dunia, kini Zaini-Muzakkir kembali dikabarkan melantik dua pejabat yang tersikut kasus penyelewenangan uang negara dan penipuan.
 
 "Saat dilakukan tracking oleh GeRAK Aceh terhadap beberapa pejabat yang telah dilantik pada Senin (18/2/2013) kemarin. GeRAK justru menemukan ada dua orang pejabat yang dilantik yang tidak layak menduduki jabatan tersebut. Mereka pernah terlibat masalah pengadaan bibit sawit di Nagan Raya," ujar Koordinator GeRAK Aceh Askhalani kepada The Globe Journal Selasa (19/2/2013).

Secara terbuka, GeRAK Aceh menuding pejabat dengan inisial SS yang dipromosikan sebagai Kepala Dinas Perkebunan Aceh, ikut terlibat masalah pengadaan bibit sawit di Nagan Raya yang terungkap pada medio 2008 kemarin. Bahkan temuan adanya keterlibatan SS tukas Askhalani diungkap oleh Tim Anti Korupsi Pemerintah Aceh (TAKPA) sendiri. Saat itu diperkirakan, Pemerintah Aceh mengalami kerugian hingga Rp 5,9 miliar.

"Ini merupakan temuan resmi dari TAKPA. Diduga yang bersangkutan bersama dengan pihak lain ikut serta bersama-sama dalam pengadaan tersebut. Hal ini juga sesuai dengan fakta hasil temuan dan audit dari inspektorat Aceh tahun 2008 lalu," tambah Askalani memperkuat argumennya.

Lepas soalan pejabat berinisial SS yang diindikasikan terlibat perkara korupsi, Pemerintah Aceh juga luput memverifikasi pejabat berinisial S yang saat ini sudah dipromosikan menjadi Kepala Dinas Perdagangan dan Perindustrian Aceh. Hasil investigasi GeRAK Aceh, S pernah dimasukkan dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) lantaran tersangkut kasus hutang-piutang.

"Bahkan ia pernah dimasukkan ke dalam DPO sejak 27 Agustus 2011 oleh Polres Kota Lhokseumawe," jelas pria asal Aceh Barat Daya ini kembali.

Selain dua hal itu, GeRAK Aceh juga mensinyalir adanya transaksi politik yang mengakibatkan beberapa intansi sarat masalah tetap dipimpin oleh 'pejabat lama'. Sebut saja seperti Dinas Pendapatan dan Kekayaan Aceh yang masih dipimpi oleh pejabat lama. Padahal, "ditemukan fakta bahwa ada dinas seperti Dinas pendapatan dan kekayaan adalah pendorong utama korupsi di Provinsi Aceh," tukasnya kecewa.

Beranjak dari fenomena tersebut, Askhalani menyimpulkan kinerja Zaini-Muzakkir tidak mampu memenuhi harapan masyarakat untuk menjalankan pemerintahan yang transparan, akuntabel, dan professional. "Atas kejadian ini, Pemerintah Zikir telah gagal melakukan perbaikan dalam tata kelola pemerintah," katanya. [005]

Selasa, 12 Februari 2013

Ini dua kasus dugaan korupsi di BPKS Sabang


Selasa, 12 Februari 2013 17:42 WIB
RAZI | RIZAL | Foto : ILUSTRASI


PARA penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) disebutkan berada Sabang. Informasi yang didapat ATJEHPOSTcom, penyidik KPK itu berjumlah lima orang.

Mereka menggunakan salah satu ruangan di Mapolres Sabang sebagai tempat pemeriksaan.
Sumber ATJEHPOSTcom di kepolisian menyebutkan, siang tadi, Selasa 12 Februari 2013, para penyidik itu memeriksa sejumlah staf dan pejabat Badan Pengusahaan Kawasan Sabang (BPKS).

Belum diketahui kasus apa yang diselidiki para pegawai komisi antirasuah itu. Namun, bila terkait BPKS, ada beberapa kasus yang pernah menimpa instansi itu.

Pertama, kasus dugaan korupsi proyek pembangunan dermaga bongkar BPKS tahun 2006, 2007, 2008, dan 2009. Menurut GeRAK Aceh, potensi kerugian negara dalam kasus ini mencapai Rp200 miliar.
Kasus itu sudah dilaporkan ke KPK pada 31 Maret 2010 oleh GeRAK Aceh.

Askhalani kepada ATJEHPOSTcom pernah mengatakan, GeRAK Aceh menemukan indikasi korupsi dalam pembangunan dermaga bongkar CT-1, CT-2 dan CT-3.Sedangkan laporan ke KPK itu berdasarkan hasil audit BPK-RI nomor 077/S/XVIII.BAC/12/2008 tertanggal 31 desember 2008.

Kasus kedua, dugaan korupsi pada proyek pembebasan lahan untuk pengembangan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Sabang tahun 2007-2008. Potensi kerugian negara akibat kasus ini Rp112 miliar.
Kasus ini juga telah dilaporkan GeRAK ke KPK pada 2010. Hingga sore ini belum bisa dipastikan apakah penyidik KPK memeriksa kedua kasus itu atau salah satunya.[](rz)

Riwayat BPKS Sabang, sejak Habibie hingga MoU Helsinki


Selasa, 12 Februari 2013 18:00 WIB
RAZI | BPKS.GO.ID


PELABUHAN Sabang pertama dibangun oleh Pemerintah Hindia Belanda pada 1881. Kegiatan utamanya kala itu pengisian air dan batubara ke kapal yang disebut “Kolen Station”. Pelabuhan ini dikelola Firma De Lange yang diberi kewenangan membangun berbagai fasilitas pelabuhan pada 1887.Operasional pelabuhan dilaksanakan oleh Maatschaapij Zeehaven en Kolen Station, yang kemudian dikenal dengan nama Sabang Maatsscappij, pada 1895.

Pada zaman Belanda, Pelabuhan Sabang dinilai telah berperan sangat penting sebagai pelabuhan alam untuk pelayaran internasional terutama dalam mendukung perdagangan komoditi hasil alam Aceh yang diekspor ke negara-negara Eropa.

Seperti dikutip dalam situs resmi BPKS, kejayaan Sabang berakhir saat perang dunia kedua ketika Jepang menguasai Asia Timur Raya pada 1942. Sabang sebagai pelabuhan bebas pun ditutup.Pada 1950 pemerintah menjadikan Sabang sebagai Basis Pertahanan Maritim Republik Indonesia dan sebagai Pelabuhan Bebas dengan Penetapan Presiden Nomor 10 Tahun 1963.

Setelah itu pada 1965 Kotapraja Sabang dibentuk dengan Undang-Undang Nomor 10.Lalu pada status pelabuhan bebas atau Free Port Sabang ditingkatkan dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1970 menjadi Daerah Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas untuk masa 30 tahun.

Namun baru berjalan 15 tahun, Free Port Sabang kembali ditutup untuk kedua kalinya pada 1985. Sementara pemerintah pun membuka Bounded Zone Batam.Sejak itu kehidupan ekonomi Sabang kembali stagnan dan sepi layaknya sebuah kota terpencil. Ribuan masyarakat yang menggantungkan hidup di pelabuhan menjadi miskin dan menganggur. Akhirnya mereka bermigrasi secara besar-besaran ke daratan Aceh.

Posisi Sabang sebagai Daerah Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas mulai diperhitungkan kembali pada 1993. Hal ini ditandai dengan dibentuknya Kerjasama Ekonomi Regional Growth Triangle Indonesia-Malaysia-Thailand atau IMT-GT. Setelah itu dilanjutkan dengan kegiatan Jambore Iptek BPPT pada 1997.
Setahun sesudah itu Kota Sabang dan Kecamatan Pulo Aceh di Aceh Besar, dijadikan sebagai Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu atau KAPET. Peresmiannya dilakukan oleh Presiden BJ. Habibie. KAPET Sabang diresmikan bersamaan dengan KAPET lain di Indonesia sesuai Keputusan Presiden Nomor 171 tanggal 26 September 1998.

Pencanangan Sabang sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas kembali dilakukan oleh Presiden Abdurrahman Wahid. Gus Dur mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2000 pada 22 Januari.Selain itu juga diterbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2000 pada 1 September 2000 Tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang.

Kemudian dalam sidang paripurna DPR RI pada 20 November 2000 penetapan statusnya secara hukum diperkuat melalui Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2000. Keputusan ini dilakukan pemerintah pusat agar Sabang dapat dijadikan sebagai Pusat Pertumbuhan Baru.

Lahirnya MoU Helsinki pasca perjanjian damai antara Pemerintah Pusat dengan Gerakan Aceh Merdeka melahirkan Undang Undang Nomor 11 Tahun 2006, beserta regulasi turunannya yakni Peraturan Pemerintah Nomor 83 Tahun 2010. Dengan regulasi itu, Kota Sabang kembali dijadikan kawasan khusus dan pusat pertumbuhan ekonomi khusus (KEK) untuk Aceh.

BPKS memiliki visi mengembangkan kawasan Sabang sebagai pusat utama pelayanan perdagangan dunia. Untuk mewujudkan visi itu, BPKS merumuskan beberapa misi antara lain mengembangkan pelayanan pelabuhan dan pelayanan industri serta perdagangan skala global.[]

Hari ini, Bank Mandiri kembalikan Rp81,6 miliar barang bukti kasus deposito Aceh Utara

Terindikasi Korupsi, Gerak Minta Pelelangan Proyek Dermaga BPKS Dihentikan


Rabu, 02 Mei 2012 15:24 WIB
YAS

BANDA ACEH - Lembaga Swadaya Masyarat (LSM) Gerak Aceh mensinyalir pelelangan proyek pembangunan Terminal Container CT-3 dermaga BPKS Sabang tahun 2012 terindikasi korupsi. Itu sebabnya, lembaga anti korupsi ini meminta Penjabat Gubernur Aceh menghentikan sementara seluruh tahapan pelelangan.

"Penghentian pelelangan ini perlu dilakukan supaya tidak menjadi masalah bagi pemerintahan Aceh ke depan. Jika ini dibiarkan maka ini menjadi salah satu ancaman dan bencana serius bagi pemerintah Aceh yang baru terpilih dalam pemilukada 2012," kata Askalani, Koordinator Gerak Aceh dalam siaran pers yang diterima redaksi The Atjeh Post, Rabu, 2 Mei 2012.

Pelelangan pengadaan paket kontruksi BPKS Sabang ini ditangani oleh Unit Layanan Pengadaan (ULP) di bawah Dinas Bina Marga dan Cipta Karya (BMCK) Provinsi Aceh.
Menurut Askhalani, pihaknya mencium aroma praktek tidak sehat dalam proses pelelangan pembangunan Terminal Container CT-3 di dermaga BPKS Sabang.

"Ada upaya terselubung oleh pihak BPKS maupun BMCK Aceh dalam menentukan perusahaan mana saja yang dapat mengikuti proyek. Misalnya dengan mengatur spesifikasi dan menentukan perusahaan tertentu untuk dapat mengikuti tender yang sedang dilaksanakan,” kata Askalani.

Sebelumnya, kata Askhalani, pihaknya menemukan indikasi korupsi dalam pembangunan dermaga bongkar CT-1, CT-2 dan CT-3. Temuan itu telah dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 31 Maret 2010.

Askhalani menambahkan, pihaknya melaporkan kasus itu ke KPK berdasarkan hasil audit BPK-RI nomor 077/S/XVIII.BAC/12/2008 tertanggal 31 desember 2008.Gerak Aceh juga menemukan pelelangan proyek dermaga bongkar sebelumnya dilakukan dengan sistem penunjukan langsung (PL), dan dikerjakan oleh PT Nindya Sejati. Temuan Gerak, proyek itu hingga kini terbengkalai dan tidak adanya analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal).

"Potensi kerugian keuangan negara dalam kasus penunjukan langsung (PL) proyek dermaga bongkar itu sebesar Rp189,4 miliar."Karena itu, Gerak mendesar seluruh tahapan pelelangan yang sedang berjalan dihentikan sementara untuk menjaga citra pemerintah Aceh yang baru terpilih.

"Pelelangan dermaga bongkar ini harus dilakukan secara efektif dan efisien mengingat proyek dikerjakan sebelumnya berpotensi telah merugikan keuangan negara dan terbengkalai. Proyek ini seharusnya dilakukan dengan baik karena pembangunan dermaga CT-3 ini dapat membantu percepatan pembangunan ekonomi bagi masyarakat Sabang," ujar Akhalani.[]

KPK tangani dugaan korupsi BPKS Sabang, Gerak: Akan ada tersangka dalam waktu dekat


Selasa, 12 Februari 2013 21:58 WIB
YAS | Foto : Dermaga BPKS yang diduga korupsi

LSM Gerakan Rakyat Antikorupsi (Gerak) Aceh mengapresiasi kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi yang menindaklanjuti dua laporan dugaan korupsi yang disampaikan ke lembaga antirasuah itu beberapa waktu lalu.

Koordinator Gerak Aceh Askhalani mengakui telah mendapat kabar tentang turunnya tim penyidik KPK yang mencapai 30 orang ke Sabang untuk menyelidiki dua kasus dugaan korupsi yang dilaporkan Gerak Aceh beberapa waktu lalu. Sebelumnya, kata dia, KPK juga pernah menurunkan tim ke Sabang, namun jumlah personilnya jauh lebih kecil.

"Ini adalah sebuah kado manis di masa pemerintahan baru di Aceh. Kita mengapresiasi kinerja KPK yang tidak membiarkan masalah ini berlarut-larut," kata Askhalani kepada ATJEHPOSTcom, Selasa, 12 Februari 2013.

Menurut Askhalani, kedatangan tim KPK dalam jumlah lebih banyak dari sebelumnya mengindikasikan KPK telah mengendus adanya indikasi korupsi sehingga dilanjutkan dengan pemeriksaan maraton. "Biasanya akan ada tersangka dalam waktu dekat, dan bisa dipastikan KPK telah mengantongi lebih dari dua fakta adanya pelanggaran hukum," kata Askalani.

Turunnya tim penyidik KPK ke Sabang, Asklani menambahkan, juga sekaligus sebagai cemeti bagi aparat birokrasi untuk bekerja secara transparan dan akuntable dalam mengelola dana publik baik yang bersumber dari APBN maupun ABPD.

Gerak Aceh pernah melaporkan dua kasus dugaan korupsi di BPKS kepada KPK.  Pertama, kasus dugaan korupsi proyek pembangunan dermaga bongkar BPKS tahun 2006, 2007, 2008, dan 2009. Menurut GeRAK Aceh, potensi kerugian negara dalam kasus ini mencapai Rp200 miliar. Kasus itu dilaporkan ke KPK pada 31 Maret 2010.

Kasus kedua, dugaan korupsi pada proyek pembebasan lahan untuk pengembangan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Sabang tahun 2007-2008. Potensi kerugian negara akibat kasus ini Rp112 miliar. Kasus ini  dilaporkan ke KPK pada 2010.Kedua kasus itu terjadi saat BPKS dipimpin Saiful Ahmad.[]

Selasa, 05 Februari 2013

Tersangka Penyeleweng Dana Bencana Simeulue Diburu

Serambi Indonesia
 Senin, 4 Februari 2013 19:38 WIB
 
Laporan  Sari Muliyasno | Simeule
SERAMBINEWS.COM - SINABANG - Kapolres Simeulue AKBP Parluatan Siregar, kepada Serambinews.com, Senin (4/2/2013) mengatakan, pihak kepolisian setempat terus memburu tersangka kasus penyelewengan dana di Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Simeulue, yakni dana rehabilitasi dan rekonstruksi tahun 2011 di Simeulue senilai Rp3.143.050.000, yang melibatkan mantan kepala BPBD Simeulue Ir Mulyadinsyah.

Sebagaimana diketahui, kasus berpindah tangannya uang negara untuk dana bantuan sosial berpola hibah pada kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi 2011 di Simeulue senilai Rp 3 miliar lebih itu, pihak Polres Simeulue sudah menetapkan tersangka yakni mantan kepala BPBD setempat.

Hanya saja, sejak kasus itu diusut oleh kepolisian yang bersangkutan tidak berada lagi di Simeulue. Akhirnya, pihak berwajib di daerah itu menetapkan yang bersangkutan masuk dalam daftar pencarian orang (DPO).

"Informasi terbaru saya terima dari Bupati Simeulue, yang bersangkutan berada di Lubuk Pakam, namun setelah dicek ke sana tidak ditemukan.

Namun demikian Mulyadinsyah tetap dicari untuk mempertangungjawabkan perbuatannya," tegas Parluatan.

Editor : mufti

Proyek Jembatan Antarpulau Terbengkalai

Serambi Indonesia
 
Selasa, 5 Februari 2013 16:07 WIB
 
 
Laporan Dede Rosadi | Aceh Singkil

SERAMBINEWS.COM, SINGKIL
- Proyek pembangunan jembatan Pulau Balai-Teluk Nibung, di Kecamatan Pulau Banyak, Aceh Singkil terbengkalai. Sejak dimulai dikerjakan lima tahun lalu, belum ada tanda-tanda akan dituntaskan. Padahal sudah menghabiskan dana miliaran rupiah.

Pemuda Pulau Banyak, Selasa (5/2/2013) mempertanyakan kelanjutan pembangunan jembatan penghubung antarapulau tersebut. Mereka mempertanyakan kelanjutan pembangunan jembatan Pulau Balai ke Teluk Nibung.

"Pembangunan jembatan tersebut, dimulai tahun 2008 tapi sampai 2013 belum ada tanda-tanda kelanjutannya. Dibiarkan terbengkalai," kata Sukran Sastra Pemuda Pulau Banyak.

Menurutnya, sangat disayangkan jika pembangunannya tidak dilanjutkan, lantaran dana yang telah terserap mencapai miliaran
rupiah. Kepala jembatan dan tiang yang sudah terbangun, akan menjadi barang sia-sia.

Editor : arif
 

Warga Laporkan Dugaan Penyelewengan Pupuk Bantuan Pemerintah

Serambi Indonesia

Jumat, 25 Januari 2013 10:21 WIB

 * Digelapkan 300 Kg/Orang

JEURAM-Masyarakat yang tergabung dalam kelompok tani Barona Jaya, Desa Kuta Sayeh, Kecamatan Seunagan, Kabupaten Nagan Raya, Selasa (22/1) siang kemarin mengadukan persoalan dugaan penyelewengan pupuk bantuan pemerintah kepada kelompok tani di wilayah itu kepada DPRK setempat.

Pasalnya, pupuk bantuan yang dialokasikan dalam APBN Tahun 2012 tersebut seharusnya diterima warga yang tergabung dalam kelompok tani masing-masing sebanyak 300 kilogram/orang/hektare untuk jenis pupuk NPK Phonska dan 100 kilogram/orang/hektare untuk jenis urea. Namun, dalam penyalurannya, bantuan pemerintah itu hanya diterima oleh warga masing-masing sebanyak 50 kilogram/orang/hektare dengan jumlah penerima dalam kelompok tani mencapai 25 orang.

“Kami terpaksa melaporkan persoalan ini kepada pihak DPRK Nagan Raya, sehingga kasusnya bisa segera terungkap,” kata Amri selaku Sekretaris Kelompok Tani Barona Jaya, Desa Kuta Sayeh, Kecamatan Seunagan kepada Serambi, saat mendatangi DPRK setempat.

Menurutnya, masyarakat terpaksa melaporkan kasus dugaan penyelewengan pupuk yang terjadi di desa mereka karena selama ini persoalan itu tidak pernah menemukan titik temu. Apalagi pupuk yang diduga diselewengkan oleh pimpinan kelompok mencapai ribuan kilogram dan kini tanpa ada kejelasan dimana pupuk tersebut berada.

Persoalan dugaan penyelewengan dan penggelapan pupuk terhadap kelompok tani itu harus dilakukan pengusutan oleh pihak berwajib, sehingga diharapkan menjadi jelas persoalannya. (edi)

Editor : bakri

Kepala BKPP Cs Jadi Tahanan Kota

Serambi Indonesia
 
Selasa, 29 Januari 2013 12:09 WIB
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
* Pekan Depan BAP Dilimpahkan

LANGSA - Kepala Badan Kepegawaian Pendidikan dan Pelatihan (BKPP) Langsa, Syahrul Thaeb dan dua bawahannya serta tiga tenaga honorer Pemko Langsa, yang telah ditetapkan tersangka terkait kasus dugaan manipualsi data honrer K1 tahun 2012, kini ditetapkan sebagai tahanan kota oleh Kejari setempat. Pihak Kejaksaan melakukan penangguhan penahanan terhadap tersangka, namun mewajibkan tersangka melapor dua kali dalam sepekan.

Kasi Pidum Kejari Langsa, Putra Masduri SH, kepada Serambi Senin (28/1) mengatakan, dalam pekan ini pihaknya akan segera melimpahkan BAP ke enam tersangka terkait kasus dugaan manipulasi (pemalsuan) data tenaga honorer katagori satu (K1) yang akan diangkat menjadi CPNS tahun 2012 itu, kepada pihak Pengadilan Negeri (PN) Langsa guna dilakukan proses persidangannya.

Sementara itu mengingat ke enam tersangka masing-masing Kepala BKPP Langsa Syahrul Thaeb, Kabid Perencanaan dan Pengembangan BKPP Zulfikar, Subbid Formasi dan Rekrutmen BKPP, M Rizal, dan tiga tenaga honorer Eka Priyanti, Chairina, dan M Iqbal, selama ini berlaku koperatif, serta mengingat status ketiga pejabat BKPP Langsa tersebut juga sebagai PNS dan pejabat struktural, maka mereka berstatus tahanan kota.

Disamping itu, dikatakan Kasi Pidum, saat ini pihaknya mengaku sedang mempersiapkan BAP untuk dipelimphannnya ke PN Langsa.(c42)

Editor : bakri
 
 
 
 

Rp 1 Miliar Dana Perempuan Diduga Diselewengkan

Serambi Indonesia

 Senin, 28 Januari 2013 10:42 WIB

SINABANG - Unit Pengelola Kegiatan (UPK) Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri di Kecamatan Simeulue Tengah (Simteng), Kabupaten Simeulue, dibekukan aktivitasnya untuk sementara waktu. Pembekuan dilakukan setelah mencuat dugaan penyelewengan dana Simpan Pinjam Perempuan (SPP) di wilayah itu yang nilainya di atas satu miliar rupiah.

Berdasarkan informasi yang dihimpun Serambi, penyelewengan dana SPP itu dilakukan pengurus dengan cara tidak disetorkan ke rekening kegiatan UPK sejak tahun 2008 hingga 2012. “Betul, terjadi penyelewengan dana SPP di Simeulue Tengah dan itu sudah diklarifikasi ke Ketua UPK, bendahara, dan sekretarisnya,” kata Arjuna, Fasilitator Keuangan (Faskeu) Simeulue yang dihubungi Serambi, Minggu (27/1).

Menurutnya, berdasarkan hasil temuan, penyelewengan dana tersebut terjadi sejak 2008. Tapi yang paling besar jumlah yang diselewengkan justru pada akhir 2011 dan Februari hingga Maret 2012.

Indikasi adanya penyelewengan, kata Arjuna, diperkuat oleh hasil kunjungan Tim FMS RMC 1 Aceh yang menyelidiki indikasi terjadinya penyelewengan dana SPP di Kecamatan Simteng.

Berita acara klarifikasi yang dilakukan pada 17 Januari lalu itu sudah diperoleh Serambi kopiannya. Di situ disebutkan bahwa dugaan penyelewengan dana SPP berdasarkan perhitungan sementara lebih kurang Rp 1.037.395.261.

Dari berita acara tersebut juga terindikasi ada dana SPP Rp 990.951.100 yang merupakan setoran dari kelompok SPP kepada pengurus UPK, namun tidak dibukukan dalam buku kas SPP. Juga tidak disetor ke rekening pengembalian SPP Simeulue Tengah.

Adapun jumlah dana SPP yang tidak disetorkan pengurus UPK ke rekening pengembalian itu, yakni Rp 349.036.000 melalui ketua UPK dan Rp 540.648.600 melalui bendahara UPK. Kemudian Rp 99.493.500 melalui sekretaris UPK dan Rp 1.773.000 melalui mantan sekretaris UPK.

“Itulah jumlah yang tidak disetorkan. Sementara masih ada sisa dari hasil temuan dugaan penyelewengan yang belum ditemukan tanda bukti kepada siapa kelompok SPP menyetorkannya di UPK,” kata Arjuna seraya menambahkan bahwa untuk saat ini rekening UPK diblokir sementara waktu menunggu persoalan ini diselesaikan.

Rapat klarifikasi tersebut dihadiri Ahyar selaku Sekretaris Badan Pemberdayaan Masyarakat (BPM) Simeulue, Irwan Sukri (Penanggung Jawab Operasional Kegiatan/PJOK Simeulue), Ir Zainun (Fasilitator Kabupaten), Arjuna (Fasilitator Keuangan), dan unsur pengurus UPK Simeulue Tengah, beserta fasilitator kecamatan (FK/FT).

Dalam rapat klarifikasi itu disimpulkan bahwa masing-masing pengurus UPK yang terdiri atas ketua, bendahara, dan sekretaris, akan menyelesaikan persoalan keuangan itu menurut data yang ada, paling lambat 31 Januari 2013. Para pengurus juga menyanggupi mengembalikan dan mengganti kerugian dana SPP Simteng itu paling lambat 8 Maret 2013.

Apabila sampai batas waktu yang telah ditentukan dananya tidak dikembalian, maka akan ditempuh penyelesaian secara hukum.  Seorang keuchik di Simteng membeberkan bahwa dengan bermasalahnya keuangan di UPK tersebut, menyebabkan sembilan desa di Simteng tidak mendapat dana SPP pada tahun 2012. “Ada sembilan desa yang tidak dapat dana SPP tahun 2012 gara-gara kasus ini,” kata keuchik yang minta namanya tak ditulis.

Arjuna menambahkan bahwa sementara ini aktivitas UPK Simteng dibekukan sambil menunggu tuntasnya persoalan ini. Karena terindikasi manipulatif, kata Arjuna, personel pengurus UPK tersebut kini sudah pula dinonaktifkan untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. “Pengurusnya sudah dinonaktifkan dan akan diganti dengan pengurus baru,” ujarnya.

Untuk rekrutmen pengurus UPK Simteng yang baru, lanjut Arjuna, akan dilakukan tes tertulis pada 29 Januari 2013. Pada tanggal 30 Januari ini akan dilakukan musyawarah antardesa (MAD) untuk memilih pengurus baru UPK di Simteng. (c48)

Editor : bakri

 

Mantan Kadisdik Harus Kembalikan Rp 286 Juta

Serambi Indonesia 

 Rabu, 23 Januari 2013 10:10 WIB

* Penyimpangan Dana Alat Peraga

MEULABOH - Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Aceh, Selasa (22/1) menyerahkan hasil audit dana pengadaan alat peraga sekolah di Dinas Pendidikan Aceh Barat dana tahun 2011 lalu. Disimpulkan pula bahwa penggunaan dana sebesar Rp 268 juta menyimpang, dan Dinas Pendidikan diharuskan mengembalikan uang tersebut ke kas daerah.

Penyerahan hasil audit dilakukan BPKP dalam pertemuan di DPRK Aceh Barat pada Selasa (22/1) yang dipimpin wakil ketua DPRK, Herman Abdullah, serta hadir anggota DPRK, Ramli, Bustan Ali, H Amri HR, Taufik Ali, Ibnu Abas, Yusainio, dan Bustanuddin. Sedangkan dari tim BPKP hadir Hasbullah, Amirullah, Heru, Putri, Adnan, Riskan, dan Rahmawati. Juga hadir mantan Kadis Pendidikan Aceh Barat, Bismi SPd.

Sementara sehari sebelumnya pada Senin (21/1), tim BPKP diterima oleh Bupati Aceh Barat, HT Alaidinsyah dan Ketua DPRK, Ishak Yusuf di gedung dewan. Namun pertemuan lanjutan dilakukan pada Selasa pagi.

Dalam pertemuan pada Selasa kemarin, disepakati uang temuan BPKP sebesar Rp 268 juta akan dikembalikan oleh mantan Kadis Pendidikan Bismi SPd ke kas daerah. Lalu dilakukan penekenan  bersama perjanjian itu baik oleh Bismi dan pihak BPKP serta ikut mengetahui pihak DPRK Aceh Barat.

Anggota DPRK Aceh Barat, Ramli mengungkapkan, mantan Kadis Pendidikan Aceh Barat Bismi SPd sudah berjanji akan mengembalikan uang temuan kasus pengadaan alat peraga ini paling lama 3 bulan sebagaimana telah tertuang dalam perjanjian. Artinya kalau waktu selama 3 bulan tidak dibayar maka baru akan berurusan dengan pihak berwajib.

Kata Ramli, ada beberapa paket yang diminta oleh DPRK ke BPKP untuk dilakukan audit sehingga kerugian itu harus dikembalikan kas daerah. DPRK membuat kontrak dengan BPKP sehingga bila ada temuan oleh DPRK baru diminta BPKP turun sehingga baru akan diketahui berapa kerugian negara, sebab tim BPKP adalah tim khusus dalam hal itu.

Namun dari tiga kasus yang dilaporkan oleh DPRK untuk diaudit yang sudah dipanggil dan dibuat perjanjian untuk dikembalikan adalah pihak Dinas Pendidikan.(riz)

Siap Mengembalikan

“Saya siap mengembalikan uang yang merupakan temuan itu. Namun dalam pertemuan di DPRK pada Selasa kemarin saya sempat meminta waktu diberikan selama setahun untuk mengembalikan uang tersebut. Sedangkan sehari sebelumnya saya sempat meminta akan mempejari dulu apa yang menjadi temuan BPKP tersebut.
* Bismi SPd, mantan Kadis Pendidikan Aceh Barat.(riz)

Bukan untuk Dipenjara

Permintaan DPRK ke BPKP untuk mengaudit dana lata peraga itu bukan ingin memenjarakan, tetapi untuk mengetahui seberapa jumlah dana yang diduga menyimpang sehingga harus dikembalikan. Bila waktu yang disepakati tidak dilunasi oleh pihak yang menjadi temuan baru nanti akan ditingkatkan statusnya.
* Herman Abdullah, Wakil Ketua DPRK Aceh Barat. (riz)

Editor : bakri

Kajati Intruksikan Kajari Serius Tangani Kasus Korupsi



Serambi Indonesia
  Jumat, 25 Januari 2013 10:10 WIB
 
 
 
BANDA ACEH - Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Aceh, TM Syahrizal SH mengintruksikan kepada seluruh Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) di Aceh supaya tidak main-main dalam menangani setiap kasus tindak pidana korupsi. Terutama dalam menyelamatkan keuangan negara yang terjadi pada kasus korupsi.

“Saya minta kepada Kajari untuk lebih meningkatkan kinerja di tahun 2013 ini. Penanganan kasus korupsi masih menjadi prioritas utama. Karena biaya untuk menanganan kasus korupsi mulai tahun ini tidak terbatas, artinya berapapun kebutuhan yang diperlukan tersedia. Maka kita harus menunjukkan kinerja yang baik dan bagus,” kata Kajati TM Syahrizal dihadapan para Kajari se-Aceh dalam rapat kerja (raker) kejaksaan di aula Gedung Kejati, Rabu (23/1).

Raker yang dihadiri seluruh Wakajati, Asisten Kejati, Kajari, Kacabjari, dan para kepala seksi lainnya berlangsung sukses dan lancar. Dalam raker tersebut, Kajati juga menjelaskan tentang hasil rakernas jajaran kejaksaan di Jakarta belum lama ini.

TM Syahrizal juga meminta jajaran kejaksaan di Aceh untuk lebih meningkatkan penerimaan negara non pajak. Langkah ini bisa dilakukan dengan mengoptimalkan penyelamatan biaya perkara yang dibebani pada terdakwa, pengembalian kerugian negara dari kasus korupsi, dan sebagainya.

Untuk penanganan kasus korupsi jajaran kejaksaan mulai 2013 tidak mengalami hambatan dalam soal biaya. Karena pemerintah sudah menyediakan biaya secukupnya. “Saya harap tidak ada kejari yang tidak ada penanganan kasus korupsi, bila daerah itu memang ada terjadi tindak pidana korupsi,” pintanya.

Menyangkut perkara atau kasus yang tertungga di tahun lalu, pinta Kajati, supaya dapat dituntaskan dalam tahun 2013 ini. Tentunya, tidak mengenyampingkan penanganan kasus baru bila ada laporan masyarakat atau temuan di lapangan.(sup)

Editor : bakri
 

Mantan Bupati Disebut Perintahkan Cairkan Dana

Serambi Indonesia

Rabu, 23 Januari 2013 10:28 WIB

* Proyek belum Rampung
230113_7.jpg
Mantan Bupati Aceh Barat Daya, Akmal Ibrahim hadir sebagai saksi kasus dugaan korupsi proyek pembangunan saluran pembuang dan pengeringan rawa dalam sidang di Pengadilan Negeri/Tipikor, Banda Aceh, Selasa (22/1). SERAMBI/M ANSHAR


BANDA ACEH - Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN)/Tipikor Banda Aceh, Selasa (22/1), menggelar sidang lanjutan dugaan korupsi proyek pembangunan saluran pembuang dan pengeringan rawa areal perkebunan rakyat di Kecamatan Babahrot dan Kecamatan Kuala Batee, Abdya pada tahun 2007.

Mukhlis Mukhtar, pengacara terdakwa Ir Said Wazir (60) dan Ir Musyawir (48) mempertanyakan kepada mantan bupati Abdya, Akmal Ibrahim (saksi) tentang kebenaran keterangan Sekda Abdya ketika itu, M Nafis Manaf bahwa Akmal yang memerintahkan Sekda mencairkan uang muka 20 persen, yaitu Rp 800 juta kepada rekanan PT Harris Makmur Sejati (HMS), padahal proyek tahap pertama belum rampung.

Mukhlis membacakan isi BAP M Nafis. Intinya ia menyebutkan pencairan dana itu atas perintah Bupati Akmal, padahal PT HMS belum memenuhi syarat. “Ketika itu bupati mengatakan cairkan saja. Saya kan bupati, saya yang bertanggung jawab,” kata Mukhlis mengutip isi BAP itu. Kemudian hakim Ketua Taswir MH mempersilakan Akmal menjawab hal tersebut. “Itu terlalu mengada-ngada,” jawab Akmal.

Sebelumnya, hakim lebih banyak mempertanyakan kepada Akmal tentang alasan kenapa PT HMS bisa menjadi rekanan tanpa proses lelang, padahal nilai kontrak proyek ini Rp 4 miliar sehingga harus dilelang sesuai Keppres Nomor 80 tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa.

Bahkan, kalau pun tidak dilelang, PT HMS itu tidak bisa menjalankan proyek dimaksud karena semua dokumen diajukan Presiden Direktur itu, Rafli Harris (berkas terpisah) sudah habis masa berlaku, yaitu dokumen domisili perusahaan, sertifikat badan usaha jasa pelaksana konstruksi, tanda anggota Gapensi, izin usaha jasa konstruksi nasional, dan sertifikat Kadin.

Akmal mengatakan tidak mengetahui tentang dokumen itu. “Saya hanya memerintahkan perusahaan menjalankan ini adalah perusahaan yang bonafit, memiliki semua alat-alat berat untuk pengerjaan. Persoalan tidak ditender, ini proyek swakelola melalui Dinas PU,” jelas Akmal. (sal)

Kerugian Sudah Dikembalikan

DITANYA hakim tentang kerugian negara dalam proyek ini, Akmal berpendapat meski PT HMS sudah menarik uang tahap pertama Rp 800 juta (20 persen) dan volume pekerjaan belum tercapai sesuai jumlah uang itu dan PT HMS menghilang, tetapi kerugian negara tak ada lagi karena telah dikembalikan. Adapun bangunan tersebut sudah rampung dibangun kembali oleh kelompok tani (seuneubok).

Sedangkan JPU Kejari Blangpidie, Adenan Sitepu SH dan Rahmad SH dalam dakwaan pada sidang pertama menyebutkan kerugian dalam proyek ini Rp 457.631.491. Hal ini sesuai audit Inspektur Aceh, 19 Juli 2012. Usai pemeriksaan Akmal, majelis hakim memeriksa mantan Wakil Bupati Abdya, Syamsul Rizal. 
 
Terdakwa I dalam perkara ini adalah Ir Said Wazir, ketika proyek ini pada 2007, ia menjabat Kepala Dinas Pekerjaan Umum (PU) Abdya sehingga menjadi pengguna anggaran (PA). Sedangkan terdakwa II, Ir Musyawir selaku pejabat pelaksana teknis kegiatan (PPTK). Majelis hakim memutuskan sidang lanjutan dengan agenda pemeriksaan terdakwa, Selasa (29/1). (sal)

Editor : bakri


Men PAN: Aceh Tengah Bisa Jadi Zona Bebas Korupsi

Serambi Indonesia

 Sabtu, 2 Februari 2013 15:26 WIB
 
 
JAKARTA - Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Men PAN dan RB) Azwar Abubakar menyatakan Aceh Tengah harus menjadi salah satu pilar zona bebas korupsi di Aceh. Hal itu dimungkinkan karena Aceh Tengah berhasil mendapat Opini WTP (Wajar Tanpa Pengecualian)  dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)  atas   Laporan Pengeloaan Keuangan Daerah selama empat tahun berturut-turut, sejak 2008 - 2011.

“Sangat tepat bila Aceh Tengah  menjadi salah satu satu pilar wilayah bebaskorupsi di Provinsi Aceh,” kata Azwar saat menerima kunjungan Bupati Aceh Tengah Ir H Nasaruddin, MM, di Kantor Kementerian PAN dan RB, Jumat (1/2).

Menteri Azwar menyadari belum berjalan  optimalnya langkah-langkah pencegahan korupsi di Aceh. Diperlukan komitmen bersama untuk tidak melakukan tindak pidana korupsi, kolusi, dan nepotisme melalui suatu fakta integritas.

“Sebagai salah satu daerah yang telah mampu mendapatkan opini WTP, Pemerintah Aceh Tengah diharapkan  dapat menjaga integritas dan komitmen wilayah bebas korupsi, sekaligus mewujudkan Wilayah Birokrasi yang Bersih dan Melayani (WBBM),” kata Azwar Abubakar.

Selain membicarakan langkah-langkah penanganan korupsi, Azwar juga menekankan pentingnya secara terus menerus dan berkelanjutan  meningkatkan sumber daya aparatur dan memberi pelayanan optimal kepada masyarakat. “Semua upaya perbaikan, apakah upaya pemberantasan korupsi, maupun peningkatan pelayanan aparatur harus dimulai dari diri sendiri sejak dari sekarang,” pesan Azwar.

Bupati Aceh Tengah Ir Nasaruddin menyatakan tekad untuk tetap meningkatkan upaya pencegahan korupsi dan meningkatkan kualias sumber daya manusia. “Selama ini juga telah menempuh beberapa langkah yang mendukung efektifitas pencegahan korupsi, di antaranya melalui pembinaan internal yang dilakukan oleh inspektorat kabupaten, maupun melalui berbagai kegiatan sosialisasi, pelatihan dan kampanye anti korupsi,” kata bupati.

Pada, Jumat (11/1) lalu,  Pemerintah Aceh bersama pemerintah kabupaten/kota mencanangkan mulai 2013 dan seterusnya menjadi daerah (zona) bebas (tanpa) korupsi dan mewujudkan birokrasi bersih dan baik dalam melayani masyarakat.

Pencanangan Aceh sebagai Wilayah Bebas dari Korupsi dan Wilayah Birokrasi yang Bersih dan Melayani (WBK-WBBM) di Gedung Serbaguna Setda Aceh, ditandai penandatanganan pakta integritas oleh Gubernur Zaini Abdullah, Sekda Aceh, tujuh perwakilan SKPA, dan 23 bupati/wali kota se-Aceh di hadapan Menpan dan RB Azwar Abubakar, pejabat BPK, Kejati, Kapolda, Ketua DPRA, dan Pangdam IM. Prosesi itu juga disaksikan Hj Azlaini Agus selaku Wakil Ketua Ombudsman (pejabat negara yang mempunyai kewenangan mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik).(fik)

Editor : hasyim
 
 
 
 

DPRK Usul Pemberhentian Anggota Tersangkut Kasus Korupsi

Serambi Indonesia 

Sabtu, 26 Januari 2013 15:05 WIB
 
 
 
 


LHOKSUKON - DPRK Aceh Utara mengirimkan surat usulan pemberhentian anggota dewan setempat, M Saleh Mahmud ke Gubernur Aceh, dr H Zaini Abdullah, Jumat (25/1). Surat tersebut dikirimkan melalui bidang pemerintahan Setdakab Aceh Utara.

Kabag Hukum dan Humas DPRK Aceh Utara, Fitriyani SH, kepada Serambi kemarin menyebutkan, tembusan surat tersebut juga dikirimkan ke DPP Partai Sarikat Indonesia (PSI) di Jakarta, DPW PSI Provinsi Aceh, dan DPC PSI Aceh Utara.

“Dalam usulan pemberhentian tetap tersebut kita lampirkan vonis hakim Pengadilan Tinggi Tipikor Banda Aceh untuk M Saleh Mahmud serta keterangan yang menyatakan bahwa perkara tersebut sudah inkrah (berkuatan hukum tetap). Sedangkan Ahmad Junaidi tersangkut kasus yang sama masih melakukan kasasi ke Mahkamah Agung,” sebut Fitriyani.

Disebutkan, kini pihaknya menunggu surat keputusan (SK) Gubernur Aceh untuk pemberhentian anggota dewan tersebut. Selain itu, sebut Fitriyani, pihaknya menunggu usulan pergantian antar waktu (PAW) anggota dewan dari DPC PSI Aceh Utara untuk menggantikan M Saleh Mahmud.

“Mungkin ketika sudah ada SK pemberhentian tetap dari Gubernur Aceh, baru PSI akan mengusulkan siapa yang akan menggantikan M Saleh Mahmud untuk menjadi anggota dewan,” pungkas Fitriyani.

Seperti diberitakan, M Saleh Mahmud tersangkut kasus korupsi dana Porprov XI/2010 di Bireuen. Pengadilan Tinggi Tipikor Banda Aceh memvonis M Saleh 15 bulan penjara dan denda Rp 50 juta subsider dua bulan penjara dan kini ditahan di LP Banda Aceh berada di Lambaro, Aceh Besar.

Segera dikirim
 
Kabag Pemerintahan Setdakab Aceh Utara H Murtala yang dihubungi terpisah mengatakan, hingga kemarin belum menerima surat dari DPRK Aceh Utara terkait usulan pemberhentian anggota dewan M Saleh Mahmud. “Jika surat itu sudah kita terima maka kita buat surat pengantar dari bupati setelah itu segera kita kirimkan surat tersebut ke Gubernur Aceh,” kata Murtala menjawab Serambi Jumat (25/1).(c46)

perjalanan kasus
 
o   Majelis hakim Pengadilan Tinggi Tipikor Banda Aceh memvonis M Saleh Mahmud 15 bulan penjara 11 Juli 2012
o   DPRK Aceh Utara mengusulkan pemberhentian sementara (nonaktif) MSaleh Mahmud ke Gubernur Aceh 31 Juli 2012
o   Gubernur Aceh meneken penonaktifan M Saleh Mahmud 31 Agustus 2012
o   DPRK Aceh Utara mengusulkan pemberhentian tetap M Saleh Mahmud ke Gubernur Aceh, 25 Januari 2013

Editor : hasyim